Penolakan Mahkamah Konstitusi atas gugatan pemilu presiden oleh Prabowo-Hatta menegaskan bahwa Jokowi-Jusuf Kalla sah sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI ke-7. Ini akan berdampak ke segala sektor, termasuk sektor properti. Pasar pun ancang-ancang untuk berlari kencang.
Selama pemilu, sektor properti melambat akibat para investor dan pengembang yang wait and see. Namun kondisi makro ekonomi Indonesia tidak ada yang berubah secara signifikan. Secara umum, wajah dunia bisnis properti tetap bergairah, menyediakan hunian lebih layak, merekonstruksi kota secara terus menerus.
Pemilihan presiden (Pilpres) memang telah usai beberapa waktu lalu. Meski masih menyisakan pro dan kontra, pengembang properti tetap optimistis bahwa penjualan properti akan tetap mengalami kenaikan. Setelah pilpres ini, bisnis apapun termasuk properti akan naik, tetapi hanya di kisaran 10 persen.
Corporate Secretary PT Intiland Development Tbk (DILD) Theresia Rustandi mengungkapkan, adanya gugatan yang terjadi pasca-pilpres tak membuat minat investor asing yang ingin masuk ke Indonesia menurun. Bahkan, Intiland telah melakukan survei dan mendapatkan hasil bahwa saat ini investor asing telah mulai masuk ke Indonesia.
Investor yang tadinya menahan diri, kini mulai menanamkan modalnya di pasar properti Indonesia. Para investor asing ini tidak melihat hasil angka dari calon presiden, tetapi mereka lebih melihat elektabilitas dari capresnya. Harapan mereka presiden terpilih bisa sesuai dengan ekspektasi mereka.
Pengamat properti, David Cornelis mengatakan, pada pemerintahan yang baru, setelah Oktober nanti akan ada lebih banyak lagi investasi yang masuk ke Indonesia. Hal ini lantaran adanya harapan yang lebih positif terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia: ditargetkan tumbuh hingga tujuh persen.
Nantinya, properti dan insfrastruktur akan menjadi salah satu sektor industri yang akan berkembang, di samping sektor strategis seperti maritim dan ekonomi kreatif. Bisnis properti memang termasuk salah satu bisnis yang menjanjikan. Selain bisa mendapatkan keuntungan besar, juga dipastikan akan berjalan terus mengingat dari tahun ke tahun selalu mengalami perkembangan signifikan.
Apa yang diungkapkan Pengamat properti, David Cornelis, tidak
lah berlebihan. Lihat saja hasil riset yang dilakukan konsultan properti Jones Lang Lasalle: Perkembangan pasar properti pada kuartal II-2014 secara perlahan sudah mulai mengalami peningkatan, setelah sebelumnya terus turun sejak pertengahan tahun lalu.
Kepala Riset konsultan properti Jones Lang Lasalle Anton Sitorus mengatakan, penyerapan ruang kantor, pusat perbelanjaan, dan kondominium (apartemen) pada kuartal II-2014 lebih tinggi dibandingkan kuartal sebelumnya. Untuk penyerapan ruang kantor di kawasan pusat bisnis (central business district/CBD), selama Januari-Juni mencapai 37.500 meter persegi, dengan penyerapan kuartal II tercatat 21.500 meter persegi. Namun demikian tetap masih kalah jauh dibandingkan periode sama 2013 yang mencapai 90 ribu meter persegi.
Sementara penyerapan ruang kantor di luar CBD, relatif sama dengan kuartal I-2014 di kisaran 19.600 meter persegi. Selama Januari-Juni total penyerapan 39.130 m2 per bulan, juga masih lebih kecil dibandingkan periode yang sama pada 2013.
Meski lebih rendah dari tahun lalu, penyerapan pusat perbelanjaan pada kuartal II-2014, 290 persen lebih tinggi dibandingkan kuartal I-2014. Masih rendahnya penyerapan ruang ritel melambat karena Rupiah yang terus alami pelemahan yang berpengaruh terhadap kinerja penyewa.
Sedangkan penjualan kondominium strata di kuartal II-2014 mencapai 4.000 unit, naik 15 persen dibandingkan kuartal I-2014. Pada kuartal II-2013, penjualan kondominium mencapai 4.300 unit.
