
Propertynbank.com – Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) meminta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menunda Kenaikkan Tarif Air Bersih di rumah susun, mengingat kenaikkannya sangat tinggi dan tanpa didahului sosialisasi kepada warga yang ditinggal di rumah susun.
Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) P3RSI Adjit Lauhatta mengatakan, kenaikkan tarif air bersih Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya di rumah susun yang mencapai 71 persen sangat memberatkan. Dia pun menyesalkan, Pemprov DKI Jakarta dan PAM Jaya yang tidak peka terhadap konsidi kehidupan di rumah susun yang sebagian besar adalah kalangan menengah dan masyarakat berpenghasilan rendah.
”Tarif Baru Layanan Air Bersih PAM Jaya sangat memberatkan. Pasalnya, dalam tabel layanan baru yang menempatkan rumah susun sebagai apartemen yang merupakan hunian sama gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan yang tarifnya sebesar Rp.21.500 per m3,” kata Adjit dalam acara Press Coference Talk Show P3RSI, Kamis, 6 Februari 2025, di Hotel Bidaraka Jakarta.

Baca Juga : Memberatkan Masyarakat, P3RSI Tolak Rencana Pengenaan PPN Pada IPL
Adjit mengatakan, salah satu masalah utama dalam pengenaan tarif air bersih ini adalah penetapan golongan apartemen/rumah susun disamakan dengan gedung bertingkat tinggi komersial, kondominium, dan pusat perbelanjaan? Padahal fungsi dan peruntukannya berbeda.
”Rumah susun yang disebut juga apartemen itukan fungsi dan peruntukkannya adalah hunian Apartemen atau rumah susun adalah hunian, sedangkan lainnya untuk komersial. Jadi tidak adil kalau kami disamakan dengan perkantoran dan pusat perdagangan. Kami pun bayar air bersih lebih mahal dibandingkan rumah tipe besar yang ada di Pondok Indah,” kata Adjit.
Atas hal tersebut, kata Adjit, P3RSI mengusulkan, kata apartemen di rincian jenis pelanggan: gedung bertingkat tinggi komersial/apartemen/kondominium/pusat perbelanjaan, dihilangkan. Selanjutnya, gedung bertingkat yang fungsi dan peruntukkannya sebagai hunian lebih tepat digolongkan sebagai rumah susun menengah dan mewah.
Adjit juga menekankan, akibat kenaikkan tarif air bersih ini yang mencapai 71 persen, beban yang ditanggung pemilik dan penghuni rumah susun makin berat dengan kenaikan tarif air bersih dari Rp.12.550 menjadi Rp21.500. Padahal, PPPSRS dalam hal ini warga rumah susun masih menanggung perawatan instalasi air bersih di gedungnya yang mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya.
”Sangat ironis, kalau pemerintah, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta mendorong agar kalangan dan MBR tinggal di rumah susun, tapi setelah tinggal kok kami malah dikenakan tarif air bersih paling tinggi. Harusnya Pemprov DKI dan PAM Jaya peka dengan situasi ekonomi kalangan menengah dan MBR saat ini,” kata Adjit.
P3RSI Desak Kaji Ulang
Menanggapi tingginya kenaikkan tarif air bersih ini, lanjut Adjit, DPP P3RSI telah melakukan berbagai upaya, agar PAM Jaya menunda dan mengkaji ulang kenaikan tarif air bersih dan penggolongan pelanggan rumah susun di DKI Jakarta. Upaya-upaya P3RSI antara lain: melakukan audiensi dengan pihak PAM Jaya, lalu ditindaklanjuti dengan beberapa pertemuan. Namun hasilnya belum memuaskan warga rumah susun. Pihak PAM Jaya tetap bersikeras dengan keputusannya.
P3RSI juga menemui Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), membuat Laporan Masyarakat ke Balai Kota DKI Jakarta, bersurat ke Ketua DPRD DKI Jakarta, semua Fraksi di DPRD DKI Jakarta, serta bersurat ke Pj. Gubernur DKI Jakarta. Dan acara Talk Show yang dilakukan ini juga merupakan salah-satu upaya P3RSI untuk mencari solusi atas permasalahan ini.
