INTERNASIONAL – Selain sangat nyaman untuk dijadikan tujuan wisata, Jepang juga sebagai negara yang menawarkan investasi properti menguntungkan.
Jepang dikenal dengan makanannya yang lezat dan kenyamanan tempat wisata dengan omotenasi (japanese hospitality). Tingkat keamanan dan kualitas produk dan servis yang tinggi membuat wisatawan selalu rindu untuk kembali lagi ke Jepang. Tak heran sebelum Pandemi Covid-19, jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Jepang mencapai angka yang tinggi.
Presiden Direktur PT.IRIJ dan CEO Indonesiasoken,co.Ltd Albertus Prasetyo Heru Nugroho mengatakan, namun pernahkah Anda berpikir untuk mempunyai bisnis, perusahaan (SPC) dan properti di Jepang? Memang image Jepang yang mahal sudah menjadi stereotype di masyarakat. “Kita memiliki bayangan bahwa harga properti di Jepang bisa 4-5 kali lipat di Indonesia, yang pada kenyataannya tidak selalu. Sebagai contoh, Yoshinoya di Jepang dan di Indonesia harganya hampir tidak berubah. Jepang cenderung mengalami deflasi sehingga harga barang dalam 20 tahun terakhir ini tidak banyak berubah. Termasuk propertinya. (1,000 Rupiah setara dengan 7.58 Yen),” ujar Albertus.
Selain mahal, kata dia, yang selalu terbersit di kepala kita adalah “politik dumping”. Kita belajar di sekolah dulu bahwa Jepang sangat protektif terhadap barang-barang produksi dalam negeri. Dalam hal ekspor-impor memang masih ada beberapa insentif kepada para produsen Jepang. Hanya saja globalisasi, pasar bebas dan EPA (Economic Partnership Agreement) bilateral semakin membuat restriksi ini berkurang.
[irp]
Bagaimana dengan investasi? Pemerintah Indonesia membatasi investasi asing dengan membuat peraturan-peraturan negative list. Hal ini membuat kita berpikir bahwa Jepang pasti lebih membatasi investasi asing. Jawabannya tidak. Jepang tidak memiliki BKPM, sehingga orang asing bisa dengan mudah memiliki SPC dan juga orang asing boleh memiliki properti di Jepang. Bahkan perusahaan yang dimiliki asing pun mendapatkan fasilitas yang sama dengan perusahaan lokal Jepang; mendapatkan insentif pandemi dan pinjaman dari bank.
“Katakan anda punya 1 miliar rupiah. Kemudian anda membuat PT di Jepang atas nama anda, lalu ke Bank Jepang. Loan to Value (LTV) untuk pemula adalah 66%. Apabila sudah ada track record, menjadi 90%. Kemudian anda dapat membeli apartemen seharga 3 miliar rupiah dengan harga hanya 1 miliar rupiah karena bank memberi anda pinjaman 2 miliar rupiah, dengan lama pinjaman 20 tahun hingga 30 tahun serta bunga yang berkisar antara 1.5% hingga 2.5%. LTV dianggap 66%. Jadi dengan 1 miliar rupiah, anda dapat membeli properti seharga 3 miliar rupiah. Biasanya, ROI properti Jepang jika disewakan adalah 6% sampai 12%, dengan anggapan termin loan 20 tahun,” ulas Albertus.
Albertus secara rinci menjelaskan, dapat dituliskan sebagai berikut dalam setiap tahunnya:
– Pengembalian pokok 2 miliar rupiah ÷ 20 tahun = 100 juta rupiah
– Bunga 2% x 2 miliar rupiah = 40 juta rupiah
– Pendapatan 8% x 3 miliar rupiah = 240 juta rupiah
– Free cash 100 juta rupiah.
Selanjutnya, apabila anda memiliki track record dan uang 1 miliar rupiah di-inject kembali ke dalam PT anda di Jepang dengan LTV 75%. Oleh karena itu, Anda dapat membeli properti seharga 4 miliar dengan harga 1 miliar rupiah dengan ROI yang sama, yaitu 8%.
– Pokok 3 miliar rupiah ÷ 20 tahun = 150 juta rupiah
– Bunga 2% × 3 miliar rupiah = 60 juta rupiah
– Pendapatan 8% x 4 miliar rupiah = 320 juta rupiah
– Free cash 110 juta rupiah.
“Jika anda tidak memanfaatkan bank dan membeli dengan cash, maka sebenarnya kita dapat mendapatkan ROI lebih besar lagi dan karena properti tersebut milik SPC anda, maka ketika membutuhkan dana anda dapat menjaminkannya ke bank dan membawa uang tersebut ke Indonesia,” pungkas Albertus.