BERITA PROPERTI – Properti berkonsep syariah memiliki potensi pasar yang besar, tapi sayang pemahaman dan promosi konsep ini masih kurang. Sehingga belum banyak masyarakat paham apa itu properti syariah. Padahal konsep ini sudah banyak dikembangkan sejak beberapa tahun namun masih kalah saing karena kurangnya pemahaman.
CEO Orchid Reality, Mujahid di sela-sela acara seminar yang diselenggarakan oleh Majalah Property&Bank dan Hasanah Global, yang didukung oleh IPMI beberapa waktu lalu dengan tema Booming Bisnis Property Syariah 2017 mengatakan bagi masyarakat awam, ada beberapa hal yang mesti diketahui agar dapat membedakan properti konvensional dengan syariah.
Perbedaan pertama adalah cara mengelola lahan yang akan dibangun untuk perumahan. “Perumahan syariah pasti akan mengelola lahannya sesuai dengan ayat Alquran. Sehingga jangan menjadi perusak di bumi. Jangan merusak tapi menggantikan yang tadinya kawasan tak terpakai menjadi kawasan perumahan,” ujarnya
Selain itu, properti syariah juga memerhatikan betul hak-hak tetangga dalam membangun rumah. Maksudnya, sebisa mungkin pembangunan rumah tersebut jangan sampai mengganggu tetangga. “Jadi kita minta izin dulu kepada tetangga sekitar biar jangan mengganggu. Lalu yang terakhir adalah skema pembayaran. Pasalnya, karena properti yang dianut adalah syariah, prinsip jual belinya juga harus sesuai dan berdasarkan syariah. Prinsip jual belinya sesuai dengan prinsip syariah,” kata Mujahid.
Sementara Oni Syahroni, Anggota Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebut ada lima hal yang menjadi prinsip umum properti syariah. “Pertama, bisnis properti syariah harus terhindar dari praktek-praktek yang dilarang dalam islam. Dalam konteks ini, praktek pinjaman berbunga atau transaksi yang berpotensi riba dilarang dalam seluruh tahapan,” jelas Oni.
Oleh karena itu, tidak diperkenankan menggunakan pinjaman berbunga antara pengembang dan bekerja sama dengan bank konvensional.”Sebaliknya, jika menggunakan KPR maka harus bermitra dengan bank syariah,” imbuh Oni.
Selain itu, harus terhindar dari unsur monopoli (ihtikar), yang dalam hal ini pebisnis bermain sebagai pemain tunggal, serta harus terhindar dari ketidakpastian (gharar) dalam obyek jual beli. Kemudian properti yang di jual harus ditujukan untuk kebutuhan syariah. “Ketiga, seluruh transaksi dalam tahapan-tahapan bisnis properti menggunakan skema atau akad syariah, baik itu jual beli, jual beli isisna, ijarah maudzufatu dzimah, musyarakah, dan lain-lain,” kata Oni.
Hal yang tak kalah penting yaitu dalam transaksi bisnis harus menghindari praktek suap (risywah). Sedangkan yang terakhir dalam bisnis properti yang dijalankan harus menjadi bagian dari dakwah dengan cara memenuhi kebutuhan calon pembeli seperti tempat ibadah.
Sementara, Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengingatkan properti syariah untuk berhati-hati mengenai cara pembagian keuntungan. Apalagi di tengah kondisi properti yang sedang lesu. Sebab, menurutnya ada perbedaan spirit yang diciptakan antara properti syariah dan yang biasa. Karena jika konvensional atau non syariah, akan langsung mengambil aset ketika dalam kondisi sulit.”Ada perbedaan spirit yang diciptakan rasa kenyamanan, kesetaraan, nah itu pembagiannya harus hati-hati saat di tengah properti yang terpuruk. Karena kalau konvensional kan tinggal ambil saja asetnya,” ujar Soelaeman.
Akan tetapi, lanjut Soelaeman, jika diamati secara mendalam, properti dengan pembayaran syariah justru terlihat sangat modern dibanding konvensional. Namun perlu dikemas sedemikian rupa menjadi instrumen yang lebih modern. “Syariah menjadi potensial karena adanya sistem kesetaraan, agreement. Sehingga berbeda dengan bank, syariah ini keuntungannya bisa disepakati bersama-sama,” ungkapnya.
Keuntungan yang dibagi secara bersama-sama dengan kesetaraan membuat semua elemen yang ada menjadi partner dan ini sangat menguntungkan semuanya dan sangat potensial untuk berkembang. “Buat kita para pengembang ini potensi yang bisa dipilih. Dan menjadi potensi yang besar. Instrumen pembiayaan yang paling modern. Untuk itu perlu promosi agar semua masyarakat dan pelaku pasar hingga pembiayaannya paham karena saat ini masih kurang pemahamannya,” tegas Soelaeman.