Property & Bank

Kinerja Emiten Properti Masih Positif Meski Pandemi Masih Melanda

pasar modal
Aktifitas di pasar modal, poto by monitor.co.id

PROPERTIEmiten sektor properti masih menunjukkan kinerja positif hingga Mei 2020, meski Indonesia dilanda pandemi Covid-19. Kinerja yang baik ditunjukkan oleh data peluncuran sejumlah properti baru dan mendapatkan permintaan tinggi.

Analis Maybank Kim Eng Sekuritas, Aurellia Setiabudi mengatakan, emiten sektor properti yang menggarap pasar segmen menengah ke bawah masih mencetak peningkatan permintaan. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kepemilikan properti di Jakarta.

[irp]

Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap hanya sekitar 50% penduduk di Jakarta memiliki properti dan sisanya belum memiliki properti. “Ketika kami melihat lebih jauh lagi, kemampuan daya beli rumah tangga yang berada di Jakarta, merupakan segmen menengah ke bawah. Segmen ini hanya mampu untuk membeli properti berharga di bawah Rp 1 miliar,” ucap Aurelia, saat sesi video konferensi, Jumat (05/06/2020).

Ia mengungkapkan, sejumlah perusahaan properti meluncurkan beberapa proyek properti untuk segmen di bawah Rp 1 miliar pada Mei lalu. Proyek yang diluncurkan mendapatkan tanggapan dari konsumen yang dibuktikan dengan penjualannya mencapai 100%.

[irp]

Adanya pencapaian tersebut, lanjutnya, bakal mendorong pengembang untuk menghadirkan beberapa proyek lain pada Juni dan Juli tahun ini. “Dari sisi pengembangnya, kami merekomendasikan perseroan yang memiliki landbank berlokasi di Jakarta, untuk ditargetkan segmen menegah ke bawah,” ujarnya.

Sementara itu, untuk segmen perkantoran yang berlokasi di Jakarta, Aurellia mengatakan, masih oversupply. Namun dengan ekspektai segera dibukanya aktivitas ekonomi, oversupply ruang perkantoran kemungkinan turun. Apalagi harga rental perkantoran di Indonesia ini masih terbilang rendah, dibandingkan dengan Negara lain seperti Singapura, Malaysia dan Thailand.

[irp]

“Dengan oversupply ini, calon-calon tenant mempunyai bargaining power terhadap pemilik kantor, dan bisa dilihat saat ada tenan baru, seperti gedung di SCBD, pos biaya rentalnya lebih rendah daripada rental di gedung lama, itu karena oversupply situation,” cetusnya lagi.

Terkait WFH, kebijakan yang dilakukan pemerintah ini tidak sejalan dengan infrastruktur yang dimiliki Indonesia, salah satunya adalah dari segi koneksi internet. Kemampuan internet di dalam negeri belum seoptimal di negara-negara maju, hal ini tentunya bisa mengganggu produktivitas para pegawai yang melakukan WFH.

[irp]

Dari berbagai kondisi tersebut, Aurellia menyarankan pemodal untuk melirik saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON), PT Ciputra Development Tbk (CTRA), PT Summarecon Agung Tbk (SMRA), dan PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE). Secara rinci, dia menjelaskan bahwa Pakuwon memiliki proporsi pendapatan rental yang tinggi yakni 50% lebih, sehingga membantu perseroan untuk memiliki cash flow ke depan.

Perseroan sampai saat ini juga masih net cash, sehingga sisi kekuatan finansial sangat tinggi. Begitu juga dengan Summarecon, yang ia nilai, memiliki distribusi landbank yang sangat bagus. Hal ini terlihat dari beberapa cadangan lahan perseroan di luar Jakarta yang berlokasi di Bogor, Bandung dan Makassar.

[irp]

Potensi penjualan di ketiga kota tersebut berpotensi memperoleh hasil positif karena adanya dukungan dari infrastruktur. Lebih lanjut, Ciputra Development sampai saat ini masih akan fokus dengan pengembangan rumah tapak.

Rumah tapak menjadi salah satu yang di favoritkan oleh para pembeli. Dengan demikian, perseroan diproyeksikan bisa menyuplai perumahan dengan cepat ketika adanya permintaan. Terakhir, Bumi Serpong Damai (BSD) memiliki landbank yang luas di kawasan Serpong. Kemudian pengembangan di lokasi tersebut sudah potensial, jika dibandingkan dengan Bekasi, Bogor dan Depok. (Artha Tidar)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Terkini