Propertynbank.com – Dalam Musda Apersi Banten ke V yang diselenggarakan Kamis (10/03) di Novotel Tangerang, Banten menghasilkan keputusan penting. Salah satunya adalah menetapkan kembali Safran Edi Harianto Siregar sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPD APERSI) Banten, periode 2022-2025.
“Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami, dimana pada periode pertama sebelumnya, di dua tahun terakhir ini kita terkendala dengan pandemi. Harapan kita semua semoga di periode beikut ini Apersi Banten bisa maksimal memberikan kontribusi dalam membangun rumah subsidi,” ujar Safran ditemui selepas Musda.
Safran terpilih kembali secara meyakinkan karena memang tidak ada calon yang mendaftar untuk menjadi Ketua DPD Apersi Banten. Dirinya berterimaksih kepada seluruh anggota Apersi Banten yang mempercayakan dirinya kembali memimpin.
Lebih lanjut dikatakan Safran, Banten yang berbatasan langsung dari Jakarta merupakan penyumbang pasokan rumah subsidi setelah Jawa Barat diantara provinsi lain yang tergabung di Apersi. Sebelum pandemi, kata dia, biasanya Banten berkontribusi hingga 30 ribuan unit. Namun dua tahun terakhir ini target yang dicanangkan tidak terealisasi.
“Semoga kondisi pandemi yang melandai, dan pelonggaran aturan yang ada saat ini bisa jadi momentum DPD Apersi Banten bangkit seperti sebelumnya. Untuk itu kami berharap agar pemerintah memebrikan fokusnya pada rumah subsidi yang merupoakan program pemerintah yaitu, Program Sejuta Rumah (PSR),” tegas Safran.
Peserta Musda Apersi Banten ke V Keluhkan Sejumlah Regulasi
Safran menambahkan, rumah subsidi ini memiliki pasar yang besar namun dalam perjalanannya kondisi tak terduga kadang membuat pembangunan rumah subsidi jadi melambat. Ia mencotohkan, rumah subsidi selalu berjalan bersama dengan regulasi namun kadang aturan yang ada membuat jalan pembangunan rumah subsidi malah terhambat.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal DPP Apersi, Daniel Djumali menyatakan, seperti penerbitan izin yaitu PBG (Perijinan Bangunan Gedung), sebagai ganti IMB (izin Mendirikan Bangunan), sejak 2 Agustus tahun lalu hingga sekarang belum maksimal karena hampir semua kabupaten, kotamadya belum berjalan dan belum ada peraturan perdanya.
“Ini sangat mengganggu dan menghambat pembangunan rumah subsidi dan juga rumah komersial. Karena PBG yang merupakan pengganti IMB tertunda hingga 6 bulan lebih, atau separuh dari program Sejuta Rumah Pemerintah, maka terjadi idle investasi puluhan miliar. Sektor properti dari rumah kelas bawah sampai atas memberikan kontribusi besar, selain investasi juga menggerakkan sektor lain,” tegas Daniel.
Setelah 2 tahun ini (2020 – 2021), Daniel Djumali menambahkan, tidak ada penyesuaian harga untuk rumah subsidi dan adanya kenaikan harga bahan bangunanmaka diperlukan sekali adanya penyesuaian harga jual Rumah Subsidi bagi MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah).
“Untuk itu perlu terobosan dan rileksasi serta koordinasi yang jitu guna mengurai kebuntuan masalah perijinan ini dengan adanya percepatan dan rileksasi peraturan dan regulasi. Seperti di pembiayaan KPR menurut Danil juga harus ada rileksasi kemudahan dan percepatan bagi MBR dan juga milenial,” pungkas Daniel.