UMUM – Dalam upaya penanggulangan perubahan iklim, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca/emisi karbon. Terlebih lagi, perubahan iklim merupakan salah satu tantangan global yang perlu ditangani secara bersama semakin menguat baik di tingkat internasional maupun nasional dalam negeri Indonesia.
Dalam Konferensi Perubahan Iklim Conference of the Parties (COP) ke-26 yang diselenggarakan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Glasgow, Skotlandia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan optimis bahwa Indonesia akan dapat memenuhi komitmen pada tahun 2030 di dalam Paris Agreement, yaitu pengurangan emisi sebesar 29 %.
“Beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menunjukkan langkah konkret dalam hal pengendalian iklim. Laju deforestasi kita saat ini yang paling rendah selama 20 tahun, tingkat kebakaran hutan berkurang 82 persen. Indonesia juga akan melakukan restorasi sebesar 64 ribu hektare lahan mangrove. Ini sangat penting karena mangrove menyimpan karbon 3-4x lebih besar dibandingkan lahan gambut,” ujar Jokowi.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono ikut mendampingi Jokowi dalam acara CEO Forum bersama British CEO, Ministerial Talks COP26 bertajuk “Achieving Ambitious Target on GHG Emission Reduction”, pertemuan bilateral dengan Menteri Lingkungan Hidup Republik Korea Selatan, dan menjadi salahsatu pembicara dalam Asian Water Council (AWC) on Special Session “High Level Roundtable” serta menjadi pembicara dalam acara Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Inggris dan Glasgow Raya.
Basuki mengatakan, sejalan dengan komitmen Indonesia dalam menghadapi isu lingkungan, Kementerian PUPR terus ikut berkontribusi dalam pengurangan emisi karbon melalui berbagai pembangunan infrastruktur yang mengadopsi prinsip pembangunan gedung hijau (green building) dalam berbagai pembangunan infrastruktur yang dilakukan, seperti pada pembangunan pasar tradisional, stadion, dan rumah susun (rusun), serta pemanfaatan energi terbarukan dalam pengoperasian dan pemeliharaan gedung dan pengembangan manajemen infrastruktur pengelolaan sampah.
“Kami telah mengadopsi prinsip pembangunan gedung hijau (green building) melalui Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penilaian Kinerja Bangunan Gedung Hijau. Kami juga terus melakukan penigkatan sertifikasi bangunan gedung hijau dengan menugaskan pelatih dan asesor serta mengembangkan kemampuan instruktur teknis untuk evaluasi kinerja bangunan,” tegas Basuki.
Sementara di sektor persampahan, sambung Basuki, Kementerian PUPR terus mengembangkan infrastruktur pengelolaan sampah, sehingga ditargetkan kawasan perkotaan yang terlayani dapat meningkat dari 60% pada tahun 2016 menjadi 100% pada tahun 2024. “Kami juga terus melanjutkan proyek sanitasi berbasis masyarakat melalui pembangunan TPS3R yakni Tempat Pengelolaan Sampah dengan konsep Reuse, Reduce, dan Recycle di seluruh Indonesia,” kata dia.
Lebih jauh dijelaskan Basuki, Kementerian PUPR juga berupaya meminimalkan pencemaran dari pembuangan limbah domestik seperti di Sungai Citarum dengan memodernisasi pembuangan limbah dengan sistem pengelolaan gas landfill teknologi flaring seperti pemanfaatan sampah menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) di Cilacap, serta pemanfaatan sampah plastik dalam pembangunan jalan yang sudah mencapai 22,7 km pada tahun 2019-2020.
“Kami optimis dapat memberikan dukungan pengurangan emisi karbon dengan potensi sebesar 58% di sektor bangunan dan 5% di sektor limbah. Berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Fourth Assessment Report on Climate Change (2017), operasional gedung menyumbang hingga 72% emisi karbon dioksida di kawasan perkotaan. Selain itu, pembangunan gedung juga menghabiskan lebih dari sepertiga sumber daya dunia dengan menggunakan 40% dari total energi global dan 12% dari total pasokan air bersih,” ungkap dia.
Sedangkan terkait dengan adaptasi perubahan iklim, dijelaskan Basuki, Kementerian PUPR terus melanjutkan pembangunan infrastruktur untuk ketahanan air lewat pembangunan 61 bendungan dan pembangunan tanggul dan tanggul di pantai utara Jawa untuk melindungi kota-kota pesisir Jakarta, Semarang, Pekalongan, dan wilayah lainnya dari ancaman penurunan permukaan tanah dan kenaikan permukaan laut. Selain itu, Kementerian PUPR juga telah membangun Terowongan Air Nanjung di hulu DAS Citarum yang mencegah banjir di Wilayah Metropolitan Bandung dengan meningkatkan kapasitas aliran air dari 570 menjadi 650 meter kubik per detik.