Propertynbank.com – Sepanjang tahun 2023, perekonomian global dihadapkan pada sejumlah tantangan yang signifikan. Ketidakpastian ini terutama muncul akibat konflik geopolitik, seperti perang Rusia dan Ukraina dan perang antara Palestina dan Israel. Di samping itu, dampak El Nino yang berkepanjangan juga menimbulkan gangguan dalam sisi suplai dan produktivitas komoditas pangan, yang kemudian memberikan tekanan terhadap tingkat inflasi.
Akibat kondisi tersebut, banyak bank sentral di berbagai negara memilih untuk menjaga suku bunga tinggi guna mengatasi likuiditas global yang terbatas, yang pada akhirnya memberikan dampak terhadap tekanan suku bunga dan nilai tukar, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Tingginya tingkat suku bunga global telah mempersempit ruang lingkup kebijakan pemulihan ekonomi di sejumlah besar negara. Mengutip dari Berita Indonesia, Proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini mengalami penurunan yang signifikan, turun ke angka 3,0% YoY dari 3,5% pada tahun sebelumnya. Pada bulan November 2023, indikator PMI Manufaktur global menunjukkan adanya kontraksi yang masih berlanjut, mencapai level 49,3.
Baca Juga : Meskipun Tahun Politik, Ekonomi Indonesia Diprediksi Tumbuh 5,5% di 2024
Mayoritas negara di dunia mengalami kondisi kontraksi, termasuk AS, negara-negara Eropa, dan Jepang. Namun, di sisi lain, beberapa negara seperti Indonesia, India, dan China masih mengalami ekspansi ekonomi. Meskipun begitu, perlambatan ekonomi di China memiliki dampak besar terhadap pemulihan perekonomian global.
China saat ini menghadapi krisis di sektor properti yang memiliki peran penting, menyumbang sekitar 30% dari total perekonomiannya. Tidak hanya itu, China juga terlibat dalam perang dagang dengan AS, yang memberikan tekanan tambahan melalui penurunan investasi langsung asing, terutama pada sektor komoditas berbasis teknologi tinggi.
Tidak hanya China, Amerika Serikat (AS) juga sedang menghadapi tantangan internal seiring dengan melemahnya perekonomian global khususnya Eropa. Keadaan fiskal AS tertekan oleh tingkat utang yang tinggi, sementara pendapatan negara belum pulih sepenuhnya.
Situasi ini mendorong AS untuk menerbitkan surat utang dalam jumlah besar, yang mengakibatkan arus masuk modal ke AS dan menimbulkan tekanan terhadap nilai tukar dan yield surat berharga negara-negara Berkembang. Ekonomi Eropa, khususnya Jerman, juga menunjukkan tren pelemahan yang berkelanjutan, bahkan telah mengalami kontraksi ekonomi.
Meskipun begitu, di tengah ketidakpastian dan pelemahan perekonomian global, perekonomian Indonesia menunjukkan ketahanan yang cukup baik. Pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2023 mencapai 4,94% (YoY), sementara pertumbuhan hingga kuartal tersebut mencapai 5,05%. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mampu mempertahankan ketahanan ekonominya meskipun dihadapkan pada gejolak perekonomian global.
Kelola APBN Dalam Perekonomian Global
Sebagai landasan utama dalam mengelola keuangan pemerintah daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) memiliki peran sentral dalam menentukan arah pembangunan suatu wilayah. Tahun 2023 menjadi tahun krusial, di mana kinerja APBD menjadi sorotan utama untuk mengevaluasi keberhasilan pemerintah daerah dalam mengelola sumber daya finansialnya.
Dalam perkembangan perekonomian global yang dinamis, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun 2023 menunjukkan kinerja yang solid dan dapat dipercaya. APBN di tahun tersebut dioptimalkan sebagai alat untuk merespons gejolak ekonomi.
Baca Juga : Grant Thornton : Pertumbuhan Ekonomi 2023 Cukup Positif
Selain itu, APBN tahun 2023 berhasil memainkan peran krusial dalam mendukung agenda pembangunan dan menjaga stabilitas ekonomi, sambil melindungi daya beli masyarakat miskin dan rentan, semuanya dilakukan dengan menjaga keberlanjutan fiskal dan menyiapkan fondasi yang tangguh untuk menghadapi dinamika perekonomian di tahun 2024.
Secara singkat, pelaksanaan APBN 2023 mencapai prestasi positif. Pertama, pendapatan negara berhasil mencapai Rp2.774,3 triliun, melampaui target yang ditetapkan (112,6% dari APBN atau 105,2% dari Perpres 75). Hal ini terjadi di tengah gejolak perekonomian global dan moderasi harga komoditas.
Kedua, penerimaan perpajakan mencapai Rp2.155,4 triliun, melampaui target dengan pertumbuhan positif sebesar 5,9% YoY. Pemulihan aktivitas ekonomi yang semakin kuat dan hasil dari reformasi perpajakan menjadi pendorong utama, sehingga rasio perpajakan mencapai 10,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Ketiga, kinerja Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) meningkat signifikan mencapai Rp605,9 triliun, terutama didukung oleh volatilitas harga komoditas, kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan inovasi layanan.
Keempat, belanja negara berhasil terserap secara optimal mencapai Rp3.121,9 triliun atau setara dengan 102% dari pagu APBN. Hal ini mampu menopang aktivitas ekonomi, melindungi daya beli masyarakat, dan mendukung berbagai agenda pembangunan seperti penurunan stunting, pengentasan kemiskinan ekstrem, mitigasi dampak El Nino, persiapan Pemilu, pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (IKN), dan infrastruktur prioritas.
Baca Juga : Optimis Ekonomi 2023 Meningkat, La Palma Grande Lanjut Pembangunan
Kelima, realisasi Transfer ke Daerah mencapai Rp881,3 triliun, terutama untuk mendukung penguatan perekonomian daerah, peningkatan kualitas layanan publik, serta peningkatan kemandirian, termasuk pembayaran kurang bayar Dana Bagi Hasil (DBH).
Keenam, primary balance mencatatkan angka positif sebesar Rp92,2 triliun, menunjukkan performa positif sejak tahun 2012. Ketujuh, defisit yang terkendali mencapai Rp347,6 triliun atau setara dengan 1,65% dari PDB, jauh lebih rendah dari target APBN sebesar Rp598,2 triliun (2,84% dari PDB) atau target Perpres 75 sebesar Rp479,9 triliun (2,27% dari PDB). Dengan demikian, risiko utang tetap terjaga dalam batas yang dapat dikelola.
Kedelapan, pembiayaan investasi mencapai Rp90,1 triliun, terutama digunakan untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur, peningkatan akses pembiayaan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dukungan untuk Proyek Strategis Nasional (PSN), dan penguatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Kesembilan, kinerja positif APBN tahun 2023 juga berhasil menyusun buffer yang memadai, membantu menopang pelaksanaan APBN di tahun 2024. Dengan hal positif ini, APBN 2023 tidak hanya menjadi instrumen pengelolaan keuangan negara yang efektif, tetapi juga menjadi fondasi yang kuat untuk menghadapi tantangan dan dinamika perekonomian global yang mungkin terjadi di masa mendatang. (Nabilla Chika Putri)