Property & Bank

Darurat Pembiayaan Perumahan Rakyat, The HUD Institute Soroti 5 Indikator Ini

Darurat Pembiayaan Perumahan Rakyat
The HUD Institute selenggarakan Fokus Group Discussion (FGD) bertema Mewujudkan Ekosistem Pembiayaan Mikro Perumahan Bagi MBR Non Formal: Konsep, Tantangan dan Agenda ke Depan

Propertynbank.com – Pekerja sektor non formal, khususnya MBR  tidak mudah dalam mengakses pembiayaan perbankan untuk memiliki rumah. Oleh karena itu, hal ini menjadi peluang bagi lembaga keuangan non bank untuk melayani MBR Non Formal.

Demikian disampaikan Direktur Pengawasan Lembaga Keuangan Khusus  Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Agus Maiyo, Fokus Group Discussion (FGD) bertema Mewujudkan Ekosistem Pembiayaan Mikro Perumahan Bagi MBR Non Formal: Konsep, Tantangan dan Agenda ke Depan, yang diselenggarakan oleh The HUD Institute, Rabu, (30/3) kemarin.

“OJK memastikan lembaga atau pihak-pihak yang terlibat dalam pembiayaan perumahan bisa memetakan resiko terhadap kredit MBR non Formal. Dengan demikian bisa dilakukan mitigasi sehingga lembaga keuangan non perbankan memiliki kepercayaan dalam menyalurkan pembiayaan kepada MBR Non Formal,” tegas Agus Maiyo.

Sementara itu, Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Heliantopo, menyebutkan sebagai salah satu entitas utama dalam ekosistem pembiayaan perumahan, SMF sampai dengan Desember 2021 sudah menyalurkan dana sebanyak Rp77,948 Triliun bagi 1,254 ribu debitur guna mendukung penyediaan, kepemilikan dan keterhunian rumah yang layak dan terjangkau.

“Langkah langkah strategis yang sudah kami lakukan bagi pekerja non formal adalah mendukung KPR program, seperti FLPP, BP2BT dan perbaikan Swadaya. Serta mendukung KPR Non program, seperti kerjasama dengan Grab Indonesia, program mikro perumahan yang bekerja sama dengan PT PNM (Persero), KPR Sewa Beli dan pembiayaan homestay,” ungkap Heliantopo.

Sedangkan Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending Division PT Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk, Mochamad Yut Penta mengusulkan beberapa program pembiayaan bagi MBR Non Formal. Menurutnya, pendataan MBR harus dilakukan oleh Pemda maupun komunitas tempat bernaung sekaligus melakukan edukasi dan pendampingan secara intensif kepada target sasaran.

“Lahan rumah disediakan oleh Pemda setempat melalui metode HPL.  Bagi MBR tanpa kemampuan mengangsur bisa diberikan bantuan BSPS untuk pembangunan rumah baru atau renovasi unit rumah yang dilengkapi dengan penyediaan lahan rumah oleh Pemda. Untuk Rusunawa pemerintah dengan pembatasan masa sewanya. Sedangkan bagi MBR dengan Kemampuan Mengangsur bisa diberikan program pembiayaan mikro perumahan,“ ujar Yut Penta.

Dikatakan Yut Penta, harus ada intervensi pendukung berupa pemberian subsidi penjaminan/asuransi dari Pemerintah atas seluruh realisasi kredit serta penangguhan pembayaran pokok KPR kepada pemerintah apabila terjadinya wanprestasi dari debitur MBR Informal.

Terkait dengan hal tersebut, Sri Hartoyo yang merupakan Penggiat Perumahan Rakyat meminta agar Pemerintah memperluas partisipasi warga dalam tahap perencanaan pemukiman perumahan swadaya, dan khususnya pada tahap desain rumah inti tumbuh.

Menurut Sri Hartoyo, perlunya skema khusus dan Pemerintah hendaknya memberikan variasi luas kavling dan luas lantai rumah inti sesuai dengan variasi kemampuan ekonomi masyarakat dan mengantisipasi kenaikan harga tanah dan bahan bangunan.

