Property & Bank

Kreasi Seorang Birokrat Yang Ikut Merancang Pembangunan Kota Depok

Hardiono
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok, drg. Hardiono

BIROKRAT – Mengawali karir di pemerintahan sebagai seorang dokter, Hardiono memiliki talenta dan kemampuan beradaptasi dengan baik. Kini, ia menjadi bagian terpenting dalam jajaran Pemerintah Kota Depok sebagai Sekretaris Daerah dengan perannya yang ikut menjalankan roda pemerintahan.

Meskipun mengaku yang mendorong dirinya untuk menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah ibunya, namun Hardiono merasa sangat bersyukur dengan apa yang telah dirinya raih dan capai saat ini. Sebagai seorang anak yang berbakti kepada orang tua, Hardiono mengikuti saran ibunya untuk bekerja sebagai abdi negara kala itu. Daerah Timor Timur menjadi tempat pertama ia mengabdi sebagai PNS tahun 1985-1987.

“Pertama kali bertugas di PNS, bukan di Depok tapi jauh di Timor Timur. Tapi ini merupakan tantangan bagi saya untuk memulai karir di PNS. Apalagi saya memang berasal dari Pemerintah Pusat dan SK saya dari Kementerian Kesehatan pada waktu itu. Sedangkan pendidikan kedokteran saya, adalah dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Universitas Indonesia (UI),” kenang drg. Hardiono, SpBM yang ditemui saat berbincang santai di ruangannya, kawasan perkantoran Pemerintah Kota Depok beberapa waktu lalu.

[irp]

Hardiono mengisahkan, setelah mengabdi selama dua tahun di Timor Timur, dia merasa harus meningkatkan kemampuan dan talentanya. Maka, ia memutuskan untuk melanjutkan pendidikan kedokterannya ke jenjang S2 di Fakultas Kedokteran Gigi UI, tepatnya di RSCM Salemba, Jakarta. Disini, Hardiono mengambil spesialis bedah mulut.

Selama menjalankan pendidikan itu hampir enam tahun lamanya, Hardiono keliling melakukan praktek di beberapa tempat. Diantaranya RSPAD Gatot Subroto dan RS Tangerang. Dan setelah lulus S2, ia melamar jadi dokter di RS Cipto Mangunkusumo (RSCM), namun sayang saat itu tidak ada formasinya. Justru Diklat Seksi Medis yang membutuhkan dan ia pun akhirnya masuk dan mulai dari menjadi seorang staf, lalu menjadi Kepala Seksi hingga akhirnya menjabat Kepala Instalasi. Hardiono benar-benar menjalankan karirnya dari bawah dan struktural.

Setelah beberapa lama mengabdi di rumah sakit rujukan nomor satu di Indonesia itu, Hardiono mengajukan untuk mengajukan mutasi ke tempat lain. Kali ini ia memilih RS Cisarua, Bogor dan RSUD Depok, dan dua-duanya diterima. Ia lebih memilih Depok. Namun karena RSUD Depok belum jadii, ia akhirnya ditempatkan di Dinas Kesehatan, Depok.

[irp]

“Saya pilih Depok pada saat itu karena dekat rumah. Kalau di Cisarua pasti lebih jauh sehingga kurang efektif. Di Depok saya menjadi staf sambil bekerja sebagai konsultan di tiga Puskesmas yang ada di wilayah Depok. Alhamdulillah setelah itu saya diangkat jadi Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan di Dinas Kesehatan, Depok,” ujar Hardiono.

Karir Hardiono semakin mengkilap tatkala dirinya diangkat menjadi Sekertaris Dinas hingga menjabat Kepala Dinas Kesehatan, Depok. Dan setalah menjalaninya selama 3,5 tahun, maka pada tahun 2014, Hardiono ditarik untuk bergabung ke Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Depok, hingga menjadi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP4D).

“Selama tiga tahun lebih saya ikut merancang pembangunan kota Depok dan menyiapkan proses konsep rancangan saat walikota Bapak Nur Mahmudi Ismail selesai dari jabatannya sebagai Walikota Depok periode 2011-2016. Dan saya kembali menyiapkan proses konsep rancangan saat Bapak Mohammad Idris, tepilih jadi walikota Depok periode 2016-2021,” tegas Hardiono.

[irp]

Berkat kepiawaian dan kecakapannya dalam ikut membantu walikota merancang pembangunan Depok selama dua periode, maka pada medio November 2017 lalu, Hardiono diangkat menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Depok. Di posisi paling anyar yang ia jabat hingga saat ini, Hardiono menjadi figur yang sangat dibutuhkan dalam mendampingi kepala daerah dalam menjalankan pemerintahan.

