BERITA PROPERTI – Kawasan Asia Tenggara, belakangan makin dilirik oleh pebisnis start up di Amerika Serikat, tepatnya Silicon Valley. Makin tingginya biaya operasional yang harus dikeluarkan pebisnis tersebut, menjadi salah satu pemicu rencana hengkangnya dari Lembah Silicon tersebut. Sementara di Asia Tenggara, investasi yang ditanamkan diyakini akan lebih murah.
Informasi tersebut disampaikan oleh jaringan televisi berbayar asal Amerika Serikat, CNBC belum lama ini. Sama halnya dengan survei yang dirilis Price Waterhouse Coopers (PWC) dan CB Insights/Money Tree. Kedua lembaga tersebut menyebutkan dana investasi di Silicon Valley turun sebesar 28 persen.
Selain melirik Singapura, kawasan lain di Asia Tenggara yang dilirik oleh pebisnis start-up tersebut adalah Bali. Kedua lokasi ini memang sudah dikenal dan banyak menjadi kunjungan bagi wisatawan internasional. Terlebih lagi, kedua lokasi tersebut, khususnya Bali, terus dibangun dan dilakukan pengembangan infrastruktur sebagai kawasan tujuan bisnis.
Konsultan properti dari Keller William Casablanca, Tony Eddy mengatakan, Bali justru mendapat tanggapan terbaik dibandingkan dengan Singapura. Ia membandingkan, biaya operasonal di tiga negara tersebut, yakni Amerika Serikat, Singapura dan Indonesia khususnya Bali. Dengan budget USD 500,000 dollar, pelaku bisnis pemula hanya mampu bertahan selama 6 bulan di Silicon Valley.
“Di Singapura, nafas mereka lebih panjang dengan budget yang sama, yaitu mencapai 9 bulan. Sedangkan di Bali, mereka bisa bertahan dua tahun plus liburan setiap hari, bonus pangsa pasar yang terus bertumbuh, infrastruktur makin baik, dan kelebihan lainnya,” ujar Tony Eddy dalam keterangan resmi kepada Propertynbank.com.
Dengan kondisi tersebut, sambung Tony Eddy, diperkirakan industri start-up akan semakin tumbuh di Pulau Bali. Peluang ini ditangkap pemerintah Indonesia dengan memberi kemudahan bagi para pelaku bisnis, khususnya para pemilik perusahaan start up. “Ini cukup menguntungkan bagi kita. Oleh karena itu pemerintah dan sektor swasta harus bersiap untuk merangkul mereka,” jelasnya.
Peluang inilah yang dilirik oleh PT Agung Panorama Propertindo (APP) dengan membangun projek CREA – The Nusadua 24/7 Resort Office di Nusadua, Bali. Perusahaan pengembang ini sebelumnya telah berhasil mengangkat projek Springhill di kawasan Kemayoran sebagai salah satu properti prestisius dio kawasan bekas bandar udara tersebut.
“Projek CREA dibangun di atas lahan seluas + 6500 m2 di dalam kawasan BTDC Nusadua Bali, dengan total luas bangunan sekitar 12,000 m2. Total kapitalisasi pasar dari projek CREA sekitar Rp 300 Milliar, dan rencananya akan selesai pada akhir tahun 2018, bersamaan dengan akan diadakannya konvensi IMF di Nusadua Bali nanti,” ujar Direktur Utama Project CREA Joseph Effendy.
Dikatakan Joseph, CREA – The Nusa Dua 24/7 Resort Office akan dilengkapi dengan Business Center & Conference Rooms dengan high speed internet, modern co-working space, art gallerry, upper class restaurants & cafes, entertainment stage, wine dan cigar bar, local and international food promenade, city check-in bagi para penumpang pesawat, banks, money changers, dan ATM center, Apple handphone &computer stores, gourmet groceries store, fashion gallery, dan lainnya. Semuanya beroperasi selama 24 jam.
“Kehadiran konsep resort office pada CREA ini melengkapi ke 6 fasilitas utama yang telah dibangun sebelumnya di dalam kawasan BTDC Nusadua Bali, yaitu Convention Center, Golf Club, Hotel Resor Internasional, Bali Collection , Theater &Museum, dan Rumah Sakit Internasional,” tegas Joseph.
0 Responses