
Sebagai kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya, pengembangan properti di kota Medan terus menggeliat mulai dari pusat kota hingga ke pinggiran kota. Industri properti di kota Medan tumbuh dengan pesat.
Meski belum seheboh di Jakarta, pergerakan bisnis properti di kota Medan dalam beberapa tahun terakhir tampak terus menggeliat. Pengembangan kawasan-kawasan komersial dilakukan di sejumlah lokasi yang ditandai dengan pembangunan pusat-pusat belanja modern. Pembangunan untuk hunian juga tidak kalah dengan dikembangkannya perumahan-perumahan kelas menengah hingga atas.
Bisnis properti di Medan memang terlihat ranum dan menarik untuk digarap. Dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup baik, permintaan properti di Medan tergolong tinggi. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, tak salah jika Medan diincar oleh investor, baik sebagai pengusaha maupun sebagai konsumen yang ingin berinvestasi di properti.
Menurut konsultan properti Colliers International Indonesia, Medan tergolong kota yang pertumbuhan industri propertinya sangat pesat selain Surabaya, Bandung, Pekanbaru, Balikpapan, Solo dan Yogyakarta. Sebagai ibukota Sumatera Utara, Medan merupakan commercial and business hub untuk pulau Sumatera. Tak kurang dari delapan proyek berskala multifungsi yang sedang dalam konstruksi. Proyek-proyek tersebut memiliki varian berbeda, mulai dari pusat belanja, hotel, apartemen, trade center, ruko, hingga kondominium-hotel.
”Saat ini ada anggapan, Medan itu bukan hanya sebagai ibukota Sumatera Utara tapi juga dianggap sebagai ibukotanya Aceh. Sejak dilanda tsunami dan masih gencarnya isu mengenai kelompok GAM di sana, banyak orang Aceh yang memilih Medan sebagai tempat berinvestasi. Apalagi pembangunan di Aceh itu tidak sehebat di Medan,” jelas Adi Ming E, Direktur Utama BP Group, pengembang lokal asal Medan yang sukses dengan sejumlah proyek properti di Medan dan sekitarnya.
Dengan jarak yang tidak begitu jauh, tak sedikit masyarakat Aceh yang memilih Medan sebagai tempat berlibur di akhir pekan. Mereka merupakan konsumen yang didominasi segmen kelas menengah ke atas dengan harga properti yang tergolong tinggi. Mereka datang ke Medan pada hari Jumat dan berlibur hingga hari Minggu.
Adi Ming mengaku, lebih dari 25 persen konsumen yang membeli proyek-proyek yang dikembangkan BP Group berasal dari Aceh. Umumnya mereka membeli sebagai investasi dan ada juga yang disewakan. Sisanya beragam, ada yang berasal dari Medan dan kota-kota di sekitarnya serta kota-kota lainnya termasuk Jakarta. Bagi masyarakat Aceh, investasi properti di Medan menjadi pilihan yang menarik dan menguntungkan.
Selain dari Aceh, pembeli properti di Medan juga berasal dari kota-kota sekitarnya seperti Rantau Prapat, Pematang Siantar, Tebing Tinggi dan daerah lain yang menjadi sentra perkebunan sawit di Sumatera Utara. Berbeda dengan masyarakat Aceh yang membeli properti untuk investasi, pembeli dari sekitar Medan umumnya membeli rumah untuk anaknya yang sekolah dan kuliah di Medan.
Dikembangkannya Bandara Internasional Kuala Namu Internasional yang merupakan bandara terbesar kedua setelah Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Jakarta, ikut mendorong makin menariknya kota Medan sebagai daerah untuk berinvestasi. Bandara yang bediri di atas lahan seluas sekitar 1.300 hektare itu, ditargetkan bisa menampung penumpang hingga 16 juta orang per tahun. Dan bila tiga tahapan pembangunan pada tahun 2023 selesai, maka Kualanamu mampu menampung hingga 22 juta penumpang per tahun.
Gurihnya industri properti di Medan, juga menarik minat pengembang-pengembang besar dari Jakarta untuk melebarkan sayap bisnisnya. Masih tingginya permintaan dan daya beli masyarakat untuk properti di Medan, menjadi faktor yang mendorong beberapa pengembang besar tersebut ikut menggarap bisnis properti di Medan.
Namun begitu, diluncurkannya sejumlah kebijakan perbankan yang terkait dengan industri properti beberapa waktu lalu, membuat properti di Medan sedikit mengalami perlambatan. Walaupun daya beli masyarakat sebagai user masih cukup bagus, tapi di kalangan investor sedikit mengalami penurunan karena mereka cenderung mengambil sikap wait and see.
”Tahun ini developer banyak yang menunggu dan membeli lahan untuk mulai membangun kembali tahun depan. Adanya agenda politik pemilihan presiden dan sejumlah kebijakan perbankan, membuat developer lebih berhati-hati dalam mengembangkan proyek baru,” ujar Adi Ming.
Sejumlah pengembang yang ditemui di Medan mengakui, regulasi baru yang diluncurkan oleh pemerintah terkait pembiayaan KPR, sangat mempengaruhi industri properti di Medan. Meski penjualan tetap jalan dan pembangunan tetap jalan dan pengerjaan masih on scedule, namun developer lebih banyak menahan diri untuk melakukan ekspansi.
Jika sebelumnya banyak pengembangan proyek-proyek perumahan mewah dengan segmen yang dibidik kelas atas seharga Rp 2 miliar, belakangan beberapa developer mengganti konsep dengan fokus pada pasar menengah. Dan kenyataannya, pasar untuk segmen menengah di Medan saat ini memang paling tinggi permintaannya.
”Di Medan, segmen menengah merupakan pangsa pasar yang paling besar. Harganya berkisar antara Rp 400 jt hingga Rp 700 jt. Dan kamipun di BP Groupo, memang lebih banyak menggarap peluang pasar di segmen ini. Namun, untuk pasar kelas bawah maupun kelas atas tetap digarap sesuai dengan kebutuhan,” kata Adi Ming.
Adi Ming optimis, properti di Medan akan terus menggeliat seiring dengan makin membaiknya perekonomian dan suhu politik Indonesia yang baru saja usai menggelar pesta demokrasi. Meski mengalami sedikit perlambatan pada tahun ini, ia yakin industri properti di Medan akan kembali bangkit pada tahun 2015 mendatang.
“Kita berharap kepada pemerintahan baru untuk mendukung tumbuhnya iklim properti. Karena sejak tahun 2008 properti kita mengalami penurunan karena berbagai hal. Baik itu kondisi perekonomian di negara-negara maju yang berimbas ke Indonesia, maupun regulasi atau kebijakan dari pemerintah yang ikut membuat industri properti menjadi lambat,” tukasnya.