AGEN PROPERTI – Saat ini, uji kompetensi profesi sudah mulai menjadi kebutuhan bagi agen properti. Awalnya, banyak agen properti yang menilai uji kompetensi profesi itu jadi beban, karena membayangkan akan mengikuti proses uji yang memusingkan. “Harusnya kalau sudah berprofesi sebagai agen properti, tidak perlu kuatir. Uji kompetensi dilakukan untuk mengukur kompetensi dan mengumpulkan bukti, bahwa seorang agen itu bekerja sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI),” tutur Indra Utama, Ketua LSP AREA Indonesia yang pernah tercatat sebagai agen properti yang membukukan transaksi tercepat di salah satu kantor broker ternama.
Ada cerita menarik dari dua agen properti yang ikut asesmen di LSP AREA Indonesia baru-baru ini. Alih-alih merasa kuatir diuji kompetensinya, dua agen properti ini justru membukukan transaksi penjualan properti, alias closing saat mengikuti uji kompetensi profesi di LSP AREA Indonesia. Afrinal Darmawan, Direktur Eksekutif LSP AREA Indonesia mengakui ada asesi yang ikut uji di lembaganya bisa closing saat uji praktek demonstrasi. “Dari lebih 104 orang lebih yang sudah ikut uji di lembaga kami, baru pertama kalinya terjadi transaksi saat diuji,” jelas Afrinal. Bagaimana ceritanya?
[irp]
Adalah Roni Rahmat, agen properti asal Bandung yang pertama kalinya melakukan suprise ini. Malang melintang sebagai marketing, jebolan UIN Sunan Gunung Djati Bandung jurusan Pendidikan Bahasa Inggris tahun 2012 ini akhirnya melabuhkan profesinya sebagai agen properti yang khusus memasarkan properti syariah sejak 2018 lalu.
Meski mengaku sedikit grogi di awal uji, Roni berusaha menjawab dan melakukan praktek sesuai pengalaman yang dialaminya di lapangan. Tiba pada metode uji praktek/observasi, Roni diminta menghubungi salah satu calon pembeli. Dari sejumlah data base calon pembeli, ia memilih satu nama yang pernah membeli tanah kaveling. “Waktu diminta Asesor menghubungi calon pembeli, saya memilih salah satu nomor kontak yang ada di handphone. Setelah saya praktekkan sesuai standar uji, di luar dugaan saya langsung setuju membeli rumah,” ungkap Roni yang sempat berprofesi menjadi pengajar ini.
Tidak hanya satu rumah seharga Rp 400 juta pada proyek Sharia Islamic Highland di kawasan Lembang, Bandung. Dari pembeli yang sama saat uji praktek ini, Roni juga bisa transaksi langsung pembelian rumah seharga Rp 500 juta di proyek Sharia Islamic Cimuncang, Padasuka. “Beliau setuju mengambil rumah type 50 dan 1 unit kaveling lagi,” jelas Roni. Menurut pria yang pernah bekerja di salah satu bank ini, pembelinya berencana memindahkan asetnya yang ada di Kalimantan dengan berinvestasi di Bandung.
[irp]
Roni merasa sangat bersyukur bisa mengikuti uji kompetensi profesi agen properti di LSP AREA Indonesia. Selain merasa kini profesinya diakui oleh negara lewat sertifikasi profesi dari BNSP dan memahami standar kerja, ketika dipraktekkan dalam berkerja, malah bisa langsung closing. “Kalau bukan karena ikut uji, mungkin saya belum akan menghubungi kontak pembeli tersebut. Bahkan beliau tertarik berinvestasi juga di proyek lain yang saya tawarkan,” tutur Roni dengan wajah berseri-seri.
Asesi lain yang juga mampu membukukan transaksi saat uji kompetensi adalah Herdi Irmansyah, agen properti yang beroperasi di Jakarta Utara. Bedanya, Roni melakukan closing untuk transaksi rumah baru dan kaveling, maka Herdi berhasil melakukan transaksi rumah seken. Hebatnya, jika Roni Rahmat langsung direkomendasikan Kompeten (K) saat asesmen pertama, Herdi malah pada uji kompetensi pertama dinyatakan belum kompeten (BK) oleh Ella Nurlaela, Asesor yang menguji Herdi. “Ada beberapa jawaban saat uji yang belum dikuasai oleh asesi, sehingga saya rekomendasikan BK,” ungkap Ella Nurlaela.
[irp]
Menurut alumni Universitas Terbuka Jakarta Majoring Management serta Polytechnic ITB Bandung Majoring Business Administration Organization ini, ia merasa perlu mengikuti uji kompetensi profesi agen properti. Setelah direkomendasikan BK oleh Asesor, tidak membuatnya putus asa lalu menyerah. Herdi kembali mengajukan diri untuk kembali mengikuti uji kompetensi. Ia justru mempraktekan beberapa materi uji yang diterimanya pada saat memasarkan listingnya, sebuah rumah seharga Rp 400 juta berlokasi Kelurahan Sunter Jaya.
Bermodal kegagalan, Herdi malah mempraktekan pengalamannya saat diuji. “Saya mencoba praktekan standar kerja saat uji, seperti bagaimana melakukan pendekatan dan mediasi pihak penjual dan juga pihak pembeli. Lalu soal melakukan promosi media online dan offline,” jelas pria yang kenyang berprofesi sebagai pemasar ini.
[irp]
Beberapa waktu kemudian, Herdi kembali mengajukan diri untuk uji kompetensi kedua kalinya. Kali ini merasa lebih percaya diri saat menjawab semua pertanyaan dan uji praktek yang diajukan Asesor. Ketika tiba saatnya uji praktek, Asesor LSP AREA Indonesia memintanya menghubungi calon pembeli, Herdi teringat salah seorang calon pembeli yang tertarik dengan rumah yang ditawarkannya. “Suprise, calon pembeli yang saya hubungi saat uji praktek tertarik dengan rumah yang saya tawarkan. Habis survey pertama, langsung cocok dan memberikan tanda jadi Rp 10 juta lalu menyerahkan DP sebesar Rp 190 juta,” cerita Bapak empat anak ini yang sudah membayangkan bakal menerima komisi.
Menurut Indra Utama, kedua agen properti yang berhasil closing saat mengikuti uji praktek saat asesmen di LSP AREA Indonesia, telah membuktikan, bahwa standarisasi profesi bukan hanya sekadar mengumpulkan bukti kompetensi profesi agen properti saja, “Tapi juga bisa menjadi faktor pendorong bagi seorang agen properti dalam melakukan akselerasi transaksi,” tutur Indra yang juga Pemimpin Redaksi Majalah Property&Bank ini. Siapa lagi yang menyusul prestasi kedua agen ini?