Susi Pudjiastuti Presiden Direktur PT. Susi Air
Bisnis sewa pesawat carteran memiliki segment market yang sangat spesial dan hanya menyasar kalangan atas sebagai target marketnya. Hanya orang-orang tertentu yang menjadi klien mereka. Umumnya, para pelanggan adalah kaum ‘the have’ atau korporasi, terutama sektor pertambangan.

Siapa menyangka, jika bisnis pesawat carter di Indonesia terbang kian tinggi. Terlebih dengan semakin berkembangnya sektor pertambangan di Indonesia membuka peluang besar terhadap bisnis pesawat Carter ini.
Bahkan kini marketnya semakin meluas tidak hanya sektor pertambangan dan perkebunan. Kalangan eksekutif dan pasien rumah sakit banyak menggunakan jasa penerbangan dengan pesawat carter ini. Ada layanan yang disebut executive flight. Mereka memerlukan kecepatan dan pelayanan yang baik.
Pasar Indonesia yang empuk untuk pasar pesawat itu diakui Susi Pudjiastuti yang sejak beberapa tahun belakangan ini telah menjalankan bisnis penyewaan pesawat, dengan bendera Susi Air.
Presiden Direktur PT. Susi Air ini mengisahkan bisnis pesawat carter ini berawal dari usaha perikanan yang dikelolanya maju pesat. Jika semula dia hanya memperdagangkan ikan dan udang, Susi mulai memasarkan komoditas yang lebih berorientasi ekspor, yaitu lobster.
Dia membawa dagangannya sendiri ke Jakarta untuk ditawarkan ke berbagai restoran seafood dan diekspor. Karena permintaan luar negeri sangat besar, untuk menyediakan stok lobster Susi harus berkeliling Indonesia mencari sumber suplai lobster.
Masalah pun timbul, problem justru karena stok sangat banyak, tetapi transportasi, terutama udara, sangat terbatas. Untuk mengirim dengan kapal laut terlalu lama karena lobster bisa terancam busuk atau menurun kualitasnya.
Pada saat itulah timbul ide Susi lainnya untuk membeli sebuah pesawat. Christian von Strombeck, suaminya yang kebetulan pria bule yang berprofesi pilot pesawat carteran asal Jerman mendukungnya.
Sebuah pesawat jenis Cessna dia beli. Armada itu sangat membantunya meningkatkan produktivitas perdagangan ikannya. Nilai jual komoditi nelayan di daerah juga naik.
“Nelayan bisa mendapatkan nilai tambah. Misalnya saja, lobster di Pulau Mentawai yang tadinya hanya dijual Rp 40 ribu per kilo, setelah itu bisa dinaikkan menjadi Rp 80 ribu per kilo saat itu,” ujar Susi yang memulai bisnis perikanannya sejak tahun 1983.
Usahanya terus berkembang. Setahun kemudian dia berhasil menguasai pasar Cilacap. Tidak puas hanya berbisnis ikan laut di satu daerah, Susi mulai melirik daerah Pangandaran di pantai selatan Jawa Barat.
Ternyata di sana keberuntungan Susi datang. Usaha perikanannya maju pesat. Tak cukup hanya di Pangandaran, Susi mulai berpikir meluaskan pasarnya hingga ke kota-kota besar seperti Jakarta. Dari sekadar menyewa, dia pun lantas membeli truk dengan sistem pendingin es batu dan membawa ikan-ikan segarnya ke Jakarta.
“Tiap hari, pukul tiga sore, saya berangkat dari Pangandaran. Sampai di Jakarta tengah malam, lalu balik lagi ke Pangandaran,” ucapnya mengenang pekerjaan rutinnya yang berat pada masa lalu.
Susi mengaku, sebenarnya bisnis carter pesawat ini tidak sengaja. Bahkan tidak ada sama sekali dalam pikirannya untuk membuat Susi Air. “Semua ini berjalan secara kebetulan saja. Intinya ketika beli pesawat buat mengangkut lobster, kemudian ada Bencana Sunami di Banda Aceh kita bantu sunami mau pulang tidak diperbolehkan, justru di carter sama NGO-NGO Asing. Akhirnya saya putuskan saja bikin Plan SUSI AIR,” kisah Susi.
Ternyata permintaan transportasi sangat besar karenanya kita pun mengembangkan bisnis pesawat carter ini dan Susi Air, tambah Susi.
Saat ini, Susi Air memiliki 22 armada pesawat kecil, antara lain jenis Cessna Grand, Avanti dan Porter yang dioperasikan oleh 80 pilot, sebanyak 26 di antaranya adalah pilot asing.
Pesawat Cessna saat ini harganya Rp 20 miliar per unit. Sedang pesawat Avanti harganya bisa empat kali lebih mahal.
Maskapai Susi Air saat ini beroperasi di hampir seluruh daerah peolosok di Indonesia. Untuk mengembangkan bisnisnya ini, Susi bertekad menambah armada lagi hingga mencapai 40 unit pada akhir tahun depan dengan investasi sekitar Rp 200 miliar.
Dengan rute penerbangan sekitar 113 destinasi di seluruh Indonesia yang rutin reguler setiap hari baik perintis maupun komersial 50 unit pesawat berbagai jenis buatan Amerika dan Swiss Di antaranya adalah SUSI AIR Cessna C 208B, Grand Caravan, SUSI AIR Piaggio P 180 Avanti II, SUSI AIR Pilatus PC6-B2h4 Turbo Porter, SUSI AIR Augusta Grand A 109S , SUSI AIR Diamond DA 42.SUSI AUGUSTA A119Ke, SUSI AIR, AIR Tractor AT 802, Kebanyakan pesawat itu dioperasikan di luar Jawa seperti di Papua dan Kalimantan.
“Ada yang disewa. Namun, ada yang dioperasikan sendiri oleh Susi Air. Biasanya dipakai di daerah-daerah perbatasan oleh pemda atau swasta,” jelas wanita yang betis kanannya ditato gambar burung phoenix dengan ekor menjuntai itu.
Susi tak mematok harga sewa pesawat secara khusus. Sebab, hal itu bergantung pelayanan yang diminta pihak penyewa. Biaya sewanya pun bermacam-macam, tapi rata-rata antara USD 400 sampai USD 500 per jam.
“Kadang ada yang mau USD 600 sampai USD 700 per jam. Perusahaan minyak mau bayar USD 1.000 karena beda-beda level servis yang dituntut. Untuk keperluan terbang, semua piranti disediakan Susi Air. Pesawat, pilot, maupun bahan bakar. Jadi, itu harga nett mereka tinggal bayar,” tegasnya.