
BERITA PROPERTI – Keterbatasan lahan menjadi kendala utama untuk penyediaan hunian yang murah di perkotaan, disamping harga lahannya sangat mahal. Oleh karena itu, pengembangan hunian vertikal seperti rumah susun sederhana milik (rusunami) bisa menjadi solusi yang tepat untuk pemenuhan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) itu.
“Kami melihat bahwa untuk penyediaan hunian bagi MBR ini, pembangunan rusunami sangat tepat dan efektif. Karena untuk membangun rusunami yang jumlahnya bisa mencapai ribuan unit, tidak membutuhkan lahan yang begitu luas, sebagaimana untuk membangun rumah tapak dengan jumlah yang banyak,” ujar Direktur Utama Synthesis Development Budi Yanto Lusli dalam diskusi bersama Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Hotel Aston Sentul City di Bogor beberapa waktu lalu.
Budi Yanto memberikan gambaran, untuk memenuhi kebutuhan rumah yang mencapai 1,2 juta unit tiap tahunnya, cukup dibangun rusunami di atas lahan sekitar 1.200 ha. Tapi, katanya, kalau jumlah tersebut dibangun untuk rumah tapak, maka dibutuhkan lahan yang lebih luas lagi, mencapai 12.000 ha setiap tahunnya.
Untuk itu, sambung Budi Yanto, guna mengatasi terus meningkatnya kebutuhan pasokan hunian, terutama bagi MBR, kebijakan untuk membangun rusunami khususnya di pulau Jawa harus lebih dioptimalkan lagi. Dengan adanya program pembangunan rusunami diharapkan mampu meminimalisasi penggunaan lahan untuk membangun hunian bagi masyarakat.
“Kini masalahnya adalah bagaimana memberikan edukasi kepada masyarakat untuk lebih terbiasa tinggal di hunian vertikal. Di negara-negara yang sudah maju, tinggal di hunian vertikal sudah menjadi budaya. Oleh karena itu, hal ini harus disosialisasikan kepada masyarakat luas, bahwa tinggal di hunian vertikal merupakan pilihan tepat ditengah makin terbatasnya lahan,” tegas Budi Yanto.
Sementara itu, sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh dalam pemenuhan kebutuhan hunian bagi masyarakat khususnya MBR, pemerintah menyatakan kesiapannya dalam hal pendanaan. Hal ini ditegaskan Direktur Keuangan Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), Dzikran Kurniawan yang juga tampil sebagai salah satu pembicara dalam diskusi tersebut.
“Pemerintah konsisten terhadap pembiayaan perumahan untuk rakyat. Terbukti pada tahun 2017 pemerintah menggelontorkan dana untuk perumahan rakyat sebesar Rp 9,7 triliun dan tahun 2018 juga diusulkan anggaran yang tidak jauh berbeda. Saat ini PPDPP sedang mengkaji pemanfaatan tanah-tanah pemerintah yang menganggur untuk dimanfaatkan bagi pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” ujar Dzikran.
Sama halnya dengan Bank BTN, yang berkomitmen untuk terus mendukung program pemerintah untuk pembangunan sejuta rumah. “Industri ini sangat menarik, saat ini kami sedang fokus dalam program untuk kredit mikro yang ditujukan untuk pekerja informal,” ungkap Direktur Bank BTN, Onie Febriarto.
Selain tiga pembicara diatas, juga hadir sebagai narasumber yakni Direktur Pemasaran, Perum Perumnas, M. Nawir dan Kadiv BPJS Ketenagakerjaan, Edy Subagio. Tak kurang dari 50 media yang tergabung dalam Forwapera hadir mengikuti diskusi yang dipandu oleh Pieter Gero, wartawan senior dari Kompas.