Hardiono
Hardiono paham betul apa yang diinginkan masyarakat Depok

Potensi Depok Yang Belum Banyak Digali
“Depok ini potensi terbesarnya adalah banyaknya kaum civitas akademis, banyak kaum pemikir atau pintar. Oleh karena itu, ekonomi kreatif merupakan salah satu kegiatan yang harus dikembangkan. Misalnya dengan mengembangkan ekonomi kreatif berbasis Informasi dan Teknologi (IT). Apalagi Depok sudah dicanangkan satu dari 100 kota di Indonesia yang bertransformasi menjadi smart city,” ujar Hardiono.

Melalui pengembangan tersebut, kata Hardiono, maka visi pembangunan Kota/ Kabupaten Pintar adalah terciptanya kesatuan kota yang berdaya saing dan berbasis teknologi didukung sinergi smart economy, smart people, smart government, smart mobility dan smart living. Ini selaras dengan Rancangan Akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) kota Depok Tahun 2016-2021, yang menuju Smart Healthy City, atau pelayanan kesehatan yang berbasis teknologi informasi terkini.

[irp]

Lalu yang kedua, secara geografis Depok itu memiliki 23 Setu (danau alami) yang sangat potensial untuk dijadikan kawasan pariwisata asli kota Depok. Ia akui belum semua setu dikelola oleh pemkot Depok, namun hanya melalui Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan Kelompok Kerja (Pokja). Oleh karena itu, kedepannya setu-setu ini akan dikelola oleh pemerintah kota Depok, sebagai destinasi untuk masyarakat Depok, agar tak perlu keluar Depok saat berekreasi.

“Karena belum dikelola dengan baik, maka sektor pariwisata belum memberi kontribusi besar bagi devisa pemerintah kota Depok. Apalagi infrastrukturnya saat ini masih terbatas dan ini akan terus diperbaiki. Setu-setu tersebut akan dijadikan sebagai sentra wisata. Mungkin bisa sebagai camping ground, atau pusat kuliner misalnya,” jelas Hardiono.

Lebih lanjut dijelaskan Hardiono, dokter yang lahir 27 Januari 1961, di Jakarta dan peranakan Jawa ini, setu juga dapat menjadi fungsi penyangga bagi kota Jakarta yakni penampungan air. Oleh karena itu setu tidak boleh dangkal, sehingga perawatan dan pemeliharaannya haruslah berkesinambungan, seperti dikeruk agar tidak bertumpuk dengan lumpur dan tanah. Setu menjadi wadah cadangan air bagi DKI Jakarta, karena kualitas air di kawasan Depok yang masih sangat baik. Selain itu, setu menjadi pengendalian air dan banyak run off agar air tidak masuk begitu saja ke pemukiman dan jalan.

[irp]

Sementara dibidang pemukiman, Hardiono yang sudah sangat memahami permasalahan dan solusi untuk Kota Depok ini mengatakan, saat ini semakin banyak jumlah penduduk yang tinggal di kawasan Depok dan hal ini tentu harus disesuaikan. Dengan mulai terbatasnya lahan di kota Depok, maka konsep hunian vertical housing, seperti apartemen harus terus menjadi prioritas. Apalagi, di Depok terdapat sejumlah lembaga pendidikan besar maka pasti Depok menjadi magnet dan daya tarik bagi para pendatang yang ingin meneruskan studinya. Dengan beban volume penduduk yang semakin tinggi, maka pemerintah kota Depok akan berupaya semaksimal mungkin agar lahan itu bisa digunakan seoptimal mungkin. “Jika terus dibangun landed house, maka habislah lahan terbuka hijau yang seharusnya juga penting menjadi syarat idealis sebuah kota yang baik,” kata Hardiono.

Selain itu, sambung dia, persoalan lain yang menjadi catatan dengan kepadatan penduduk ini adalah pengelolaan sampah. Kota Depok memang memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tapi kondisinya sudah maksimal. Ketinggiannya sudah maksimal, sudah mencapai 30 meter lebih. Solusinya, pemerintah kota Depok bekerjasama dengan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Lulut Nambo di kawasan Kelapa Nunggal, Bogor.

Begitu banyak hal-hal yang ada di Kota Depok yang menjadi perhatian Hardiono saat ini. Sebagai seorang Sekda, dia memang dituntut untuk mampu menginventarisir seluruh permasalahan, solusi dan kemampuan yang dimiliki Kota Depok dalam mengelola potensinya. Sosok seperti Hardiono, sangat dibutuhkan oleh Kota Depok agar terus menggeliat dan sejajar dengan kota-kota lainnya di Indonesia yang sudah lebih dulu berkembang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *