BERITA PROPERTI – Masih tingginya kebutuhan hunian bagi ASN, TNI-Polri, membuat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) merasa terpanggil untuk menyediakannya. Data Bappenas menyebutkan, masih ada sekitar 900 ribu ASN, 275 ribu prajurit TNI dan 360 ribu anggota Polri yang belum memiliki rumah.
Pada puncak perayaan HUT ke 47 REI di Surabaya, Jawa Timur (24/3) kemarin, Ketua Umum DPP REI, Soelaeman Soemawinata mengatakan, perlu ada terobosan besar untuk mendorong percepatan pembangunan rumah bagi aparatur sipil negara (ASN), TNI dan Polri di seluruh Indonesia.
Untuk itu, kata Eman, sapaan akrab Soelaeman Soemawinata, dibutuhkan political will yang kuat dari pemerintah guna memacu semua pihak yang terkait dengan pembangunan perumahan seperti pengembang dan perbankan. Pihaknya secara khusus telah menyampaikan dukungan dan masukan kepada pemerintah melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla yang juga merupakan Ketua Tim Pengembangan Perumahan ASN, TNI dan Polri.
“REI pada awal Februari lalu diterima dan bertemu dengan Pak Wapres Jusuf Kalla untuk melaporkan berbagai persoalan di bidang properti, khususnya mengenai upaya mendukung rencana pemerintah mendorong percepatan pembangunan perumahan untuk aparatur negara baik ASN, maupun prajurit TNI/Polri,” kata Eman.
[irp]
Lebih lanjut dikatakan Eman, REI pada tahun ini menargetkan pembangunan sebanyak 430 ribu unit rumah. Kalau kebijakan khusus untuk ASN, TNI dan Polri dapat diberikan, maka sedikitnya ada tambahan permintaan sebanyak 350 ribu unit rumah dari berbagai tipe yang dapat dibangun pada 2019.
Dijelaskan Eman, beberapa usulan telah disampaikan REI kepada Wapres Jusuf Kalla. Pertama, REI mengusulkan supaya ASN, TNI dan Polri diberikan pembebasan pemeriksaan rekam jejak perbankan atau BI checking untuk mendapatkan hunian murah. Selama ini banyak calon konsumen dari ketiga instansi tersebut yang terkendala proses BI Checking. Asosiasi menilai sejauh ini resiko kredit macet yang dilakukan oleh ASN, TNI, dan Polri, tergolong kecil.
“Kami minta ada kemudahan prosedur BI checking untuk calon konsumen dari ASN, TNI dan Polri, dengan pertimbangan bahwa mereka memiliki penghasilan tetap yang kontinu diberikan setiap bulan oleh negara,” ujar Eman yang juga Presiden Federasi Realestat Dunia (FIABCI) Regional Asia-Pasifik itu.
[irp]
Eman meyakini ASN, TNI dan Polri memiliki kemampuan membayar karena gajinya dijamin dan dikeluarkan oleh negara. Pihaknya mengusulkan supaya syarat rumah subsidi wajib dihuni dihapuskan saja. Selama ini banyak ASN, TNI dan Polri tidak bisa membeli rumah di kampung halamannya karena adanya syarat rumah yang dibeli harus dihuni seperti diatur Peraturan Menteri PUPR nomor 20/PRT/M/2014. Padahal mereka selama berdinas sering berpindah-pindah domisili sesuai penugasan negara.
Kedua, harga rumah yang diperuntukkan untuk ASN, TNI dan Polri diusulkan bisa lebih mahal harganya dari rumah subsidi FLPP, yaitu pada kisaran Rp 300 juta hingga Rp 500 juta disesuaikan dengan lokasi dan minat ASN, TNI dan Polri bersangkutan.
Ketiga, karena harganya di atas batasan harga rumah FLPP, maka REI mengusulkan supaya Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk rumah ASN, TNI dan Polri tersebut hanya dikenakan terhadap selisih harga rumahnya saja.
[irp]
Menurut Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 113/PMK.03/2014 hanya rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dapat diberikan pembebasan PPN. Saat ini rumah subsidi untuk MBR berkisar antara Rp 130 juta hingga Rp 205 juta per unit. Sementara konsumen yang membeli rumah dengan harga jual di atas ketentuan tersebut dikenakan PPN sebesar 10 persen.
“Jadi kami berharap ada perpaduan antara PMK dengan harga rumah untuk ASN, TNI dan Polri,” kata alumni Jurusan Teknik Planologi Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut.
Terkait hal ini, dua minggu setelah pertemuan dengan pengurus DPP REI, Wakil Presiden Jusuf Kalla memanggil beberapa menteri kabinet kerja ke rumah dinasnya di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, untuk membahas program penyediaan rumah bagi ASN, prajurit TNI, dan anggota Polri.
[irp]
Salah satu hasil rapat tersebut antara lain memperlonggar
Peraturan Menteri (PerMen) PUPR No.26/PRT/M/2016 dan Keputusan Menteri PUPR No.552/KPS/M/2016 mengenai batasan penghasilan penerima bantuan KPR FLPP dari sebelumnya Rp 4 juta per bulan menjadi Rp 8 juta.
Dengan skema baru ini, maka ASN, TNI dan Polri dengan penghasilan maksimal Rp 8 juta per bulan juga bisa menikmati subsidi KPR FLPP. Artinya, akan ada perluasan penerima manfaat rumah bersubsidi.
Selain perubahan batas maksimum penghasilan, disepakati pula mengenai harga rumah subsidi yang dapat dibiayai FLPP dinaikkan menjadi Rp 300 juta dengan luas tanah 72 meter persegi.
“Banyak ASN, TNI dan Polri yang belum mempunyai rumah layak. Termasuk mereka yang berpenghasilan di atas Rp 4 juta selama ini tidak dapat memperoleh subsidi, padahal untuk membeli rumah non-subsidi mereka juga belum dapat menjangkaunya,” papar JK kepada wartawan, usai rapat tersebut.
[irp]
Dikatakan JK, pembangunan rumah dikerjakan oleh pengembang perumahan sesuai dengan permintaan ASN, TNI, dan Polri. Namun dengan jaminan dari pemerintah, terutama untuk mensubsidi pembiayaannya.
REI, menurut Sekretaris Jenderal DPP REI, Paulus Totok Lusida mengaku akan menunggu dulu mekanisme pelaksanaan mengenai perubahan batas maksimum penghasilan ASN, TNI dan Polri tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Khalawi Abdul Hamid yang hadir dalam gala dinner HUT REI ke 47 di Surabaya mengatakan, peraturan perumahan bagi ASN, TNI dan Polri masih dalam pembahasan. “Kita harapkan pada bulan April 2019 aturan resminya akan keluar,” tegas Khalawi. Ia juga menjanjikan dalam waktu dekat, aturan baru mengenai harga rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah segara keluar.