
INFRASTRUKTUR – Inovasi dan pemanfaatan teknologi pembangunan terowongan karena topografi Indonesia yang beragam mulai dari dataran rendah, perbukitan hingga pegunungan terus didorong. Pembangunan terowongan jalan memiliki kelebihan dalam menjaga alam dan lansekapnya, serta memangkas jarak tempuh, namun perlu dipertimbangkan dari sisi biaya dan risiko konstruksi.
Bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) infrastruktur terowongan bukan merupakan teknologi baru di Indonesia. “Teknologi terowongan sudah diterapkan pada pembangunan bendungan berupa saluran pengelak. Namun di bidang jalan memang agak terlambat. Untuk itu, kita dorong agar lebih banyak terowongan dalam pembangunan jalan,” kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono beberapa waktu lalu.
Terowongan yang tengah dibangun Kementerian PUPR saat ini berada di ruas Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) dengan panjang 472 meter dan diameter 14 meter. Pembangunannya menggunakan metode New Austrian Tunneling Methods (NATM). Selain NATM, terdapat juga metode Tunneling Boring Machine (TBM) yang digunakan dalam pembangunan jalur Moda Raya Terpadu (MRT) di Jakarta.
Teknologi terowongan juga akan diterapkan pada ruas Tol Padang-Pekanbaru sebanyak lima terowongan dengan total panjang 8,95 km yang menembus pegunungan Bukit Barisan. Selain di infrastruktur jalan, terowongan saat ini juga banyak digunakan dalam pembangunan seperti Bendungan Kuwil, Way Sekampung, dan lainnya.
Selain itu, menurut Menteri Basuki, Kementerian PUPR bekerjasama dengan Pemerintah Jepang tengah menyiapkan perencanaan pembangunan terowongan pada ruas Tol Bengkulu-Muara Enim. Pembangunan terowongan ini memiliki tantangan luar biasa karena menembus kawasan Bukit Barisan yang merupakan kawasan rawan bencana gunung api dan gerakan tanah, sehingga upaya mitigasi bencana pada tahap perencanaan menjadi sangat penting.
Direktur Jenderal Bina Marga Sugiyartanto mengatakan, terowongan merupakan inovasi konstruksi modern. Menurutnya, terowongan dapat menjadi alternatif pemanfaatan ruang bawah tanah. “Pembangunan terowongan merupakan pemanfaatan underground space yang efektif,” ungkapnya.
Menurutnya, salah satu proyek terowongan yang sukses yaitu pembangunan MRT Jakarta. Menurutnya, MRT menjadi contoh sukses karena dapat menekan kemacetan Jakarta,” MRT ini menjadi solusi kemacetan di DKI Jakarta, MRT dibangun di pusat kota yang padat dan diselesaikan dengan gangguan minimal pada wilayah sekitar. Solusi yang sama bisa digunakan di kota besar,” tandasnya.
Kementerian PUPR telah membentuk Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ) yang bertujuan meningkatkan ketertiban dalam penyelenggaraan dan peningkatan keamanan serta untuk meningkatkan keandalan jembatan khusus dan terowongan sehingga dapat mencegah atau mengurangi risiko kegagalan bangunan. Tugas komisi ini mengkaji dan mengevaluasi keamanan jembatan mulai dari tahap desain, pemanfaatan hingga tahap pemeliharaan. Anggota KKJTJ terdiri dari ahli jembatan dan terowongan dari Kementerian PUPR, akademisi dan praktisi.
Artikel Terkait
- Progres Pembangunan Underpass Bandara Yogyakarta Rampung 74,3%
- Pasca Insiden Di Tol BORR, Telah Dilakukan Penanganan Sekitar Lokasi
- Pembangunan Bendungan Karalloe di Gowa Akan Selesai Tahun 2020
- Ini Dia, Underpass Terpanjang di Indonesia Di bawah Bandara Kulonprogo
- Tol Pertama Di Bengkulu Segera Dibangun, PUPR Targetkan 2021 Beroperasi.
- Uji Coba MRT Indonesia, Tidak Kalah Kualitasnya Dengan Negara Lain
- Terowongan Nanjung Akan Kurangi Luas Kawasan Banjir di Cekungan Bandung
- Tol Cisumdawu Seksi 1 dan 2 Ditargetkan Rampung September 2019
- Program Citarum Harum Intensifkan Pembangunan Infrastruktur
- Jembatan Ampera Kian Padat, PUPR Mulai Fungsikan Musi IV