Property & Bank

Harga Rumah Tak Terkendali, Solusinya Apa?

oleh : Torushon Simanungkalit (Praktisi Properti)

Rumah Contoh MenperaKOLOM-Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman mendefinisikan bahwa rumah  adalah bangunan  yang  berfungsi  sebagai  tempat  tinggal  atau  hunian  dan  sarana pembinaan keluarga. Memiliki rumah adalah suatu kebutuhan untuk tempat bernaung dan juga sebagai sarana pembinaan keluarga, oleh karenanya sepantasnya sebuah keluarga memiliki rumah yang pantas berdasarkan sudut kesehatan.

Meningkat jumlah penduduk di kota-kota besar akibat pertumbuhan penduduk dari kelahiran, terjadinya urbanisasi akibat kemajuan Industri dan juga akibat meningkatnya taraf hidup masyarakat perkotaan mendorong permintaan akan rumah meningkat setiap tahunnya. Rumah dipandang tidak saja bisa ditempati akan tetapi dapat sebagai sarana investasi. Ekspektasi kenaikan harga dan pendapatan dari investasi rumah mendorong sebagian masyarakat mampu untuk memiliki rumah lebih dari satu. Sejumlah faktor-faktor tersebut telah mendorong naiknya permintaan akan rumah diperkotaan khususnya di Jabodetabek.   Permintaan rumah yang meningkat dari tahun ke tahun mengakibatkan harga-harga rumah baru meningkat signifikan. Berdasarkan pengamatan penulis dalam sepuluh tahun terakhir, peningkatan harga tanah dan rumah mengalami pertumbuhan (Growth) yang sangat besar. Kenaikan harga tanah mencapai 58-60% pertahun atau bisa dikatakan rata-rata meningkat 10 kali inflasi. Dan peningkatan harga rumah mencapai 36% pertahun dan rata-rata 6 kali inflasi. Semakin terbatasnya lahan yang bisa diberikan ijin untuk pengembangan permukiman mengakibatkan harga rumah di sejumlah perumahan skala besar atau skala kota tidak terkendali.

Terbatasnya lahan di Jabodetabek, salah satu penyebabnya adalah oligopoli lahan yang terjadi sejak orde baru, dan dalam waktu 10 tahun terakhir pasar perumahan Jabodetabek 73% telah dikuasai oleh pengembangan besar (township). Pengembang-pengembang tersebut terdiri dari puluhan Pengembang besar yang memperoleh ijin pengembangan >1.000 ha dan menguasai seluas 64.031 ha lahan  perumahan di Jabodetabek dan hingga tahun 2014 baru terdevelop seluas 17.623 ha atau sebesar 27,5%, artinya land bank dari puluhan pengembang tersebut masih sangat besar. Sementara pengembang yang memiliki ijin pengembangan lahan 200 ha hingga 1000 ha menguasai lahan seluas 10.253 ha dan sudah terdevelop 7.440 ha atau sebesar 72,6%. Dan pengembang yang memperoleh ijin < 200 ha rata-rata sudah mendevelop lahannya sebesar 76% atau sudah akan habis dalam  2-3 tahun kedepan. Terjadinya Oligopoli lahan dan pasar perumahan ini mengakibatkan kenaikan harga rumah di Jabodetabek tidak terkendali, dari hasil analisis kenaikan harga tanah di perumahan skala besar rata-rata mencapai 574,9% dalam 10 tahun belakangan atau sebesar 57,49% pertahun dan kenaikan harga rumah selama sepuluh tahun ini sebesar 360,4% atau sebesar 36% pertahun. Tidak terkendalinya kenaikan harga rumah tersebut karena sebagian besar pengembang skala besar bisa menentukan sendiri harga produk rumahnya akibat tingginya permintaan pasar, khusunya segmen menengah-keatas, karena mereka telah menguasai lahan-lahan strategis tersebut.  Boleh dikatakan pengembang besar sudah seperti layaknya raja minyak yang memiliki pompa Bahan Bakar Minyak (BBM), semakin langka BBM maka BBM semakin mahal dan tergantung pemilik seberapa besar yang dijual kepasar. Peraturan dan kebijakan pemerintah tentang pengembangan lahan komposisi 1,2,3 yang telah di syaratkan pemerintah pun, tidak serta-merta dapat diabsorbsi dalam pengembangan lahan perumahannya, yang penting pengembang tersebut bayar pajak dan bisa meraup untung sebesar-besarnya, tanpa memperdulikan rasio harga yang ditawarkan ke pasar.

Menurut pengamatan penulis selama beberapa tahun terakhir telah terjadi ketidakadilan pasar khususnya pasar perumahan dan semua golongan telah merasakan akibatnya, terutama pembeli pemula saat ini yang belum memiliki rumah dan yang menjadi pertanyaan golongan masyarakat manakah yang bisa mengakses pasar perumahan di lokasi-lokasi strategis  tersebut? tentu saja golongan-golongan berduit yang berkemampuan untuk membelinya, lalu apa dasar dan tujuan pemerintah untuk memberikan ijin lokasi > 1000 ha? apakah hanya untuk golongan kaya tersebut atau menjadi lahan komersil? Perlu di ingat bahwa infrastruktur ke lokasi-lokasi perumahan skala besar tersebut di biayai oleh Negara, berupa jalan tol, Kereta Api dan jalan-jalan raya, disamping fasilitas-fasilitas lainnya. Dengan demikian, pemerintah sepantasnya memberikan solusi dan kebijakan baru yang pro terhadap masyarakat berpendapatan rendah, agar kiranya tercipta rasa keadilan dalam bernegara dan semua masyarakat bisa menikmati kemakmuran dan kesejahteraan .

Menurut penulis beberapa solusi yang bisa menjadi pertimbangan  bagi pemerintah untuk membenahi masalah kelangkaan lahan perumahan adalah :

  1. Membatasi ijin lokasi perumahan skala luas dan memberikan jangka waktu Pengembangan perumahan skala luas tersebut, jika tidak selesai dikembangkan dalam waktu tertentu yang di tetapkan pemerintah, maka lahan sisanya diberikan denda atau kepemilikan lahan yang belum dikembangkan otomatis menjadi wewenang dan di kuasai oleh pemerintah.
  2. Pemerintah membuat land bank dengan membeli lahan-lahan tidak produktif baik milik swasta, bumn dan masyarakat. Dengan adanya land bank akses pemerintah untuk mengontrol harga rumah lebih mudah.
  3. Mendorong BUMN perumahan membangun rumah tapak dan Rumah Susun lebih banyak lagi dengan bantuan Pemerintah dan  kemudahan-kemudahan bagi MBR untuk dapat membelinya, baik dari segi subsidi dan pendanaan lainnya.
  4. Memperbanyak BUMN Properti, selain perumnas, BUMN-BUMN bisa membuat Konsorsium untuk pengembangan lahan skala besar yang masing-masing memiliki saham yang sama. Hal ini akan memperkuat segi pendanaan untuk pengembangan lahan tersebut. Jika konsorsium BUMN bisa mendapatkan ijin membangun 1000 ha maka dengan beberapa konsorsium akan kuat dalam pengembangannya. Ada konsorsium BUMN di wilayah Bekasi, wilayah Tangerang, Wilayah Bogor, Wilayah Utara Jakarta berupa reklamasi pantai. Dan semua proyek perumahan sepantasnya mendapat dukungan dari Kementerian Pupera, berupa akses dan bantuan pendanaan lainnya.

Dengan demikian maka kelangkaan lahan dan pengurangan backlog di Jabodetabek akan bisa teratasi dalam jangka waktu yang relative pendek, sehingga pemerintah bisa mengontrol harga rumah yang menurut penulis harga-harga rumah saat ini sudah terlalu tinggi dan tidak masuk akal, sepantasnya kenaikan harga rumah bisa stabil 2-3 kali inflasi atau sesuai dengan mekasnisme pasar yang normal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Properti

Berita Keuangan & Perbankan