Baca Juga : Resmikan Kantor Baru, DPD P3RSI Jawa Timur Siap Atasi Polemik Pengelolaan Rumah Susun
“Kami berharap dengan diskusi ini dapat dihasilkan kesepamahan positif dan solutif atas persoalan kenaikkan tarif air bersih di rumah susun. Kebijakan ini kami minta dapat ditunda untuk didiskusikan dahulu dengan para pemangku kepentingan, agar tidak ada kegaduhan di tengah masyarakat. Kalau ini tak didengarkan juga, warga rumah susun akan yang anggota puluhan ribu siap melakukan unjuk rasa, hingga tuntan kami didengar,” ungkap Adjit.
Adapun sebagai pembicara dalam acara yang mengangkat tema: ”Anggota P3RSI Teriak Tarif Air Bersih Rumah Susun/Apartemen Disamakan dengan Gedung Bertingkat Komersial” ini adalah Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi, Direktur Utama PAM Jaya Arief Nasrudin, anggota Komisi B DPRD Provinsi DKI Jakarta (PSI) Francine Widjojo, Akademisi Regulasi Rumah Susun Dr. M. Ilham Hermawan, S.H., M.H., Wakil Ketum Bidang Pengelolaan Property dan Township Management Mualim Wijoyo, Ketua PPPSRS Bassura City Ishak S. Lopung, dan Ketua PPPSRS Mediterania Garden Residences 1 Mangapul Pangaribuan.
Fraksi PSI Minta Ditunda
Sementara itu, Francine Widjojo meminta pihak Perumda Air Minum Jaya (PAM Jaya) menunda pemberlakuan Tarif Baru Layanan Air, terutama di rumah susun (hunian). Saat ini, kata dia, belum ada urgensi kenaikkan tarif air PAM Jaya di 2025 karena sejak tahun 2017 PAM Jaya selalu untung, tertinggi di tahun 2023 untung Rp 1,2 triliun, dan tahun 2024 membagikan dividen Rp 62 miliar ke Pemprov DKI Jakarta selaku 100 persen pemegang saham PAM Jaya tapi tingkat kebocoran air atau Non Revenue Water sejak tahun 2017 sangat tinggi, selalu berkisar 42-46%.
Selain karena banyaknya penolakan dari warga rumah susun kalangan menengah dan masyarakat berpenghasilan rendeh (MBR), dasar hukum keputusan kenaikkan tarif air bersih ini, menurut Francine masih dapat diperdebatkan.
Baca Juga : Munas P3RSI, Pemerintah Minta Pengelolaan Rusun Agar Lebih Profesional
Francine mengingatkan bahwa peraturan telah mendefinisikan air minum sebagai air yang siap diminum dan memenuhi syarat kesehatan, yaitu pada Pasal 1 angka (5) UU 17/2019 tentang Sumber Daya Air dan Pasal 1 angka (2) PP 122/2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
”Dengan banyaknya pro dan kontra yang saat ini, ditambah lagi juga dengan dasar hukumnya terutama terkait dengan tarif air minum dibandingkan dengan air bersih, seharusnya sih PAM Jaya belum bisa menerapkan kenaikan tarif tersebut dan sebaiknya ditunda dulu lah di 2025 ini,” kata Francine beberapa waktu lalu di DPRD DKI Jakarta.
Dikatakan Francine, secara aturan, sebenarnya yang bisa diterapkan PAM Jaya itu adalah kenaikkan tarif air minum, bukan air bersih. Sebab PAM Jaya itu adalah perusahaan air minum bukan air bersih. Cuma karena selama ini banyak warga Jakarta masih menikmati taraf air bersih saja.
Jadi terkait tarif itu, harusnya dibedakan antara air minum dengan air bersih. Sebenarnya, lanjut Francine, kenaikan tarif yang diatur di dalam Keputusan Gubernur 730 tahun 2024 itu kan terkait dengan tarif air minum, sehingga PAM Jaya ini seharusnya menaikkan tarif air minum terhadap pelanggan-pelanggan yang sudah menerima layanan air minum. “Informasi layanan air minum itu sudah, terutama yang sambungan pipa baru. Sudah ada beberapa, tapi belum semuanya,” tutup Francine.