Property & Bank

Tahun 2023, Kualitas Udara di Tangerang Selatan dan Bandung Raya Paling Buruk

MBR, kualitas udara
ilustrasi kawasan pemukiman di Jakarta

Propertynbank.com – Tahun 2023, isu kualitas udara yang buruk menjadi topik utama di Indonesia. Bahkan, isu polusi udara tersebut menjadi topik pertanyaan dalam debat calon presiden. Hal ini karena berbagai hal yang berkaitan dengan polusi udara berdampak besar di kehidupan masyarakat sehingga Presiden Jokowi menetapkan strategi pengendalian udara dan implementasinya.

Lalu, bagaimana dinamika kualitas udara di Indonesia pada tahun 2023 lalu? Laporan Tahunan Nafas menyebutkan, pada tahun 2022 rerata kualitas udara di jaringan sensor Nafas menunjukkan kualitas udara yang membaik dibandingkan 2021. Akan tetapi, pada tahun 2023 kualitas udara kembali memburuk sebanyak 1 µg/m³ dan mencapai angka 39 µg/m³. Apakah yang menyebabkan hal ini terjadi?

Menurut analisis dari tim Nafas, kenaikan polusi udara ini disebabkan oleh adanya fenomena El Niño dan IOD+ (Indian Ocean Dipole Positive). Gabungan kedua dinamika atmosfer ini menyebabkan cuaca panas dan kering yang membuat angin bersifat tenang dan atmosfer lebih stabil. Kondisi ini menghasilkan polutan yang terakumulasi dekat permukaan menjadi tedeteksi sebagai polusi tinggi.

Baca Juga : Kualitas Udara Makin Buruk, Ini Yang Harus Dilakukan Masyarakat

Selain dinamika atmosfer, jika dilihat dari data jaringan sensor Nafas, kondisi kualitas udara dari bulan ke bulan cenderung menunjukkan tren yang meningkat. Berbeda halnya dengan yang terjadi pada tahun 2022 yang trennya cenderung membentuk seperti bukit. Rendah di awal dan akhir tahun, serta tinggi di pertengahan tahun. Data juga menunjukkan musim kemarau yang lebih panjang pada tahun 2023.

Daerah Dengan Kualitas Udara Paling Buruk

Buruknya kualitas udara di Tangerang Selatan dan Bandung Raya membuat kedua wilayah tersebut merajai puncak polusi sepanjang 2023 lalu. Selain masih banyaknya sumber polusi di dalam dan sekitar wilayah masing-masing, adakah pengaruh lain yang menyebabkan tingginya tingkat polusi di sana?

Tangerang Selatan merupakan lokasi yang berpotensi untuk mengalami polusi tinggi. Di bagian Barat Daya Tangerang Selatan, terdapat dataran tinggi yang menghalangi angin menyebarkan polutan ke wilayah yang lain. Hal ini menyebabkan angin dari Samudra Hindia terblokade oleh dataran tinggi tersebut. Di sisi lain, apabila ada angin laut dari utara yang mendorong polusi dari DKI Jakarta ke arah Tangerang Selatan, polutan yang akan melewati Tangerang Selatan juga tertutup oleh dataran tinggi yang ada.

Baca Juga : Pinhome dan Nafas Rilis Riset Kualitas Udara di Jabodetabek

Bandung Raya, yang dikenal sebagai tempat liburan dengan angin yang segar, ternyata termasuk dalam wilayah paling berpolusi di tahun 2023. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini terjadi adalah letak geografis dan topografis Bandung Raya yang mendukung akumulasi polutan yang membuat polusi terdeteksi tinggi. Biasa disebut dengan ‘Cekungan Bandung’, kondisi topografi ini berbentuk seperti mangkuk. Bentuk yang seperti demikian membuat polutan terendap di dasar ‘mangkuk’ ini. Alhasil, angin akan sulit masuk dan polutan akan berkumpul di wilayah tersebut.

Paling Banyak Menghisap Rokok

Berpatokan pada studi dari berkeleyearth.org, Nafas memvisualisasikan kadar polusi udara di 10 daerah dengan polusi udara tertinggi dengan ekuivalen rokok. Kecamatan Serpong menapaki posisi pertama dengan ekuivalen rokok yang paling tinggi dengan angka 993 batang rokok. Terdapat juga dua wilayah di luar Jabodetabek yang masuk dalam 10 besar, yaitu Punggul dan Driyorejo yang ada di Jawa Timur.

Ini sangat mengkhawatirkan karena kita tidak bisa memilih udara yang kita hirup. Berbagai kelompok masyarakat, mulai dari anak-anak hingga lanjut usia, baik yang sehat maupun punya penyakit bawaan, menghirup udara kotor yang sama.

Penuh Dengan Udara Tidak Sehat

Selama 2023, periode udara tidak sehat untuk kelompok sensitif mendominasi kondisi kualitas udara di berbagai daerah. Udara dengan standar yang sehat hanya bisa dinikmati di bulan Januari hingga April 2023 saja. Variasi tingkat polusi di setiap bulannya juga berubah-ubah karena peristiwa hujan, angin, dan kondisi inversi. Inversi adalah kondisi saat udara hangat terperangkap di atas udara dingin dan mengakibatkan akumulasi polusi udara di permukaan.

Baca Juga : Upaya Kurangi Polusi Metland Canangkan Penanaman 30Ribu Pohon

Jika diambil reratanya, wilayah Jabodetabek memiliki lebih dari 200 hari udara tidak sehat, baik untuk umum maupun kelompok sensitif. DKI menjadi wilayah yang paling sedikit memiliki periode polusi tinggi, yakni sebanyak 4.938 jam atau setara 206 hari. Meskipun begitu, hal ini bukan sebuah prestasi karena masih menunjukkan dominasi kualitas udara tidak sehat selama tahun 2023.

Letak DKI Jakarta cukup strategis karena dekat dengan laut, sehingga angin skala besar bisa lewat dengan lebih mudah dibandingkan wilayah lainnya. Terutama, daerah pesisir seperti Jakarta Utara.

Angin skala besar yang dimaksud di sini adalah monsun Asia dari Barat dan monsun Australia dari Timur. Dengan adanya angin monsun ini, persebaran polusi akan lebih mudah terjadi.

Sebagai penutup, tahun 2023 adalah tahun yang memperlihatkan kompleksitas dinamika udara di Indonesia. Dengan peningkatan polusi udara yang disebabkan oleh fenomena El Niño dan IOD+, tantangan untuk menjaga kualitas udara menjadi semakin mendesak.

“Mari kita terus memantau dan mendukung langkah-langkah yang diambil untuk meningkatkan kualitas udara. Tahun-tahun mendatang diharapkan membawa perubahan yang lebih baik, di mana setiap orang dapat bernafas dengan lega tanpa khawatir akan dampak polusi udara,” jelas tim Nafas dalam laporan tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Terkini