Animo masyarakat untuk properti terlihat masih besar. Namun, kebanyakan investor cenderung menunggu hasil pemilihan presiden untuk berinvestasi. “Ini sebagai efek pengaruh dari pertumbuhan ekonomi yang juga melambat, serta imbas menurunnya sentimen bisnis di sebagian kalangan yang merupakan langkah antisipasi selama tahun penyelenggaraan pemilu yang baru saja selesai berlangsung,” ujar Anton, dalam paparannya kepada media, di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta.
Jones Lang memprediksi sektor properti akan kembali tumbuh mulai tahun depan. Sektor ruang kantor, perumahan dan pusat perbelanjaan yang saat ini melemah, tahun depan akan secara bertahap kembali bangkit. Pasokan ruang kantor akan bertambah, seiring banyaknya pembangunan proyek baru dan harga sewa pun bergerak naik.
Penjualan perumahan pun secara bertahap akan naik, sejalan dengan maraknya proyek cluster baru. Harga perumahan berpotensi naik di daerah-daerah yang menjadi incaran investor. Di sektor pusat perbelanjaan, permintaannya akan bergerak naik, karena banyak peritel baru dan ekspansi dari peritel lama. Meski demikian pasokannya relatif sedikit di Jakarta, akibat pembatasan pembangunan pusat perbelanjaan baru. Sementara ekspansi proyek baru di pinggiran Jakarta akan bertambah.
*Menyebar ke Daerah
Fenomena setiap hari libur, warga Jakarta berbondong-bondong berwisata ke Bandung. Jakarta sudah terlalu sesak, mereka perlu lahan yang lebih luas untuk bergerak. Kini, sudah banyak pengembang properti yang menangkap peluang ini.
Pertumbuhan kota-kota tengah seperti Cibitung, Cikarang, Karawang, Cikampek, dan Purwakarta berperan penting dalam proyek integrasi Jakarta-Bandung. Mereka membangun pusat bisnis dan hunian agar mobilitas penduduknya tak jauh dari Jakarta, namun juga tak jauh dari Bandung. Karena adanya faktor Bandung, warga Jakarta lebih suka berpindah tempat tinggal ke Timur Jakarta daripada ke Barat Jakarta.
Sekalipun tak semasif ke Timur, Jakarta pun berusaha berekspansi membagi kepadatan penduduknya ke arah Barat dan Selatan. Proyek tol lingkar luar Jakarta adalah salah satu cara efektif bagi Jakarta untuk membesarkan dirinya. JORR 1 sudah selesai, tinggal sekarang membangun JORR 2.
Karena arus urbanisasi terlalu cepat, maka sudah selayaknya dipikirkan juga jaringan tol JORR berikutnya : JORR 3,4,5. Pembangunan tol Bocimi adalah langkah tepat untuk mengantisipasi aglomerasi Jakarta sekaligus untuk lebih mengintegrasikan Jakarta-Bandung.
Perputaran uang menyebar ke daerah. Maka, para pengembang nasional pun bergerak ke pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru tersebut. Minimal di ibukota provinsi, atau second-tier city. Meningkatnya kesejahteraan warga Jakarta tentu dibarengi dengan banyaknya wisatawan yang bepergian ke daerah-daerah, khususnya daerah wisata. Sehingga, proyek properti yang dibutuhkan adalah hotel.
Kemudian, mall sebagai pusat kuliner dan cenderamata. Berikutnya, apartemen atau rumah tapak untuk para tenaga kerja di bidang wisata tersebut. Apalagi, kalau daerah wisata tersebut dekat dengan daerah penghasil minyak, gas dan bahan tambang. Tentu, mereka perlu hunian untuk jangka waktu lama, minimal untuk transit.
Salah kaprah tentang superblok, bahwa superblok haruslah mewah dan mahal. Padahal, esensi dari superblok adalah menggabungkan berbagai aktifitas masyarakat dalam satu lokasi terpadu yang mudah dijangkau dengan hanya berjalan kaki agar terjadi efisiensi gerakan (mobilitas).
Jadi, konsep superblok sama sekali tak terkait dengan unsur kemegahan. Lagipula, proyek properti mahal belum tentu efisien dari segi mobilitas. Gabungkan saja fasilitas rusunami/rusunawa, puskesmas, sekolah, pasar tradisional/modern dalam satu lokasi yang berdekatan, kurang dari 1 ha. Maka, itu sudah cukup untuk bisa disebut superblok. Pemda harus proaktif membangun superblok-superblok skala murah di kabupaten/kotamadya masing-masing.