BERITA PROPERTI- Banyaknya penyimpangan pajak bumi dan bangunan (PBB) membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan merevisi pergub pembebasan PBB. Tak hanya rumah tinggal, penyimpangan ini juga terjadi di gedung komersial.
“Banyak objek pajak kita yang infonya nggak lengkap, misalnya gedung dihitung perlantainya 1.000 meter persegi, saat kenyataannya bisa jadi 1.200 meter persegi,” kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (23/4).
Kini, DKI mendata ulang bangunan-bangunan di Ibu Kota. Pendataan dilakukan dengan pemantauan drone. Harapannya, kesesuaian data objek pajak bisa menggenjot pendapatan DKI. Dalam revisi peraturan itu, Anies memberikan batas waktu hingga 31 Desember 2019 untuk membebaskan biaya PBB bagi rumah dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di bawah Rp1 miliar.
[irp]
Namun, jelas Anies, hal tersebut bukan berarti usai 2019 lalu NJOP di bawah Rp1 miliar akan dihilangkan, melainkan ia berencana untuk memperluas aturannya.
“Kebijakan pembebasan PBB untuk rumah dengan NJOP Rp1 miliar ke bawah itu berjalan 2019 dan selalu peraturannya dibuat tiap tahun. Tapi, kalau dibuat 2019, ya bukan berarti 2020 tidak ada,” jelas Anies.
Anies menegaskan revisi ini bukan untuk menghilangkan pembebasan PBB. Ia mengatakan, revisi tidaklah selalu berarti untuk menghilangkan sesuatu, tetapi untuk menambahkan dan memperluas kebijakannya.
[irp]
“Kalau dulu hanya di bawah Rp1 miliar, kalau sekarang semua guru bebas PBB, semua veteran, purnawirawan TNI, polisi, pensiunan PNS, lalu para perintis kemerdekaan, para pahlawan nasional kemudian juga penerima bintang kehormatan dari presiden, mantan presiden, wakil presiden semua mendapatkan pembebasan PBB,” tambah Anies.
Kebijakan pembebasan PBB ini pertama kali diterapkan di era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama pada 2015. Adapun, saat ini ada 990.437 rumah dengan NJOP di bawah Rp 1 miliar yang dibebaskan pajaknya.
Memimpin Jakarta sendirian, dilakukan Anies sebagai Gubernur DKI sepeninggal Sandiaga Uno yang mendampingi Prabowo Subianto sebagai cawapresnya di Pilpres 2019. Kurang lebih 8 bulan sudah, terhitung dari Agustus 2018, Anies menata Ibu Kota tanpa seorang wakil gubernur.
Tak hanya perubahan drastis dari sisi pembangunan di perkotaan maupun birokrasi. kebijakannya di lingkungan Pemprov DKI belakangan jadi sorotan.
[irp]
Berikut sejumlah kebijakan kotroversi Anies Baswedan selama memimpin Jakarta sendiran yang menuai sorotan:
- Rotasi Ribuan Pejabat DKI
Tercatat ada sekitar 1.125 pejabat di lingkungan Pemprov DKI yang dirotasi oleh Anies, pada Senin (25/2) di halaman Balai Kota. Terdiri dari 15 pimpinan tinggi pratama atau eselon II (setingkat kepala dinas), 274 administrator atau eselon III (setingkat camat) dan 836 pengawas atau eselon IV (setingkat lurah).
- Copot Pejabat DKI Terlibat Jual Beli Jabatan
Selain rotasi jabatan, mantan Menteri Pendidikan era Presiden Jokowi ini akan mencopot pejabat Pemprov DKI Jakarta bila terbukti terlibat dalam jual beli jabatan lurah dan camat. Dia menyebut itu bentuk penyuapan jika pejabat memberikan sejumlah uang untuk mendapatkan kedudukan.
- Serahkan 500 Sertifikat Tanah
Bertempat di GOR Ciracas, Jakarta Timur, pada Kamis (18/2), Anies membagikan 500 sertifat tanah pada warga Cipayung dan Makasar. Penyerahan ini berdasarkan arahan dari program pemerintah pusat. Selain itu, sertifikat itu merupakan bentuk kepastian hukum, sehingga tak mudah diakui oleh pihak lain.
- Resmikan 3 JPO Senilai Rp 53 M
JPO Gelora Bung Karno dan JPO Bundaran Senayan, telah direvitalisasi oleh Anies. Selain menghadirkan fasilitas untuk masyarakat, Anies menyebut JPO dapat menjadi salah satu ikon Ibu Kota, pada Kamis (28/2).
Tak seperti JPO pada umumnya, dua jembatan yang baru saja diresmikan ini memiliki sejumlah kelebihan. Di antaranya memiliki lampu LED dan lampu sorot warna warni RGB, CCTV 24 jam, tong sampah, dan disertai lift yang ramah bagi wanita hamil dan penyandang disabilitas.
- Ancam Rusun dan Apartemen Bermasalah
Anies mengatakan bagi sejumlah rumah susun atau apartemen yang mangkrak dan tak juga mengikuti Peraturan Gubernur Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik akan berdampak pada terbit atau tidaknya Sertifikat Laik Fungsi bangunan atau SLF yang ada. “Nanti akan berdampak pada SLF-nya,” tegas Anies, pada Jumat (5/4). (Artha Tidar)