Property & Bank

Pengamat Properti Usulkan Cara Ini Untuk Mencapai Zero Backlog di 2045

zero backlog
Pengamat Properti Nasional Panangian Simanungkalit

Propertynbank.com – Pengamat Properti Nasional Panangian Simanungkalit mengatakan, sektor perumahan, khususnya bagi masyarakat menengah ke bawah atau masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) saat ini berjalan ditempat bahkan bisa dibilang mundur. Hal ini karena sektor perumahan belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Masih banyak masyarakat yang belum memiliki atau belum bertempat tinggal di hunian yang layak dan berkualitas.

Panangian menyebutkan, pada tahun 2014 lalu dimana Presiden Joko Widodo menggabungkan Kementerian Pekerjaan Umum dengan Kementerian Perumahan Rakyat, maka dari sanalah masalah perumahan menjadi sesuatu yang bukan prioritas. Padahal, kata dia, di era Soeharto, pemerintah kala itu sangat serius mengurus perumahan.

“Apa upaya pemerintah saat ini agar backlog perumahan bisa diatasi? Inilah pekerjaan rumah calon presiden yang akan datang agar pada tahun 2045 bisa mencapai target zero backlog. Saat ini pembangunan rumah untuk MBR hanya 200 ribu unit per tahun, tidak jauh beda dengan apa yang dibangun pemerintah jaman Soeharto sekitar 190 ribu unit per tahun. Maka tak salah jika saya sebut program perumahan hanya jalan ditempat,” ujar Panangian kepada sejumlah media, Rabu (4/10).

Baca Juga : Angka Backlog Belum Terinci, Ikaderi Dorong Pemerintah Susun Database Perumahan

Menurut Panangian, target pemerintah mencapai zero backlog pada tahun 2045 harus didukung oleh strategi yang matang. Jika tidak, kata dia, program ini hanya akan jadi mimpi belaka. Direktur Eksekutif Panangian School Of Property ini menegaskan, perlu upaya keras dan kerja yang cerdas untuk mencapai target tersebut.

Target Zero Backlog

Panangian menerangkan, kalau sekarang jumlah backlog mencapai 12,7 juta unit, maka harus dihitung berapa unit yang akan dibangun dalam waktu 21 tahun mendatang. Setidaknya butuh sekitar 600 ribu unit per tahun. Sementara kebutuhan 700 ribu unit per tahun dari keluarga baru. Berarti total rumah yang perlu dibangun setiap tahun seharusnya 1,3 juta unit.

“Yang dibangun sekarang berapa? Hanya 200 ribu sampai 220 ribu unit. Capaian itu tidak jauh beda dari capaian pembangunan rumah di zaman Pak Harto. Berarti pengelolaan itu tidak berjalan. Itulah faktanya. Jadi, kenapa harus 1,3 juta unit per tahun sekarang? Karena kalau tidak, maka tidak akan ada pengurangan backlog sejak pemerintahan Soeharto sampai pemerintahan yang sekarang. Itu lho keprihatinan kita, karena tidak ada perkembangan,” tambahnya.

Lebih lanjut Panangian menjelaskan, realisasi KPR saat ini hanya Rp 662 triliun, atau 3% dari PDB. Biasanya, sebuah negara yang maju itu selalu dibandingkan rasio KPR terhadap PDB. Bandingkan dengan Malaysia yang 34%. Singapura bahkan sangat jauh yakni 42%. Vietnam juga lebih tinggi, rasio KPR terhadap PDB-nya mungkin sudah di atas 5 persen.

Dia mengusulkan, agar dapat membangun 500 ribu RSH, 500 ribu rusunami dan 3 juta rumah di pedesaan. Sementara dana subsidi 500 Ribu unit landed house Rp50 Triliun, subsidi 500 ribu unit Rusunami 36 triliun, dan subsidi 3 juta rumah desa Rp15 triliun. Maka, kata dia, total dana yang dibutuhkan Rp101 triliun per tahun.

Baca Juga : Usulkan 6 Langkah Strategis, Bank BTN Dukung Zero Backlog Perumahan di 2045 

“Salah satu cara yang paling simple adalah menambah jumlah subsidi perumahan. Subsidi kita sekarang kan cuma Rp20 triliun. Bandingkan dengan subsidi pendidikan yang mencapai Rp570 triliun.  Jadi untuk perumahan tidak sampai 3 persen. Sementara negara-negara yang sudah maju, atau dengan negara Malaysia yang anggaran perumahannya sudah mendekati 10 persen. Ya, idealnya sih kalau bisa mendekati 10 itu. Tapi kan nggak mungkin. Paling tidak Rp40 sampai 50 triliun lah. Sekitar 3 kali lipat dari kondisi sekarang. Jadi tetap dibutuhkan peningkatan anggaran dari APBN,” terangnya.

Di sisi lain, Panangian juga melihat  kegagalan pemerintah dan developer untuk membangun rusunami. Kegagalannya ada pada pemerintah daerah. Pengembang sekarang tidak ada yang mau bangun. Hal ini karena harga jualnya yang terlalu murah. Meski ada yang berhasil seperti Kalibata City, Bassura City,  dan Green Pramuka, tetapi setelah itu pengembang tidak mau lagi disuruh bangun. Hal ini karena pemerintah tidak peduli, tidak hadir, tidak mau tahu, tidak pernah memikirkan termasuk pemerintah daerah.

“Rusunami ini juga gagal karena banyak spekulan. Yang tinggal di Kalibata City misalnya, seharusnya bukan orang yang punya mobil tiga. Yang gagal siapa? Ini kegagalan pemerintah dong, karena dia tidak atur dan awasi dengan benar,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Terkini