
Propertynbank : Pemerintah resmi memperbarui regulasi mengenai jasa perantaraan perdagangan properti dengan terbitnya PP No. 28 Tahun 2025 pada 5 Juni 2025 dan Permendag No. 33 Tahun 2025 pada 3 Oktober 2025 lalu, menggantikan ketentuan sebelumnya dalam PP No. 5 Tahun 2021 dan Permendag No. 51 Tahun 2017.
Perubahan ini membawa sejumlah penyesuaian signifikan, terutama dalam hal tingkat risiko usaha, mekanisme perizinan, serta kewajiban sertifikasi bagi para pelaku usaha di sektor properti.
Menurut Founder dan Ketua Lembaga Sertifiksi Profesi (LSP) Agen Real Estat Andalan (AREA) Indonesia Ir. Indra Utama, M.PWK., IPU, regulasi ini merupakan langkah pemerintah untuk memperkuat tata kelola sektor perantaraan perdagangan properti sekaligus melindungi konsumen.
Jika sebelumnya jasa perantaraan perdagangan properti dikategorikan sebagai usaha berisiko rendah yang hanya cukup memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB), tapi dengan PP 28/2025 ditetapkan sebagai usaha berisiko menengah-tinggi.
“Dengan adanya perubahan ini maka para pelaku usaha wajib memiliki NIB dan Sertifikat Standar (SS) sebelum beroperasi,”jelasnya.
Selain itu tambahnya, alur perizinan juga telah berubah dari sistem ex-post yakni melalui verifikasi setelah izin terbit, menjadi ex-ante, verifikasi dilakukan sebelum izin diterbitkan. Perubahan alur perizinan tersebut, bertujuan meningkatkan kepastian hukum dan kualitas layanan di sektor properti.
Lebih jauh diungkapkan Indra, dalam PP 5/2021, dulu para pelaku usaha tidak diwajibkan berbadan hukum khusus maupun memiliki tenaga ahli tersertifikasi. Namun sekarang ini dengan hadirnya PP 28/2025, pemerintah mewajibkan setiap penyedia jasa perantara properti berbadan usaha serta memiliki tenaga ahli bersertifikat BNSP jenjang 6 dan 7.
“Kebijakan ini menegaskan bahwa profesi agen properti tidak bisa lagi dilakukan secara informal. Ada standar kompetensi yang harus dipenuhi untuk menjamin profesionalisme dan perlindungan konsumen,” papar Indra Utama.
Baca Juga : Sah!!! Uji Publik Kemendag Wajibkan Agen Properti Miliki Sertifikat Kompetensi
Hadirnya regulasi baru ini, juga memperluas mekanisme operasional dari dua menjadi tiga. Selain investasi langsung dan waralaba (franchise), namun kini ditambah dengan diperkenalkannya skema Co-Broking yaitu Kerjasama antara perantara properti dalam satu transaksi
Dari segi perjanjian dan komisi dengan penggunan jasa, dalam aturan PP 28/2025 diwajibkan adanya perjanjian antar agen (P4) dalam praktek Co-Broking, serta pendokumentasian arsip digital.
Untuk besaran komisi sendiri tetap sama yakni 2-5 % untuk jual beli, dan 5-8 % untuk sewa menyewa. Namun dalam PP28/2025 ini ada ketentuan baru yakni maksimal 70 % komisi dapat diterima broker dan seluruh pembayaran wajib melalui sistem yang resmi.
Sementara dalam hal pelaporan, sistem manual yang sebelumnya dikirim ke Kementerian Perdagangan, kini beralih ke pelaporan elektronik terintegrasi OSS, termasuk kewajiban menyampaikan data tambahan ke BPS dan PPATK.
Perlu diketahui, dalam PP 28/2025 ini juga diatur tentang sanksi yang lebih tegas dan bertingkat, mulai dari teguran, pembekuan izin, hingga pencabutan. Berbeda dengan aturan sebelumnya yang hanya mengenakan denda atau pidana berdasarkan UU Perdagangan.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga menegaskan bahwa setiap agen properti di Indonesia wajib memiliki sertifikat kompetensi sebagai bentuk penerapan standar profesionalisme dan perlindungan konsumen.
Sertifikasi akan dilakukan melalui Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) berlisensi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), termasuk LSP AREA Indonesia.
“Kebijakan sertifikasi ini tidak hanya meningkatkan kualitas layanan, tetapi juga memberikan kepastian hukum dan membangun ekosistem agen properti yang profesional dan kompeten,” pungkas Indra Utama.
















