APA KABAR – Pembaca yang budiman, meski pandemi seakan belum kelihatan beranjak dari negeri ini, kita berdoa dan berharap agar industri properti dan bisnis ikutannya kembali bergerak.
Pembatasan sejumlah aktifitas dan pengumpulan masa, membuat industri properti salah satu sektor yang paling terpukul. Tingkat kunjungan pusat belanja turun mencapai 85%. Pusat wisata dan perhotelan bahkan mencapai 95%. Transaksi penjualan apartemen dan properti komersial anjlok di angka 80%, bahkan ada yang harus berhenti sementara.
Cash flow perusahaan pengembang praktis tidak sehat. Tanpa pendapatan, perusahaan harus tetap membayar kewajiban cicilan pokok utang dan beban bunga. Belum lagi kewajiban lain untuk operasional dan membayar gaji. Kondisi ini berjalan sudah hampir setahun.
Pembaca. Setelah hampir setahun terus tertekan pandemi, industri perumahan komersial terasa mulai ada geliatnya. Jika sebelumnya transaksi perumahan rumah bersubsidi yang mendominasi pernjualan pasar properti, kini mulai terlihat permintaan terhadap properti residensial.
[irp]
Adanya relaksasi dan insentif yang digelontorkan pemerintah, adalah salah satu faktor positif penyebabnya. Kebijakan ini langsung disambut antusias oleh pengembang dan investor properti. Transaksi properti diyakini terdongkrak lewat sejumlah kebijakan dari pemerintah. Penyaluran KPR dari perbankan juga diprediksi ikut naik sejalan dengan terdongkraknya sektor properti dan perumahan. Termasuk bisnis ikutan seperti konstruksi, material building dan tukang. Sedikitnya terdapat 170 an industri terkait seperti industri baja, semen, cat, mebel, alat rumah tangga, dan lainnya, serta terdapat 350 jenis industri kecil terkait seperti industri furnitur.
Insentif berupa penghapusan pajak pertambahan nilai (PPN) setelah sebelumnya merelaksasi loan to value (LTV) ke level 100 persen atau down payment (DP) nol persen, telah menjadi harapan baru menggeliatnya industri ini. Pemerintah bahkan memberikan insentif penghapusan PPN sampai 100 persen bagi pembelian rumah serta apartemen siap huni.
Artinya, pembelian rumah tapak atau rumah susun/apartemen baru yang nilainya di bawah Rp2 miliar akan dibebaskan PPN dan pengurangan PPN rumah Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar sebesar 50 persen.
[irp]
Sejumlah pengembang yang jeli dengan cepat bereaksi menyambut momentum yang jarang terjadi ini. Apalagi pemerintah hanya memberikan waktu sampai Agustus 2021 kepada pengembang dan masyarakat untuk mengambil peluang ini. Lihatlah sejumlah baliho iklan properti di sepajang jalan tol yang beberapa waktu lalu kosong melompong, kini sudah kembali terisi. Beberapa produk properti lama dan baru, kembali diluncurkan. “Waktunya singkat, jadi kami harus cepat memanfaatkan momentum relaksasi ini,” kata beberapa pengembang senada.
Ketua Umum DPP REI, Totok Lusida dan sejumlah ketua asosiasi perusahaan pengembang lainnya berharap, agar industri lebih maksimal, pemerintah bisa memberikan tambahan relaksasi untuk sektor properti. Mulai penghapusan PPh21, pengurangan PPh Badan, Penurunan PPh final sewa dari 10 persen menjadi 5 persen, sampai penurunan PPh final transaksi dari 2,5 persen menjadi 1 persen berdasarkan nilai aktual transaksi dan bukan berdasarkan NJOP (nilai jual Obyek Pajak).
[irp]
Para Ketua Umum asosiasi pengembang ini serempak mengusulkan perpanjangan waktu yang hanya sampai Agustus 2021, bisa diteruskan sampai Desember 2021.
Pembaca, guna mengetahui lebih jauh bagaimana pengembang, perbankan serta industri lainnya melihat momentum ini, Redaksi Property&Bank menurunkannya sebagai Laporan Utama edisi ini. Momentum ini perlu dimanfaatkan secara maksimal oleh pengembang dan masyarakat. Entah kapan lagi ada pembebasan PPN beli properti.
Pemimpin Redaksi
Indra Utama
One Response