“Meskipun selama ini masyarakat telah menunjukkan kesediaan dan kemampuannya untuk membangun rumah dengan menggunakan sumber keuangan sendiri, ke depan pemerintah harus memberikan bantuan keuangan, baik dalam bentuk tunai maupun pinjaman, untuk pembelian bahan bangunan yang akan mempercepat mempercepat proses perluasan rumah inti dan akan menghindari kenaikan harga tanah, sehingga menurunkan total pengeluaran, diantaranya melalui pengembangan ekosistem penyelenggaraan perumahan swadaya dan pembiayaan perumahan mikro perumahan,” ujar Sri Hartoyo.

Darurat Pembiayaan Perumahan Rakyat

Mencermati beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti pemerintah bersama para pemangku kepentingan agar tak terjadi darurat pembiayaan perumahan rakyat, Ketua Umum The HUD Institute Zulfi Syarif Koto mengatakan, ke depan harus ada beberapa model Pembiayaan Perumahan bagi MBR non formal.

Tujuannya, kata Zulfi, supaya tercipta akses lebih luas bagi kelompok sasaran. Karena itu perlu dukungan sistem pembiayaan dan pengembangannya dalam rangka membuka akses MBR Informal – termasuk pendanaan sebagaimana mandat UU No 1 Tahun 2011, UU No 20 Tahun 2011, dan UU No 4 Tahun 2017.

“Badan Pusat Statistik memiliki data rumah tangga sesuai kelompok penghasilan. Data-data tersebut bisa digunakan sebelum membuat kebijakan bagi MBR Non Formal. The HUD Institute menilai  perlunya rumusan konsensus pembiayaan mikro perumahan bagi masyarakat MBR non formal ke depan,” tandas Zulfi.

The HUD Institute, sambung Zulfi, berharap agar yang menjadi garda terdepan soal pembiayaan bagi MBR Non Formal ini adalah BP TAPERA dengan didukung oleh SMF, SMI,  KOPERASI dan LKNB lainnya, serta Perum Perumnas sebagai pengembang perumahan rakyat. Sedangkan BTN menjadi bank khusus pembiayaan perumahan rakyat yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

“Berbagai masukan yang dihasilkan dari kegiatan FGD ini selayaknya menjadi bagian penting dalam dokumen Grand Design Housing Provision 2045 yang merupakan bagian dari National Affordable Housing Program yang digagas World Bank bersama Kementerian PUPR. The HUD Institute berharap bertepatan dengan 100 tahun Indonesia Merdeka, seluruh MBR Non Formal sudah dapat menghuni Rumah Yang Layak, Sehat dan Terjangkau,” jelas Zulfi.

Pada kesempatan tersebut, Sekretaris The HUD Institute Muhammad Joni menegaskan bahwa saat ini terjadi inkonsistensi dan kekosongan kebijakan terkait pembiayaan perumahan, khususnya bagi MBR Non Formal. Sehingga sudah saatnya harus dilakukan review kritis atas beberapa hal, agar tak terjadi darurat pembiayaan perumahan rakyat.

Pertama, lanjut Joni, terkait ekologi Pembiayaan Perumahan ke depan, kedua,  pengarusutamaan praktik dan skim pembiayaan MBR non formal di masyarakat, lalu ketiga, harus menyiapkan Peta Jalan Pembiayaan Perumahan Rakyat. Serta keempat adalah perlu melakukan review dan advokasi kebijakan yang kosong dan inkonsisten bahkan kontraproduktif untuk Pembiayaan MBR non formal.  Dan kelima pemerintah harus membentuk task force untuk menyusun Peta Jalan dan advokasi kebijakan pembiayaan perumahan rakyat, khususnya MBR non formal.

“Kelima indikator itu mesti segera diwujudkan, segera dan tuntas. Jika tidak, maka akan terjadi apa yang namanya darurat pembiayaan perumahan rakyat,” tutup Muhammad Joni.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *