UMUM – Persoalan kejahatan pertanahan, seperti mafia tanah, terus mendapat perhatian besar dari masyarakat luas, terlebih setelah ada kasus yang menimpa Nirina Zubir.
Kasus ini menjadi momentum Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama para aparat penegak hukum untuk terus aktif menangani persoalan kejahatan pertanahan, serta sebagai sarana mawas diri masyarakat agar lebih menjaga tanah dan aset milik pribadi.
Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra, mengatakan sejak tahun 2017, telah digiatkan program pendaftaran tanah massal bagi masyarakat yang bernama program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Hal ini membuat perhatian masyarakat terkait hak atas tanahnya semakin kuat. “Di sisi lain, tanah memang sudah jadi komoditas yang nilainya terus naik, terlebih jika terdapat pembangunan infrastrukur di sekitarnya,” ujarnya.
Terkait alur jual beli tanah, Surya Tjandra menjelaskan bahwa memang tak dapat dipungkiri, jika kegiatan ini melibatkan banyak pihak. Mulai dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang mengeluarkan Akta Jual Beli (AJB) juga pihak kepala desa yang mengeluarkan surat keterangan tanah. “Sertipikat tanah milik Nirina ini memang asli. Hanya saja, dasar permohonannya itu yang dipalsukan. Secara prosedur dan formil terpenuhi, sedangkan kita tak bisa memeriksa kebenaran materiilnya. Namun, jika ketahuan bermasalah, tentunya hal seperti ini dapat dilakukan pembatalan,” jelas Surya Tjandra.
Kejahatan pertanahan seperti ini, tentunya senantiasa menemukan celah. Berkaca dari kasus Nirina Zubir, kejahatan ini dimulai dari orang dalam yang memalsukan segala hal yang berhubungan dengan proses balik nama hak atas tanah. “Bisa juga dari hal seperti penelantaran tanah sehingga ada pihak yang masuk dan memanfaatkan tanah,” tutur Surya Tjandra.
Bicara soal permasalahan pertanahan, Surya Tjandra berkata bahwa pihaknya tengah berusaha memperbaiki permasalahan pertanahan dari hulu hingga hilir. Wamen ATR/Waka BPN tak menampik, jika masih banyak pekerjaan rumah di tubuh Kementerian ATR/BPN yang harus dituntaskan. “Dulu, tanah tidak terdaftar secara jelas, terlebih terus berpindah-pindah kewenangannya,” kata Wamen ATR/Waka BPN.
Libatkan PPAT
Surya Tjandra berkata bahwa perlu dilakukan penyelesaian holistik yang melibatkan PPAT sebagai mitra, serta kepolisian dan kejaksaan sebagai aparat penegak hukum dan semua pihak terkait. Ia juga berujar bahwa pihaknya telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti-Mafia Tanah yang fokus memberantas praktik-praktik mafia tanah. Selain itu, Kementerian ATR/BPN juga fokus membereskan administrasi pertanahan melalui program PTSL, serta peningkatan layanan pertanahan yang dulunya manual dan saat ini tengah transisi ke bentuk digitalisasi layanan pertanahan.
“Dalam hal pelayanan publik, misalnya saat ini sudah ada Aplikasi Sentuh Tanahku, yang mana masyarakat dapat melakukan cek terhadap tanahnya. Memang sudah puluhan tahun administrasi pertanahan kita belum rapi, warisan masa lalu juga banyak, tetapi kita akan terus berkembang untuk menyelesaikan,” tutup Surya Tjandra.