
Propertynbank : Anggota DPR periode 2024-2029 tidak mendapatkan rumah jabatan (RJA) atau rumah dinas. Sebagai penggantinya, mereka akan menerima tunjangan perumahan setiap bulan. Tunjangan perumahan anggota DPR ini tertuang dalam surat Setjen DPR bernomor B/733/RT.01/09/2024.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar, menjelaskan uang tunjangan perumahan anggota DPR tersebut akan dimasukkan dalam komponen gaji anggota DPR, sehingga akan diberikan setiap bulan. Para anggota DPR juga diberikan keleluasaan dalam menggunakan tunjangan tersebut.

“Itu terserah, pokoknya masuk dalam komponen-komponen nanti, tunjangan bulanan. Mau sewa, mau beli, dia punya uang mukanya dari sendiri, atau dia punya rumah di seputar Jabodabek, itu kan hak masing-masing,” kata Indra.
Menurut dia, rumah dinas tersebut sudah dibangun sejak 1980-an. Hal ini membuat setiap hunian mengalami masalah yang terus berulang; seperti bocor hingga terjadinya air merembes pada tembok.
Selain itu, Setjen DPR juga banyak mendapat keluhan mengenai rumah dinas dalam aplikasi Perjaka atau Perawatan Rumah Jabatan Anggota Kalibata. Dalam satu hari, keluhan yang masuk sekitar 5-15 keluhan dari anggota DPR.
“Khususnya bocoran gitu ya. Nah dalam aplikasi kami keluhan yang utama sebenarnya di samping bocoran dan kerusakan plumbing dan juga saluran, macetnya saluran. Hal lain lagi yang sulit diselesaikan yaitu banyaknya tikus dan yang paling parah adalah berkaitan dengan rayap,” kata Indra saat konferensi pers di Kompleks rumah dinas DPR, Senin (7/10/2024).
Indra tak menampik perubahan kebijakan menyikapi proyeksi anggota Dewan akan pindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Menurutnya, hal itu menjadi pertimbangan, di samping sisi ekonomisnya.
“Nah, berkaitan dengan IKN saya kira di samping juga yang sudah tidak ekonomis dalam pemeliharaan rumah jabatan, saya kira salah satu pertimbangan memang ke depan karena kita juga punya proyeksi berkaitan juga dengan IKN,” tutur Indra.
Menanggapi kebijakan pemberian uang tunjangan perumahan untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2024-2029, Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menyatakan, menjadi suatu hal yang wajar jika akhirnya publik mengkritisi kebijakan tersebut.
Menurut Ujang, seharusnya para anggota dewan menempati rumah dinas yang sudah disediakan ketimbang diberikan uang tunjangan yang nilainya sekitar Rp 50 juta per bulan.
“Oleh karena itu, kalau soal etika, soal kelayakan soal rumah itu mustinya rumah itu aja yang sudah ada ditempati. Jadi, jangan mubazir. Rumah dibuat tapi tidak ditempati lalu diberikan tunjangan Rp 50 juta per bulan,” kata Ujang
Jalau sudah seperti itu, tambahnya, rakyat akan protes. Rakyat akan berbicara nyinyir karena di saat masyarakat susah, masyarakat tidak bisa makan, banyak yang kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) di mana-mana, tahu-tahu anggota dpr baru dapat tunjangan Rp 50 juta per bulan, pungkasnya.
Rasa keprihatinan juga diungkapkan eks anggota DPR dari Fraksi PKB, Yanuar Prihatin, seperti dilansir dari Pantau.com mengungkapkan jika rumah dinas anggota DPR tidak digunakan lagi, tentunya sangat mubazir. Pasalnya bangunannya masih layak untuk di huni.
Yanuar menjelaskan, kelayakan rumah dinas memang subjektif dan tergantung dari pandangan masing-masing anggota DPR.
Namun, menurutnya, selama bangunannya masih terawat, bersih, dan tertata, rumah dinas tersebut tetap nyaman untuk dihuni. “Hanya saja bagi yang terbiasa tinggal di rumah besar, tentu ukuran rumah dinas DPR terasa lebih sempit,” tambahnya.
Mengenai biaya, Yanuar yang telah menyelesaikan masa tugasnya sebagai anggota DPR per 30 September 2024 dan kini maju dalam Pilkada Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, mengatakan bahwa pengeluaran utama hanyalah token listrik yang menjadi tanggung jawab pribadi anggota DPR.
Sementara itu, perawatan bangunan, termasuk perbaikan jika terjadi kerusakan, ditanggung oleh Sekretariat Jenderal DPR.
“Kondisi tiap rumah pasti berbeda. Kalau ada yang bocor, cat pudar, air PAM bermasalah, atau toilet yang kurang maksimal, itu semua masih bisa diperbaiki,” tegas Yanuar.
Oleh karena itu, ia berpendapat, rumah dinas sebaiknya tetap digunakan dengan melakukan perbaikan jika diperlukan, daripada menambah beban anggaran negara dengan memberikan tunjangan perumahan.
Menurutnya, keputusan untuk mengganti rumah dinas dengan tunjangan justru bisa menambah beban di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sulit.
“Penggantian dengan tunjangan berarti akan menambah beban anggaran negara. Di tengah kondisi ekonomi rakyat yang sedang sulit, terasa agak kontradiktif kebijakan ini,” kata Yanuar.
Yanuar juga menyarankan, agar aset rumah dinas tersebut tetap difungsikan, bahkan jika bukan untuk anggota DPR, rumah tersebut bisa digunakan oleh instansi lain.
Sebelumnya, Hal senada juga diungkapkan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai para anggota dewan ini tak lama lagi harus pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur, mereka semestinya bertahan dengan rumah dinas yang sudah disediakan demi menghemat anggaran negara. (dbs)