Propertynbank: Perang dagang antara Amerika Serikat dan China kian memanas, pasca Presiden AS, Donald Trump memberlakukan tarif tinggi terhadap produk asal China, termasuk barang elektronik, baja, dan produk pertanian.
Langkah yang dilakukan Presiden Donald Trump, telah memicu perusahaan-perusahaan multinasional untuk mencari negara alternatif sebagai basis produksi dan Indonesia berada di antara kandidat utama.

Kondisi ini membuka peluang bagi indoesia untuk meningkatkan daya saing ekonomi, menarik investasi asing, dan memperkuat posisi dalam rantai pasok global.
Menurut laporan China Global South (2025), perusahaan-perusahaan global mulai merelokasi sebagian operasional mereka dari China ke Asia Tenggara untuk menghindari tarif tinggi dari AS.
Indonesia, dengan potensi pasar besar dan upaya reformasi iklim investasi lewat UU Cipta Kerja, memiliki peluang besar untuk menarik arus investasi tersebut.
Kawasan industri seperti Batang, Kendal, dan Karawang kini menjadi primadona baru bagi calon investor asing. Namun, Indonesia tetap harus bersaing dengan negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand yang juga agresif menarik investasi.
Peluang Ekspor ke AS
Seiring dengan menurunnya volume impor AS dari China, Indonesia berkesempatan mengisi kekosongan pasar, terutama untuk produk seperti furnitur, tekstil, sepatu, makanan olahan, dan elektronik ringan.
Namun, berdasarkan laporan Reuters (14 April 2025), pemerintah AS sempat menerapkan tarif sebesar 32% terhadap barang ekspor dari Indonesia, yang kini tengah ditangguhkan selama 90 hari untuk negosiasi lebih lanjut.
Sementara itu, dalam laporan terbaru Axios (April 2025), banyak perusahaan besar berupaya mendiversifikasi rantai pasok agar tidak bergantung penuh pada China. Indonesia dapat mengambil peran sebagai pemasok alternatif, terutama di bidang komponen, bahan baku, dan manufaktur perakitan.
Namun, keputusan AS untuk memperluas tarif terhadap negara-negara Asia Tenggara menjadi tantangan tersendiri. Strategi Indonesia harus cermat agar tidak terjebak dalam konflik perdagangan besar dua kekuatan ekonomi dunia tersebut.
Strategi Diplomasi
Pemerintah Indonesia pun telah mengambil langkah strategis. Berdasarkan laporan Reuters (8 April 2025), Indonesia mengumumkan konsesi perdagangan kepada AS, termasuk pengurangan tarif pada produk elektronik dan baja, sebagai upaya menjaga hubungan bilateral dan mendorong masuknya ekspor nasional ke pasar Amerika.
Langkah diplomasi ini menunjukkan pendekatan netral Indonesia di tengah konflik, sekaligus memperkuat posisi dalam percaturan ekonomi global.
Untuk memaksimalkan peluang tersebut, para ahli menyarankan Indonesia fokus pada tiga yakni penyederhanaan regulasi investasi, peningkatan kualitas SDM industri, serta pembangunan infrastruktur logistik yang efisien dan terintegrasi.
Peluang emas ini tidak datang dua kali. Di tengah gejolak ekonomi global, Indonesia bisa tampil sebagai pemenang, dengan catatan harus bisa bergerak cepat dan tepat.