BERITA PROPERTI – Memasuki semester ke-2 tahun 2018. agaknya pertumbuhan bisnis perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia cenderung mengalami peningkatan. Dimana selama periode 20-24 Agustus 2018, kondisinya naik sekitar 3,22% dari posisi 5.783,8 menjadi 5.968,75. Sedangkan untuk nilai kapitalisasi pasarnya sendiri dari Rp6.519,92 triliun menjadi Rp6.729,8 triliun.
Menariknya bisnis di pasar saham, memang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pebisnis. Terlebih ketika mereka membutuhkan tambahan dana dari masyarakat. Kondisi itupun terjadi pada sektor properti. Tidak berlebihan memang jika menariknya kondisi yang terjadi pada bisnis riil di sektor properti membawa imbas positif perkembangan bisnis di bursa sahamnya.
Kondisi itu dapat kita lihat dalam tren yang terjadi pada perkembangan saham di Bursa Efek Indonesia di bulan Agustus 2018. Secara makro, kita bisa melihat bahwa kebijakan pelonggaran uang muka KPR tidak serta merta mampu mendongkrak kinerja dari emiten di sektor properti. Karena pada saat yang bersamaan, terdapat potensi peningkatan suku bunga KPR yang ditambah dengan adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat adanya kenaikan suku bunga.
Namun sekalipun kondisi makro belum sepenuhnya membaik, serta kondisi pasar bursa untuk sektor properti belum meningkat secara signifikan. Nyatanya tetap saja ada perusahaan properti atau tepatnya pengembang yang berani melakukan IPO (Inisial Public Offering) atau menjual saham di Bursa Efek Indonesia. Ini menunjukan bahwa pelaku melihat ada celah yang bisa di capai oleh perusahan dengan mencoba mencari keuntungan dari sisi pasar saham di Indonesia.
Adalah PT.Trimitra Propertindo, Tbk yang berani mengambil resiko tersebut. Sekalipun bisa di katakan kinerja dari perusahaan tersebut bukan berasal dari perusahaan berskala besar. Namun keberanian PT. Trimitra Propertindo untuk melangkah ke pasar saham perlu juga mendapatkan apresiasi.
Dengan melihat harga saham perdana yang di tawarkan kepada public yaitu sebesar Rp390per saham. Memang perusahaan ingin mendapatkan dana segar dari public yang akan di gunakan untuk pengembangan proyek-proyek properti yang saat ini sedang dalam pengerjaannya. Jika diakumulasi dalam hitungan rupiah, tercatat ada sekitar 773,3 juta saham atau setara dengan 27,66% dari modal yang ingin didapatkan oleh perusahaan yaitu sebesar Rp301,6 miliar.
Untuk saat ini memang kita belum bisa memprediksi, apakah harga saham perdana yang di tetapkan oleh PT.Trimitra Propertindo, Tbk itu ketinggian atau justru kerendahan. Karena nyatanya saat ini jika kita bicara soal The Big Five (5) saham properti terbaik yang ada di Bursa Efek Indonesia, kondisinya tidak jauh berbeda dari waktu ke waktu.
Seperti data yang disampaikan oleh Robin Sutanto, Mandiri Sekuritas Equity Research. Dalam analisanya sekalipun tidak secara detail memperlihatkan kondisi secara fundamental. Namun dalam grafik terkini yang bisa di sampaikan. Kita bisa melihat bahwa 5 besar saham di emiten properti masih di pegang oleh perusahan besar di sektor properti.
Nama-nama seperti CTRA Ciputra Development), BSDE Bumi Serpong Damai), SMRA (Summarecon Agung), PWON (Pakuwon Jati) serta ASRI (Alam Sutera Realty) masih yang terdepan. Dengan masih dipegangya top 5 saham seperti yang terlihat diatas, ada beberapa hal yang bisa kita analisa bahwa :
1. Konsumen atau pemilik saham properti masih merasa bahwa perusahaan ini selain berasal dari perusahaan besar.
2. Juga ke-5 perusahaan itu memiliki jumlah proyek yang banyak dan bervariasi, sehingga bisa dikatakan bahwa diversifikasi yang dilakukan oleh perusahaan tersebut masih menarik sehingga mereka masih tertarik untuk memegang saham-sahamnya.
Namun kondisinya, sekalipun ke-5 perusahaan itu masuk dalam katagori pengembang besar, tetapi tren yang terjadi lanjut Robin, selama bulan Agustus ini kondisi pergerakan ke-5 saham itu berada pada level -26%. Sedangkan jika di lihat dari Index performance for Jakarta Stock Exchange Composite Index (JCI) ke-5 saham itu berada pada level -8,9% YTD.
Memang perkembangan saham di Bursa Efek Indonesia didasarkan pada 2 hal yaitu secara technical dan fundamental. Ini bisa kita lihat dari analisa technical yang diberikan oleh Robin. Bahwa performa saham-saham properti mengalami penurunan setelah bulan Juni 2018. Kondisi ini disebabkan oleh sentimen negative terhadap sektor. Dimana kenaikan suku bunga dan pelemahan demand akibat tahun pemilu di 2019, pada akhirnya menjadi ekspektasi negative pada saham-sama di bursa termasuk sektor properti.
Lalu, di bulan Juli performa terus menurun akibat results di 1H18 yang secara rata-rata dibawah ekspektasi consensus. Meskipun adanya kebijakan pelonggaran untuk sector, seperti kebijakan BI untuk tiadakan minimum DP untuk KPR, perbolehkan KPR untuk rumah inden sampai dengan 5 rumah, dan percepatkan pencairan dana pembangunan atas KPR, dan kebijakan OJK untuk menurunkan ATMR atas KPR dan perbolehkan pinjaman bank untuk pembelian lahan, pasar modal tidak berpendapat bahwa kebijakan-kebijakan tersebut akan cukup untuk menopang sector properti.
Dengan kondisi seperti ini, pertanyaanya adalah apakah saham baru seperti PT. Trimitra Propertindo, Tbk yang baru listing di bulan Agustus ini akan menerima dampak positif atau justru sebaliknya. Karena bagaimanapun juga, bisnis di sektor saham adalah bisnis yang menarik, karena konsumen bisa melihatnya dari sudut waktu jangka pendek, menengah atau panjang. Semuanya kembali pada individu dan personifikasi masing-masing pemegang saham. (Ahmad Soheh, litbang pnb)