Property & Bank

Merek, One Of The Most Important Things In Property Business

Direktur Merek DJKI Kemenkumham Fathurrahman

KOLOM – Brand (Merek) itu ibarat nama, dan  nama itu sudah pasti menunjukan karakter atau identitas dari si pemilik nama. Itulah esensi yang pada akhirnya bisa kita sampaikan terkait seberapa pentingkah merek dalam bisnis properti.

One of the most important things in property business. Pernyataan  ini memang bisa mengandung  dua hal. Pertama jika pengembang itu baru merintis, ada baiknya mereka concern dengan selalu memunculkan merek dalam setiap aktivitas mereka.Tujuannya agar memudahkan public untuk lebih cepat mengenal produk atau perusahaan tsb. Namun jika kondisinya saat ini adalah pengembang-pengembang besar. Maka masalah merek mungkin bukan jadi satu concert tersendiri karena public sudah lebih mengenalnya cukup lama.

“Brand (merek) itu penting, karena akan menunjukan siapa di balik merek tersebut serta seperti apa kualitas produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan,” Linna Simamora, S.H,LL.M, Partner HPRP (Hanafiah Ponggawa & Partners). Ada beberapa hal yang mesti kita perhatikan untuk pelaku bisnis yang ada di Indonesia soal brand (merek). Brand itu perlindungannya dibuat per-negara. Artinya apa, bahwa tiap Negara punya aturan sendiri-sendiri menyangkut masalah brand (merek), untuk Indonesia di bawah koordinasi HAKI ( Hak Kekayaan Intelektual). Jadi pendapat saya lanjut Linna, ketika kita sudah mendaftarkan brand (merek) sebaiknya segera di gunakan agar tidak terjadi masalah.

Seperti kasus merek IKEA yang terdaftar atas nama Inter IKEA System BV. Kasus ini berhasil dimenangkan oleh pihak yang mengajukan gugatan yaitu PT. Ratania Khatulistiwa sehingga perusahaan lokal ini berhak menggunakan merek dagang  IKEA untuk produknya. Menurut Linna, kekalahan yang diterima IKEA luar negeri adalah, sebenarnya mereka sudah mendaftarkan merek tersebut. Hanya karena dalam kurun waktu 3 tahun merek IKEA  tidak di gunakan, maka ketika ada pebisnis yang menggunakan identitas nama tersebut menjadi di benarkan. Namun merek IKEA yang ada di luar negeri tetap masih menjadi milik Inter IKEA System BV karena seperti yang telah kami jelaskan diatas, bahwa perlindungan merek itu berdasarkan aturan Negara masing-masing. Begitulah Linna yang merupakan partner dari HPRP Lawyers  menjelaskan.

Selain masalah diatas, sejatinya bisa juga produk lain terjadi dalam kasus sengketa merek. Misalnya  merek tersebut sudah terdaftar di beberapa Negara dan ketika ingin masuk ke Indonesia. Maka pemilik merek meminta kepada HAKI untuk menghapus brand (merek) local yang ada dengan dasar klaim brand ( merek) terkenal. Maka nanti pihak HAKI bisa melihat  jika memang produk lokalnya kurang kuat maka bisa saja merek lokalnya diminta untuk di hapus, hanya memang dengan pertimbangan  sebelumnya.

Nah untuk mengantisipasi agar  tidak terjadi hal seperti diatas. Ada beberapa hal yang mesti perusahaan ketahui terkait dengan keberadaan brand (merek). Pertama sebaiknya pada saat memulai usaha, segera membuat brand (merek). Bisa langsung digunakan tanpa mesti harus didaftarkan terlebih dahulu, baru setelah sudah  jalan 1 tahun bisa didaftarkan. Kedua selalu pergunakan brand(merek) tersebut, karena salah satu hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara soal brand (merek) adalah bahwa brand tersebut sudah di pakai. Kata pakai disini antar hakim di pengadilan niaga memang berbeda-beda tergantung penafsiran mereka. Karena dalam undang-undang sendiri tidak dijelaskan secara spesifik istilah kata digunakan tersebut. Jadi bisa di gunakan pada Kop Surat, Pamplet, Brosur atau media promosi lainnya.

Kurang pedulinya masyarakat Indonesia tentang brand (merek) menurut Winda Tania,S.H, Associate HPRP Lawyers Hanafiah Ponggawa & Partners  juga disebabkan masih rancunya pengertian Brand(merek) atau Paten. Sehingga kadang lanjut Winda masyarakat menganggap kedua hal itu sama padahal berbeda. Winda  menjelaskan, Jika perusahaan sudah memulai bisnis ada baiknya brand( merek) mesti digunakan karena sekaligus untuk mensosialisasikan keberadaan perusahaan tersebut. Baru setelah di rasa cukup, langkah selanjutnya adalah mendaftarkan brand(merek) agar tidak digunakan atau di salah gunakan oleh pihak lain. Sedangkan yang dimaksud paten adalah esensinya sebuah temuan. Mesti ada pembaharuan dari sebuah produk. Jadi intinya jika brand(merek) itu melekat pada produk baik barang atau jasa, tetapi kalau paten itu adalah sebuah inovasi dari sebuah produk yang sudah ada.

Baik Linna ataupun Winda pada akhirnya sepakat, bahwa ketika perusahaan sedang mengalami masalah terkait sengketa brand(merek) beberapa hal yang mesti dilakukan adalah : Mencoba melakukan pengecekan ke website HAKI, jika memang produk competitor kita ada di website tersebut maka kita tidak bisa apa-apa. Tapi jika setelah kita cek brand(merek) competitor itu belum tercantum atau terdaftar, maka kita bisa melakukan somasi terhadap  brand(merek) competitor.

Sementara terkait masalah brand(merek) untuk perusahaan properti. Sebaiknya jika kita baru memulai usaha, ada baiknya brand(merek) sekaligus mesti di sosialisasikan, karena itu akan terkait dengan kinerja dan produk yang nantinya akan menjadi jualannya pengembang. Namun bagi perusahaan properti yang sudah besar seperti Ciputra, Sinarmas, Lippo dan sebagainya mungkin masalah brand(merek) tidak terlalu menjadi concern masyarakat juga. Kenapa, karena masyarakat akan lebih memperhatikan perusahaannya dengan segala produk yang pernah di buatnya ketimbang memperhatikan brand(merek) produknya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Properti

Berita Keuangan & Perbankan