Property & Bank

Bank Gulung Tikar Jika Tidak Bertransformasi

gedung
Deretan perkantoran dan apartemen di Jakarta

INFO PERBANKAN – Dua pertiga (67%) bank merasa akan kehilangan pangsa pasar dalam dua tahun ke depan jika tidak melakukan transformasi digital, begitu bunyi laporan baru dari Mambu, suatu platform perbankan cloud dan The Financial Times Focus (FT Focus).

Dalam laporan FT Focus bertajuk Evolve or be extinct (Berevolusi atau tenggelam ditelan zaman), survei telah dilakukan terhadap 500 lebih pejabat perbankan senior di seluruh dunia untuk mengulik pandangan mereka tentang nasib industri perbankan saat ini dan prospeknya di masa mendatang.

Hasilnya menunjukkan urgensi perbankan dalam melakukan modernisasi produk dan layanan mereka dengan 58% responden di seluruh dunia memprediksi nasibnya bakal lenyap dalam lima hingga sepuluh tahun ke depan jika tetap mempertahankan model bisnis yang lama.

Bahkan laporan FT Focus menunjukkan bahwa transformasi digital di kawasan Asia Pasifik saat ini tertinggal  jauh dibandingkan kawasan lain. Namun demikian bank-bank di APAC terlihat telah mengambil langkah-langkah cepat untuk ‘mengejar’ ketertinggalannya dan bahkan menyalip kawasan lain di dunia dengan melecut meningkatkan investasi pada big data, machine learning dan blockchain.

Myles Bertrand, Managing Director Mambu di APAC, mengatakan penelitian ini menunjukkan diversifikasi pola pendekatan industri perbankan dalam melakukan transformasi digital. Meski jumlah bank di APAC yang mengakui bahwa strategi transformasi digital mereka sudah matang atau maju tak sampai sepertiganya, muncul kohort baru ‘pengebut’ digital yang mendobrak tren ini, merangsek maju dan memimpin di barisan terdepan.

“Para pebisnis progresif ini meretas jalan bagi praktisi industri perbankan lainnya dengan mengedepankan contoh bisnis yang mengadopsi pendekatan berorientasi pelanggan. Meskipun kuatnya komitmen dunia perbankan di APAC dalam meningkatkan investasi pada teknologi baru merupakan hal yang sangat positif dan menjadi angin segar, bank-bank di kawasan ini masih perlu mengubah pola inovasi dengan mulai menjalin kemitraan dan kolaborasi baru secara jemput bola,” kata dia.

Husni Fuad, Pemimpin Mambu di Indonesia, menambahkan tren pertumbuhan transaksi bisnis tanpa tatap muka dan non tunai di Indonesia telah melaju pesat dalam beberapa tahun terakhir, dan tren tersebut semakin terakselerasi dan intensif akibat pandemi Covid-19, dengan sistem pembayaran digital, transfer uang digital dan investasi lewat ponsel pun semakin populer.

Pelanggan perbankan, ujarnya, telah mengalami pergeseran ke solusi keuangan digital sehingga industri teknologi finansial Indonesia belakangan ini sibuk dalam memenuhi pergeseran kebutuhan tersebut.

“Seiring dengan diberlakukannya regulasi baru dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada bulan depan, kami memperkirakan pemain baru dari negara dan kawasan lain akan ramai-ramai berdatangan dan membangun kemitraan di Indonesia, dengan harapan bisa mendapatkan pangsa pasar pada negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara,” kata dia.

Kini, lanjut dia, bank-bank konvensional yang sudah mapan di Indonesia semakin membutuhkan model operasional, teknologi dan organisasi yang agile (gesita dan fleksibel) dan praktis sehingga selaras dengan strategi transformasi bisnis.

Sementara itu, Elliott Limb, Chief Customer Officer di Mambu, menyatakan selama 18 bulan terakhir dunia perbankan telah tersadarkan akan pentingnya penawaran perbankan digital yang mantap sekaligus lincah.

“Dengan 53% responden mengaku bahwa mereka berisiko kehilangan target transformasi digital, industri perbankan sudah saatnya mencermati ‘pengebut’ finansial yang memegang kendali perubahan ini. Mereka ini adalah perusahaan teknologi finansial (fintech), bank pendobrak dan pebisnis tradisional progresif yang mengedepankan layanan berorientasi tujuan dan pengalaman pelanggan yang memuaskan,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Terkini