
FIGUR – Tutur katanya bijak penuh makna. Penampilannya sederhana tidak mengesankan pengusaha sukses dengan sejumlah proyek properti dan tiga pusat belanja besar. Aktifis SKI (Satuan Kegiatan Islam) di Universitas Pancasila ini memang besar dari lingkungan muslim taat. Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Pancasila, alumni angkatan 86 ini langsung terjun menangani sejumlah kasus. Beberapa kasus besar sempat ditangani pria kelahiran Pinrang, Sulawesi Selatan, 19 Oktober 1958.
Memiliki sejumlah proyek perumahan, hotel dan tiga mal di Poso dan Palu, tak heran bila banyak masyarakat yang menilai Karman Karim super tajir yang bisa membeli apa saja yang dia sukai. Padahal, “Saya ini tidak punya uang banyak dan tidak punya mobil pribadi,” kata Karman. Rumahnya pun terbilang sederhana untuk ukuran seorang pengusaha properti seperti Karman. Kesederhanaan sudah menjadi gaya hidupnya.
Mengenakan kemeja lengan panjang kotak-kotak berwarna biru tua, dilengkapi celana jean biru dan sepatu boot coklat, Karman Karim berkisah tentang perjalanan hidupnya di Ibukota kemudian pulang kampoung dan sukses menjadi raja mall di daerahnya. Di pojok sebuah lounge, Hotel Borobudur Jakarta, hampir sekitar satu jam lebih Karman Karim bercerita seputar perjalanan usahanya. Di tengah- tengah pembicaraan, mendadak muncul Farhat Abbas, pengacara kondang yang pernah bersama-sama Karman Karim menangani kasus di Jakarta. “Saya pernah ajak Farhat untuk investasi di bisnis mal saya dulu, tapi belum jadi,” katanya.
Kisahnya berawal ketika ia dipanggil Wali Kota Palu untuk menyelamatkan Mall Tatura Palu, milik Pemda yang nyaris bangkrut karena dililit utang Rp57 miliar. “Awalnya saya heran kenapa dipanggil, mungkin pak Wali mengira saya banyak uang,”kelakar Karman. Singkat cerita, Karman mulai kesana kemari mencari dukungan permodalan. Berbekal materai 6000 sebagai perjanjian bersama, bantuan dan kerjasama pun mengalir.
Karman berhasil membalikan kondisi, dari pusat belanja yang berutang Rp 57 miliar, menjadi perusahaan dengan asset sekitar Rp150 miliar.
Sukses pertama, memancing keberhasilan dan kepercayaan kepada Karman Karim. Grup besar seperti Hypermart dan Matahari Group pun memintanya membangun mall untuk ekspansi bisnis ritel mereka. “Sama dengan bisnis sebelumnya, saya hanya modal materai 6000,” aku Karman.
Luar biasanya, perusahaan ritel raksasa ini bersedia memberikan uang muka sebagai komitmen sewa di depan yang menjadi modal awal buat pria yang sangat menyayangi ibunya ini memulai pembangunan. Dalam waktu singkat, pusat belanja ini bisa selesai tepat waktu. Beberapa bagian bahkan bisa selesai jauh dari jadual yang ditentukan,” cerita Karman. Kini Palu memiliki pusat belanja megah, Palu Grand Mal di Pantai Teluk Palu yang menghidupi sekitar 4.500 jiwa anggota keluarga yang menjadi karyawan di seluruh mal tersebut.
Tidak berhenti disitu, kembali Karman Karim merambah ke Poso. Prokontra mengiringinya membangun pusat belanja di wilayah konflik itu. Kembali dengan modal materai 6000, Karman menjalin kerjasama dengan bos Hypermarket untuk mendirikan Poso City Mal. Wakil Presiden HM. Jusuf Kalla saat berkunjung ke Poso pun sempat ragu dengan keputusannya membangun mall di Kota Poso.
Sukses Karman bukan kebetulan dan materai hanya alat. Selain karena kejujurannya, Karman suka menyenangkan Allah lewat berbagi dan sedekah. “Kalau Allah senang dengan kita, apapun yang kita minta akan dikabulkanNya,” jelasnya penuh makna.
Kini, bermodal materai Rp6.000 itu, ia juga sudah memulai sebuah proyek pembangunan hotel di Kota Palu dan sebuah mall di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan.
“Saat kita menghembuskan nafas yang terakhir, masalah itu baru selesai. Itulah sukses yang sebenarnya. Sukses bukan memiliki harta yang banyak, tetapi sedekah yang banyak, karena sedekah itulah harta kekayaan yang mendahului untuk membukakan pintu Surga saat kita mati nanti,” ujarnya. Saat ini, Karman juga membangun perumahan di kawasan yang tidak jauh dari mal yang dikerjakan, lagi lagi tanpa modal, hanya selembar materai 6000.