Property & Bank

Mereka yang Meroket dan Dipercaya Pasar

Pernahkah Anda melihat iklan 1 halaman penuh, full color di satu harian nasional terkemuka? Isinya bukan promosi untuk  menjelaskan kelebihan, harga, tipe unit, dll. Melainkan permintaan maaf, kepada 500 orang lebih calon konsumen yang tidak kebagian unit rumah yang mereka minati.
Kejadian itu dialami PT Sumarecon Agung Tbk.  April 2010 lalu, ketika pertama kali meluncurkan produknya di kawasan Bekasi. Sebanyak 450 unit rumah yang mereka tawarkan habis disikat pembeli, hanya dalam tempo 5 jam! Padahal menilik letaknya, perjalanan menuju lokasi betul-betul penuh “perjuangan”, akibat jalan yang macet. Maklum, waktu itu belum ada akses jembatan layangnya. Dari situ tampak bahwa rekam jejak dan nama sebuah perusahaan pengembang, sangat mempengaruhi keputusan konsumen.
Posisi Pengembang di Benak Konsumen
Majalah Property&Bank melihat,  peta persaingan industri properti nasional dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini, sangat jauh berbeda dengan masa sebelum krisis tahun 1998. Di era sebelum 1998, Indonesia hanya memiliki beberapa gelintir pengembang. Tetapi mereka menguasai ribuan hektar landbank. Sehingga dijuluki dengan pengembang-pengembang “raksasa” karena memiliki aneka ragam bisnis yang juga  padat modal, seperti pertambangan, perkebunan dan perbankan.
Tetapi sejak 2005 iklim berganti. Pelan tapi pasti beberapa pengembang baru bermunculan dari daerah. Walaupun pengembang anyar tetap bertahan. Tetapi setidaknya industri properti nasional semakin diwarnai dengan banyaknya pemain baru yang masuk.
Seiring iklim ekonomi yang semakin membaik, daya beli konsumen naik, tumbuhlah kelompok menengah yang semakin mapan dan membutuhkan rumah. Kelompok mapan tadi juga mencari ladang investasi baru guna membiakkan portfolio investasi mereka.
Gayung bersambut, tingginya demand, membuat muncul pengembang-pengembang yang pada awalnya adalah kontraktor. Bahkan beberapa mengaku menjadi pengembang dengan modal nekad. Tentu hasilnya bisa ditebak. Ada yang berhasil tetapi banyak juga yang tumbang.
Sedangkan pemain anyar semakin eksis. Lihat saja Ciputra Grup. Grup milik Begawan Properti, Ir. Ciputra ini tidak hanya menyasar pasar high end dengan rentang harga produk miliaran rupiah tetapi juga ratusan juta. Tak hanya itu, bisnis Ciputra Grup juga kian menggurita dari pentas nasional dan propinsi kini merambah sampai  ke daerah, ibukota kabupaten bahkan kecamatan. Dengan segmen harga mulai Rp 150 juta-Rp 500 jutaan. Tentu nama besar Ir. Ciputra dibenak konsumen adalah jaminan mutu dan kepercayaan.
Nama Agung Podomoro Land kini juga menjadi begitu lekat dibenak konsumen. Setiap ada proyek apartemen baru diluncurkan, banyak yang menyangka dikembangkan oleh Agung Podomoro Land. Perusahaan dibawah komando Trihatma K.Haliman ini begitu dikenal tidak hanya di ibukota, bahkan juga daerah bahkan sampai luar negeri. Agung Podomoroland yang terkenal dengan konsep back to the city-nya, sering menggempur pasar dengan aneka produk dan gimmix pemasaran yang ciamik. Lain lagi dengan Agung Sedayu Grup. Perusahaan properti yang terkenal royal beriklan hanya di layar televisi itu saban akhir pekan memasarkan beragam produknya dengan nilai jual yang wah, miliaran rupiah.
Yang tak kalah menarik adalah rencana Crown Grup, brand pengembang asal Australia yang dipimpin oleh Iwan Sunito, anak asal Pangkalan Bun, Kalimantan Tenggara. Nama yang sudah dikenal sebagai salah satu pengembang top di Sydney, Australia ini tertarik mencicipi pasar properti nasional, setelah sukses merambah pasar negeri Kangguru Australia. Melihat pangsa pasar Jakarta, Grup besutan duet Iwan dan Paul itu tampaknya dalam waktu yang tak lama lagi akan mencoba peruntungan di Jakarta. Tahap awal mereka bermaksud menjual nama besar Crown untuk bekerjasama mengembangkan proyek apartemen.
Nah, konsep-konsep promosi yang diterapkan para pengembang papan atas itu tentu berbeda satu sama lain. Yang pasti mereka membuatnya semenarik mungkin dan dilakukan dengan berulang kali sehingga tujuan akhir dari promosi tersebut, yaitu memperkenalkan serta membangun citra produk, dapat tercapai.
Mereka berusaha sebaik mungkin memasarkan produk sekaligus bertahan dari gempuran kompetitor-kompetitornya.  Price, product, place dan  promotion, tetap menjadi tools keberhasilan tampil menjadi penguasa pasar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Terkini