PROPERTI-Perkembangan kota Jakarta sebagai pusat bisnis dan pemerintahan di Indonesia, membuat ibukota negara itu memikul beban yang begitu berat, terutama dalam hal lalu lintas jalan. Untuk itu, pemerintah perlu mengoptimalkan fungsi Tol JORR, sebagai “sabuk” Jakarta dengan memeratakan beban lalu lintas dan intensitas tata ruang, penyokong pertumbuhan sentra ekonomi baru.
Hadirnya tol lingkar luar Jakarta atau Jakarta Outer Ring Road (Tol JORR) terbukti menjadi faktor positif penggerak pengembangan sejumlah wilayah Jakarta. Oleh karena itu, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan propinsi serta stake holder dalam menentukan arah pengembangan bisnis properti di DKI Jakarta.
“Fungsi Tol JORR, harus lebih dioptimalkan sebagai sabuknya Jakarta yang memeratakan beban lalu lintas dan intensitas kegiatan penyokong pertumbuhan sentra ekonomi baru. Untuk itu pemerintah propinsi perlu peningkatan penataan ruang sepanjang JORR,” ujar Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) DKI Jakarta Amran Nukman belum lama ini.
Dijelaskan Amran, saat ini, sepanjang JORR, sudah banyak dibangun hunian vertikal, dan perkantoran. Dibutuhkan juga fasilitas pendukung termasuk pusat ritel-ritel baru. Pemerintah propinsi diharapkan menyediakan dan memperbanyak akses tranportasi publik yang melintasi daerah sabuk Jakarta itu. Semua itu memerlukan dorongan kuat dan keseriusan pemerintah.
Untuk itu, Amran menghimbau agar pemerintah jangan jalan sendiri tanpa melibatkan stakeholder lainnya dalam mengambil keputusan. Selama ini, menurutnya, pemerintah sudah mengeluarkan aturan atau kebijakan baru tanpa berdiskusi dulu dengan pihak swasta, termasuk pengembang properti.
Selama ini, katanya, karena pemerintah tidak melibatkan stakeholder terkait, banyak keputusan atau kebijakan tata ruang yang dibuat sendiri oleh pemerintah tidak bisa atau sulit dijalankan. Jika REI dilibatkan, maka pihaknya bisa memberikan masukan. Karena pelaku lebih tahu masalah, dan bisa memberikan solusi yang lebih konstruktif bagi pembangunan Jakarta.
“Problematika Jakarta yang super kompleks membutuhkan pemecahan masalah, multidisiplin ilmu. Untuk itu dalam perencanaan dan pengisian Tata Ruang Jakarta ia meminta perlu pelibatan seluruh stakeholder terkait. Misalnya, dalam TPAK (Tim Penilai Arsitektur Kota) perlu melibatkan Asosiasi terkait seperti IAI, mewakili arsitektur, IAP dari unsur perencana kota (planologi) , MTI sebagai perwakilan masyarakat transportasi serta REI sebagai asosiasi pengembang dan stakeholder lainnya,” jelasnya.