Propertynbank : Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin) akhirnya membuat keputusan dengan dengan menolak proposal investasi Apple senilai USD 100 juta. Keputusan tersebut diambil setelah melalui penilaian teknokratis mendalam, dengan fokus pada empat aspek keadilan investasi.
Menurut Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, proposal investasi senilai USD 100 juuta atau sekitar Rp 1,58 triliun itu dianggap belum memenuhi aspek keadilan.
Agus mengungkapkan keempat aspek yang menjadi perhatian tersebut, Pertama perbandingan investasi Apple di Indonesia dengan negara lain. Hingga kini, Apple belum menunjukkan komitmen untuk membangun fasilitas produksi atau pabrik di Indonesia, berbeda dengan langkah mereka di negara seperti Vietnam dan India.
Kedua, menyangkut perbandingan dengan merek-merek lain yang sudah lebih dahulu menanamkan modal di sektor handphone, komputer genggam, dan tablet (HKT) di Indonesia.
Ketiga, tawaran investasi Apple dinilai belum memberikan nilai tambah yang signifikan serta penerimaan negara yang memadai. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa investasi Apple perlu disesuaikan dengan potensi keuntungan yang diperoleh dari pasar domestik Indonesia.
Keempat, berkaitan dengan penciptaan lapangan kerja. Agus menekankan bahwa investasi Apple sejauh ini belum memberikan dampak berarti dalam membuka peluang kerja bagi masyarakat Indonesia.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah merencanakan untuk mengundang Apple ke Indonesia guna membahas dua hal penting terkait komitmen investasi perusahaan teknologi asal Amerika Serikat itu. Pertama, mengenai pelunasan sisa komitmen investasi tahun 2023 sebesar USD10 juta, dan kedua, terkait proposal investasi baru senilai USD100 juta untuk periode 2024 hingga 2026 yang dianggap belum memenuhi standar keadilan.
Menanggapi penolakan investasi Apple, Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutadi berpendapat, perusahaan asal AS itu seharusnya mematuhi aturan di Indonesia. Seperti diketahui, banyak perusahaan asing yang berlomba-lomba bangun pabrik di Indonesia agar bisa menjual produknya di pasar Indonesia.
“Makanya sebenarnya tujuan dari TKDN ada fair trade. Jangan sampai kita disedot uangnya banyak, tapi mereka tidak berkontribusi kepada Indonesia. Menariknya, uang disedot dari Indonesia besar, tapi yang mendapat berkah justru Vietnam dengan bangun pabrik di sana,” kata Heru.
Dampak Penolakan
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara menyatakan, penolakan terhadap investasi Apple dapat memicu antipati dari investor asing.
“Alih-alih meningkatkan daya saing dan infrastruktur, kebijakan ini malah berpotensi memperburuk iklim investasi. Sementara itu, negara seperti Vietnam lebih kompetitif dengan perjanjian perdagangan yang spesifik,” ujar Bhima pada acara Economic Outlook 2025.
Lebih jauh dikatakan Bhima, ada beberapa kemungkinan dampak yang bisa menjadi akibat penolakan tersebut mengingat apple sebagai perusahaan teknologi global.
Pertama, Hilangnya Potensi Ekspor. Jika Apple mendirikan pabrik di Indonesia, produknya dapat diekspor ke negara-negara lain di Asia atau bahkan dunia, yang akan meningkatkan pendapatan negara melalui ekspor. Tanpa investasi Apple, peluang ini tidak akan terwujud,
Kedua, Kehilangan Kontribusi pada PDB. Investasi langsung dari Apple bisa memberikan kontribusi signifikan pada Produk Domestik Bruto (PDB) melalui peningkatan aktivitas ekonomi, baik dari sektor manufaktur, penjualan produk, maupun infrastruktur pendukung. Penolakan investasi berarti hilangnya potensi pertumbuhan ekonomi tersebut.
Ketiga, Dampak pada Inovasi dan Ekosistem Teknologi Lokal. Keberadaan Apple bisa memacu inovasi dan pengembangan ekosistem teknologi lokal, baik melalui kolaborasi dengan universitas, pelaku bisnis lokal, maupun startup.
“Penolakan investasi Apple berarti Indonesia kehilangan peluang untuk mempercepat perkembangan industri teknologi,”ujarnya.
Keempat, Hilangnya Daya Tarik sebagai Destinasi Investasi. Keputusan untuk menolak investasi dari perusahaan besar seperti Apple bisa memberikan sinyal negatif kepada investor internasional.
Bhima menyebutkan, penolakkan ini bisa menciptakan persepsi bahwa Indonesia kurang ramah terhadap investasi asing, terutama dari perusahaan teknologi global, sehingga berpotensi membuat investor lain lebih berhati-hati,
Namun, perlu dicatat bahwa dampaknya juga tergantung pada bagaimana pemerintah Indonesia mengelola investasi asing lainnya. Jika Indonesia berhasil menarik investasi serupa dari perusahaan lain yang lebih bersedia memenuhi regulasi lokal, dampak negatif ini bisa diminimalkan atau bahkan dihindari.
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, menyatakan melalui Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE), menyatakan akan segera mengirimkan surat kepada Apple untuk menjadwalkan negosiasi.
Agus menyebutkan bahwa salah satu fokus pembahasan dalam pertemuan tersebut adalah sisa komitmen investasi Apple yang belum terlunasi, yaitu sebesar 10 juta dolar AS untuk tahun 2023.
Selain itu, Kemenperin juga akan membahas proposal baru senilai 100 juta dolar AS yang dinilai belum memenuhi empat aspek yang dianggap penting dalam investasi yang berkeadilan.
Menurut Agus, pemerintah lebih mengutamakan agar Apple segera membangun fasilitas produksi atau pabrik di Indonesia. Dengan demikian, Apple tidak perlu lagi mengajukan proposal investasi setiap tiga tahun, sebagaimana ketentuan yang ada saat ini.
“Kami lebih berharap Apple segera mendirikan pabrik di Indonesia, karena ini akan memberikan kepastian dan keberlanjutan investasi,” pungkas Menperin.