BERITA PROPERTI – Gencarnya serbuan e-commerce plus melemahnya pertumbuhan pusat belanja, menjadi tantangan serius para pengelola pusat perbelanjaan di Indonesia.
Berbagai strategi dilakukan Pusat Belanja dalam menghadapi gempuran ini.
Tidak terkecuali Pusat Belanja di sejumlah negara besar. Muji dari Jepang dan agnès b dari Prancis contohnya.
Mereka membuka kafe tematik agar pengunjung bisa menikmati layanan yang unik di pusat perbelanjaan terkait. Pesatnya perkembangan e-commerce, juga memaksa pengelola pusat perbelanjaan dan peritel mesti memperhatikan kebutuhan serta keinginan generasi milenial.
[irp]
Pengelola Pusat belanja harus cepat melakukan adaptasi, seiring dengan makin cepatnya perkembangan pasar. Kombinasi tenant fesyen atau food and beverage (F&B) juga harus cepat diganti. Pendek kata, pengelola pusat perbelanjaan harus inovatif menyediakan wahana permainan dan tempat hiburan seperti bioskop untuk mengerek trafik pengunjung agar tak digerus belanja online dan akhirnya tutup.
Wakil Ketua Umum APPBI, Alfonsus Wijaya mengakui, perkembangan situs-situs belanja online bisa mengancam pusat-pusat perbelanjaan di Indonesia. Menururt Alfonsus, Mal yang paling rentan untuk terhapus adalah yang menyasar kelas menengah ke bawah. Pasalnya, mereka tidak bisa memberikan satu-satunya kelebihan pusat perbelanjaan dibanding belanja online saat ini yaitu pengalaman berbelanja lebih serta gaya hidup kekinian.
“Mal-mal mewah yang mampu membangun berbagai sudut bagus untuk berswafoto. Barang-barang high-end kan, juga lebih sulit kalau berbelanja lewat online,” tutur Alfonsus mencontohkan.
[irp]
Pesatnya pertumbuhan berbagai laman daring belanja online juga menuntut berbagai perubahan dari mal. Pengembang mal kini harus lebih mendekatkan lokasinya dengan perumahan-perumahan konsumen potensial mereka. Selain itu, strategi pemasaran pun harus dipadukan dengan dunia digital.
“Dulu kan lebih terpusat. Tapi, kalau kita lihat sekarang, perkembangan mal di Bekasi dan Serpong, Tangerang itu luar biasa sekali,” ucap Alfonsus lagi. Di tengah kondisi ekonomi yang sedang sulit beberapa tahun belakangan ini, traffic ke mal, ucap Alfonsus, masih naik 7-8 persen.
Hal ini diakui, sebagai ibukota negara, Jakarta masih menarik bagi peritel besar dunia. Mengacu pada laporan Destination Retail 2016 dari JLL, Jakarta masuk dalam peringkat 28 pasar ritel global paling atraktif dan berada di posisi 12 untuk pasar Asia.
[irp]
Data JLL Indonesia menunjukkan saat ini ruang ritel yang tersedia di ibukota adalah 2,9 juta meter persegi dan tingkat okupansinya berada di kisaran 88,56%. Pada kuartal III/2017, terdapat tambahan pasokan seluas 60.000 meter persegi dengan dibukanya Bella Terra di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara dan AEON Mall Jakarta Garden City di Cakung, Jakarta Timur.
Tambahan mal baru akan terjadi pada 2019 dengan selesainya pembangunan Southgate Tanjung Barat Shopping Center dan Pondok Indah Mall 3. Keduanya berlokasi di daerah Jakarta Selatan. Pasar ritel di Jakarta dinilai tetap stabil sepanjang tahun ini yang ditandai dengan berlanjutnya pertumbuhan penyewaan area ritel di mal. Kondisi itu diperkirakan berlangsung selama lima tahun ke depan.
[irp]
Untuk mengetahui bagaimana trend pusat belanja ke depan, berikut wawancara Property&Bank dengan Ketua Umum APPBI, Stefanus Ridwan, yang juga Direktur di Pakuwon Group, pengelola Mal mewah Kota Kasablanca yang menyabet penghargaan Mal Favourit Mileninals pada Indonesia Property&Bank Award ke 13 Tahun 2018 silam.
“Pengelola Pusat Belanja Harus Bisa Berikan Sesuatu yang Beda”
Bagaimana tanggapan Anda mengenai bisnis pusat perbelanjaan sekarang?
Pusat perbelanjaan yang sekarnag sudah getting better, asal membuat orang yang datang merasa happy, wow, dan pelayannannya juga baik. Yang paling penting adalah Indonesia itu unik banget, dalam artian sebuah restoran harus unik, bukan hanya rasanya saja yang enak, suasana dan ambiencenya juga harus bagus.
Maksud Anda?
Presentasi dari makannanya harus unik. Contohnya kalau orang jualan pecel ada peyeknya kecil, kita buat yang lebih besar. Jadi ada pembeda yang unik dari makanan itu. Untuk pelayannannya sama servenya harus dengan baik. Orang itu sekarang sudah tidak mau yang namanya ke kasir duluan baru makan, sudah malas yang seperti itu. Orang lebih suka tinggal duduk, di jelaskan makanannya yang unik, di jelaskan juga cara makan yang beda, dan tentunya penyajiannya harus unik juga. Seperti Ojju saat baru pertama kali datang orang beranggapan unik. Karena makan menggunakan gunting. Dulu itu tidak ada cara makan menggunakan gunting. Jadi, saya kira hal-hal unik seperti itu sangat diperlukan sekarang.
Ini salah satu cara mengatasi pesaing dari restoran online?
Iya betul, soalnya kenapa sih orang itu harus datang ke mall? Karna dia ingin merasakan perlakuan yang beda. Dirinya juga ingin diperlakukan yang beda menunjukan kepada orang lain bahwa sekarang kelasnya naik. Disitulah kenapa mereka pentingnya upload foto dan segala macemnya. Jadi orang-orang sekarang ya begitu, kalau dia beli di online tidak mendapatkan gaya itu. Orang disini aja baru ngantri makanan sudah foto, menunjukan bahwa sedang makan di sini (di restoran mahal). Padahal orang itu belum makan, tapi sudah upload.
[irp]
Apa yang menjadi persoalan utama yang di hadapi pusat perbelanjaan?
Untuk sekarang persoalan yang paling utama adalah beberapa mall yang memang tidak bisa berubah. Sebab, dia sudah bertitle dan ini perlu waktu yang cukup lama untuk mengcontinues para penghuni atau para pemilik kios untuk sama-sama kita merubah dari segi tekhnisnya.
Apa manfaat mengikuti organisasi APPBI?
Keuntungannya, ya misalnya kalau ada masalah di daerah kita bantu tangani. Jadi kalua ada peraturan pemerintah yang tidak oke, kita saling membantu. Seperti contohnya di DKI, kita ada masalah di peraturan perda No.2 Tahun 2018 kita saling go to call, kita mengadakan pertemuan.
Apa rencana dari kepengurusan yang baru ini?
Untuk kepengurusan yang baru kita sebagian besar adalah anak-anak muda, dan tidak bisa semua anak muda yang masuk ke kita lalu menjadi pengurus. Karna nanti powernya jadi tidak ada. Jadi kita pun memilih kepengurusan yang baru ini anak-anak muda ini yang pasti mereka pemilik mal. Karena rata-rata yang masuk di asosiasi ini semua direksi. Beda dengan DPD, kalau dpd yang masuk rata-rata semua pengurusnya GM. Kalau kita disini mayoritas adalah direktur.