
HUKUM – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang diajukan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi (LPJKP) dan pemohon perorangan. Penolakan tersebut tercatat dalam amar putusan Nomor 70/PUU-XVI/2018 yang dibacakan pada sidang pleno Mahkamah Konstitusi yang dihadiri sembilan Hakim Agung di Gedung MK, Jakarta Pusat, 30/4/2019.
Terdapat enam pasal dalam UU Nomor 2 Tahun 2017 yang digugat pemohon, yaitu Pasal 30 ayat (2), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 68 ayat (4); Pasal 70 ayat (4); Pasal 71 ayat (3) dan ayat (4); Pasal 77; Pasal 84 ayat (2) dan ayat (5) yang mengatur peran serta masyarakat dan partisipasi masyarakat jasa konstruksi. Para pemohon menilai UU No 2 Tahun 2017 mengambil alih tugas registrasi badan udaha jasa konstruksi LPJKN dan LPJKP yang telah berlangsung 17 tahun berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 1999.
Dalam pertimbangannya, sidang MK yang dipimpin Majelis Hakim Anwar Usman menyatakan gugatan tersebut tidak beralasan menurut hukum. Gugatan para pemohon terhadap Pasal 84 ayat (5) UU No 2 Tahun 2017 tentang kewenangan Pemerintah Pusat dalam mengikutsertakan masyarakat jasa konstruksi juga dianggap kabur.
Majelis Hakim menyatakan dalil gugatan pemohon karena adanya kerugian hak konstitusional dan birokratisasi dalam proses sertifikasi dengan berlakunya UU No 2 Tahun 2017 tidak terbukti. Terlebih hingga perkara ini diputus, para pemohon tidak dapat membuktikan telah kehilangan pekerjaan atau jabatannya.
Perubahan pada materi muatan tugas sertifikasi dan registrasi badan usaha dalam UU No 2 Tahun 2017 tidak untuk menghapus lembaga, dalam hal ini LPJKP. Sepanjang LPJKP menyesuaikan dengan perubahan muatan UU No 2 Tahun 2017 maka LPJKP tetap ada.
Pada UU Nomor 2 Tahun 2017 peran serta dan partisipasi masyarakat jasa konstruksi tetap diakomodir melalui lembaga yang independen dan mandiri yakni Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). Apabila dikaitkan dengan aturan otonomi daerah, kegiatan penerbitan sertifikat tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sehingga tidak ada wewenang pemerintah daerah otonom yang terambil dan terkurangi.
UU No 2 Tahun 2017 justru menambahkan kewenangan kepala daerah untuk dapat melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat, sehingga menjadi hak daerah untuk mengatur dan mengurus segala urusan Pemerintah konkuren yang telah diserahkan sesuai dengan prinsip otonomi agar mencapai tujuan dari penyelenggaraan jasa konstruksi.
Sidang putusan MK dihadiri oleh Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Anita Firmanti didampingi Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Dewi Chomistriana, Kepala Biro Hukum Kementerian PUPR Putranta Setyanugraha, Direktur Pengadaan Jasa Konstruksi Sumito, Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi Putut Marhayudi, Direktur Bina Kelembagaan dan Sumber Daya Jasa Konstruksi Masrianto, Direktur Bina Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi Ober Gultom, dan Direktur Kerjasama dan Pemberdayaan Kimron Manik.
Artikel Terkait
- Siap Digunakan Mudik Lebaran, Tol Di Jawa 965 Km dan…
- Pembangunan Stadion Manahan Solo On Progres, Target Selesai September 2019
- Dalam Kurun Waktu 2015-2019, Ditargetkan 1.852 Km Jalan Tol Yang…
- Pinang Totalindo, Pembangunan Apartemen Kingland Avenue Di Kebut
- Sakura Garden City Segera Dibangun, PT Total Sebagai Main Contrator
- Jembatan Gantung Dibangun, Desa Terpencil di Cianjur Segera Terhubung
- Perlancar Arus Mudik Lebaran 2019, Lima Ruas Tol Fungsional Dibuka
- Ekspor Jembatan Girder Baja, 90% Menggunakan Material Dalam Negeri
- Ketersediaan Air Di NTT Sangat Kecil, Pembangunan Bendungan Dipercepat
- Kinerja Positif di Awal Tahun 2019, Kredit Bank BTN Meningkat…