Propertynbank.com – TEKA Real Wood Flooring Gallery yang terletak di Jl. Jalur Sutera Kav. 29B, No.36-37 Paku Alam, Alam Sutera, Tangerang Selatan, Sabtu, (26/3) tampak sangat berbeda. Di Gallery kepunyaan PT Tanjung Kreasi Parquet Industry itu terpampang sekitar puluhan lukisan yang sangat indah.
Ya, sejak 26 Maret hingga 10 April 2022 mendatang, sepuluh pelukis modern dan kontemporer yang sangat fenomenal dan telah menorehkan sejarah dalam perkembangan senirupa Indonesia, sedang memamerkan hasil karyanya di TEKA Real Wood Flooring Gallery. Masing-masing pelukis rata-rata memamerkan tiga lukisan, sehingga tak kurang dari 30 lukisan hadir di pameran tersebut.
Pameran lukisan dibuka oleh pencinta dan kolektor lukisan, Wina Armada, S.A. Sementara 10 pelukis yang ikut meramakan adalah Syakieb Sungkar, Amrus Natalsya, KP Hardi Danuwijoyo, Nisan Kristiyanto, Erman Sadin, Sarnadi Adam, Indyra, Sukriyal Sadin, Chryshnanda Dwilaksana dan Revoluta S.
Tema pameran lukisan yang diusung adalah Art Kembang Kayu, yang menampilkan kolaborasi seni Lukis dengan interior cantik lantai kayu dari salah satu brand terkemuka lantai kayu di Indonesia, TEKA dari PT Tanjung Kreasi Parquet Industry (TKPI), anak perusahaan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSN Group).
Menurut Kurator Art Kembang Kayu, Anna Sungkar, pameran lukisan ini bisa dibilang sebagai pertemuan dua generasi. Karena, sebagian besar dari 10 pelukis yang memamerkan karyanya tersebut lahir pada tahun 1950-an, seperti KP Hardi Danuwijoyo (1951), Nisan Kristiyanto (1953), Erman Sadin (1953), Sarnadi Adam (1956), Indyra (1957), dan yang paling senior dalam pameran ini adalah Amrus Natalsya yang lahir pada tahun 1933.
Lalu sisanya lahir pada tahun 1960-an, yakni Sukriyal Sadin (1961), Syakieb Sungkar (1962), Chryshnanda Dwilaksana (1967), dan yang termuda adalah Revoluta S (1975). “Itulah yang menyebabkan pameran ini seperti pertemuan antara dua generasi: pelukis zaman Modern Art dengan pelukis pada zaman kontemporer,” ungkap Anna.
Dikatakan Anna, pada masa lalu, senirupa modern dan kontemporer jelas benar bedanya, dari segi gaya dan ide. Namun di masa sekarang, saat ini tidak melihat lagi perbedaan signifikan di antara keduanya. Pelukis senior Indonesia tahun 1970-an, kata dia, cenderung melukis abstrak atau semi abstrak.
Mengutip Agus Dermawan T., Anna mengatakan bahwa kecenderungan ini sebagai lirisisme, yang tumbuh subur seiring dengan berkembangnya pembangunan properti di perkotaan, sehingga lukisan-lukisan dibutuhkan sebagai penghias dekorasi dari properti yang baru terbangun.
“Karya-karya para seniman yang dipamerkan ini sebagian besar, secara kebetulan mengarahkan pemilihan karyanya yang berbau lirisisme. Tentu saja, banyak karya-karya di luar lirisisme yang cocok juga untuk dipadankan menjadi bagian elemen interior, semuanya sangat bergantung dari situasi dan preferensi para arsitek dan pemilik rumah,” katanya.
Keberagaman pilihan, sambung Anna, juga diperhatikan dalam pameran ini. Hal ini disesuaikan dengan luasnya selera pemirsa yang semakin hari semakin maju daya apresiasi seninya. Namun pada akhirnya karya-karya lukis yang dipamerkan akan terasa cocok dengan keunikan permukaan kayu yang terdapat pada parket dan dinding kayu olahan di galeri Teka, Alam Sutera. Sehingga pameran dengan lukisan yang harganya mulai dari Rp 20 juta hingga Rp 275 juta ini kemudian dinamakan Art Kembang Kayu
TEKA Mengapresiasi Ide Kreatif
Pada kesempatan tersebut, Direktur TKPI, Muhammad Hamdani, mengatakan pameran Art Kembang Kayu yang melibatkan 10 seniman seni rupa Indonesia merupakan langkah awal TEKA dalam mengapresiasi ide kreatif para seniman sekaligus untuk bentuk kolaborasi interior lantai kayu dengan para seniman Indonesia.
Bagi TEKA, kata dia, lantai kayu bukan hanya sebuah produk melainkan sebuah karya dari keberagaman dan keunikan dari setiap pohon untuk menciptakan keindahan dari suatu ruangan. Melalui pameran ini, kata dia, para seniman memiliki alternatif baru memamerkan karyanya sekaligus memberikan ruang bagi TEKA untuk memperkenalkan produk lantai kayu premium kepada khalayak yang lebih luas.
“Setelah lebih dari 25 tahun PT. Tanjung Kreasi Parquet Industry subsidiary PT. Dharma Satya Nusantara, Tbk menghasilkan produk lantai kayu premium yang di ekspor ke lebih dari 44 negara, mulai tahun 2021 kami menghadirkan produk lantai premium kami bagi masyarakat Indonesia yang ditandai dengan pembukaan TEKA Wood Flooring Gallery pertama di Alam Sutera,” ujarnya.
Sementara Wina Armada, dalam sambutannya, menjelaskan karya-karya perupa yang hadir dalam pameran Art Kembang Kayu ini mewakili DNA atau jati diri pelukisnya masing-masing. Melihat daftar para peserta pameran, menurut Wina, jelas sudah mulai menemukan DNA dan brand masimg-masing, meski ada yang brandnya masih dapat dioptimalkan. Peranan kurator Anna Sungkar memperjelas jejak DNA masing- masing. Maka pameran ini menjadi sarana yang saling melengkapi dengan penggunaan medium kemajuan teknologi.
“Dengan demikian, pameran ini bukan sekedar etalase karya-karya masing-masing perupanya, tetapi juga merupakan sebuah unjuk eksistensi brand dari DNA masing-masing peserta pameran,” pungkasnya.
Sebagai informasi, PT Tanjung Kreasi Parket Industri (TKPI) adalah produsen lantai kayu yang didirikan pada tahun 1994 di Indonesia, dan merupakan anak perusahaan dari PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSN Group). TKPI mengkhususkan diri dalam produksi engineered floorings yang telah terkenal dengan merek TEKA.
Pabrik TEKA berlokasi di Temanggung Jawa Tengah, di atas lahan seluas 17 hektar dan diakui sebagai produsen engineered floorings inovatif dengan berbagai macam produk yang dipasarkan secara global. Produk Teka telah didistribusikan ke lebih dari 44 negara di Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang, Korea Selatan, Cina, dan Asia Tenggara termasuk pasar domestik.
Sementara PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) berdiri pada 29 September 1980 dan bergerak di bidang kelapa sawit dan produk kayu. Saat ini DSNG memiliki lahan tertanam kelapa sawit 112.570 hektar dan 10 pabrik kelapa sawit yang mengolah Tandan Buah Segar (TBS) menjadi CPO dengan total kapasitas 570 ton per jam. Sedangkan untuk produk kayu, DSNG memiliki dua pabrik pengolahan kayu di Jawa Tengah yang memproduksi panel dan engineered flooring.