Propertynbank : Kurs rupiah terhadap dolar AS mencatat penguatan pada awal perdagangan Rabu 20 November 2024. Penguatan rupiah tersebut dipicu oleh antisipasi pasar menjelang pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) terkait kebijakan suku bunga acuan BI-Rate.
Pada awal perdagangan Rabu, rupiah menguat 5 poin atau 0,03 persen ke level Rp15.840 per dolar AS, dibandingkan posisi sebelumnya di Rp15.845 per dolar AS.
Meskipun penguatan ini tergolong kecil, momentum tersebut tetap menjadi sinyal positif di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Dilansir dari antara. Rully Nova, selaku analis Bank Woori menjelaskan bahwa pasar menginginkan suku bunga acuan Bank Indonesia tetap berada di level 6% untuk menjaga perbedaan suku bunga dengan Federal Reserve (The Fed) serta memastikan stabilitas nilai tukar rupiah.
Josua Pardede, seorang ekonom senior, mengatakan BI dapat berperan sebagai “juru selamat” bagi rupiah.
“Keputusan yang diambil oleh Bank Indonesia dapat memberikan sinyal yang positif, memperkuat rupiah dalam menghadapi tekanan eksternal seperti ketegangan geopolitik dan perubahan suku bunga global,” ujarnya.
Penguatan rupiah kali ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari kebijakan moneter Bank Indonesia hingga dinamika eksternal seperti ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan pemulihan ekonomi mitra dagang utama, seperti China.
Peluang Pemanfaatan Penguatan Rupiah
Penguatan ini memberikan peluang bagi sektor swasta dan pemerintah untuk mengamankan pembiayaan infrastruktur serta mengurangi beban utang luar negeri.
Di sisi lain, apresiasi rupiah bisa menekan daya saing ekspor jika tidak diimbangi dengan peningkatan efisiensi produksi dalam negeri.
Sebagai langkah mitigasi, pelaku usaha diharapkan memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat fundamental ekonomi, khususnya dengan mendorong diversifikasi pasar ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku.
Penguatan tipis rupiah menjadi kabar baik di tengah tantangan global. Namun, upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar tetap memerlukan kebijakan yang seimbang antara aspek moneter, fiskal, dan dukungan sektor riil. Optimisme terhadap rupiah harus diiringi dengan antisipasi terhadap potensi risiko agar momentum ini dapat memberikan manfaat jangka panjang bagi ekonomi nasional.
Reporter : Rafi Rizaldi