Propertynbank : Di era digitalisasi dan otomatisasi, banyak sektor industri yang mulai mengadopsi teknologi baru. Sektor-sektor seperti manufaktur, konstruksi, serta energi kini semakin bergantung pada mesin otomatis dan teknologi canggih yang mengubah cara kerja serta meningkatkan efisiensi.
Meski teknologi tersebut mampu meningkatkan produktivitas, tetapi potensi kecelakaan yang melibatkan peralatan otomatis, pengoperasian jarak jauh, dan interaksi antara pekerja dan mesin canggih, memerlukan pendekatan perlindungan yang lebih adaptif dan komprehensif. Kemajuan teknologi ini tentunya juga membawa resiko baru yang tidak dapat sepenuhnya diantisipasi oleh peraturan keselamatan kerja yang ada.
Ketua Komisi 2 Dewan Keselamatan Kesehatan Kerja Nasional (DK3N), Subkhan, ST, MPSDA, IPU, AseanEng., mengatakan bahwa ketika urjensitas Prolegnas revisi Undang-Undang 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja adalah sudah sangat dinamisnya kondisi global saat ini.
Apalagi dengan perkembangan digitalisasi saat ini, dimana penggunaan mesin dan teknologi tenaga nuklir, maka semakin banyak jumlah tenaga kerja yang harus di lindungi. Karena itu sudah sangat diperlukan adanya usulan revisi, dari undang-udang tersebut.
Subkhan menambahkan, setidaknya ada 3 hal yang perlu di revisi, yakni Sustainability, Modernisasi, Standarisasi (SMS) perubahan untuk tujuan beyond K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Lebih jauh Subkhan menjelaskan, pertama yakni Sustainaibility. Sustainability K3 yaitu peran K3 yang tidak lagi hanya lost control prevention, tidak hanya mengurangi HSSE hazard, namun juga sudah menjadi instrumen penting untuk keberlangsungan bisnis, syarat investasi dan kepercayaan ekosistem usaha domestik dan pasar global.
“K3 sudah menjadi item penting dalam implementasi dan rating ESG (Environmental, Social, Governance) untuk pemenuhan global dan green bond, dan lainnya,” jelasnya.
Selanjutnya yakni M alias Modernisasi K3, dimana k3 harus lebih lincah, lebih adaptif terhadap tantangan global saat ini dan resiliensi dimasa yang akan datang. “K3 sekarang harus dikelola berdampingan dengan digitalisasi, bahkan harus bisa mengoptimalkan kemajuan IT dalam penerapan K3,” tuturnya.
Subkhan menambahkan peralatan dan metode implementasi K3 saat ini juga disesuaikan dengan digitalisasi, sebagai contoh audit, safety patrol, HSE CEO Talk bisa dilakukan secara virtual drone kamera sehingga efektif efisien dan menyentuh semua titik bahkan yang remote area sekalipun, pengawasan K3 bisa menggunakan kamera-kamera CCTV yang diintegrasi dengan AI atau bahkan di scope manufatur bisa menggunakan robotic, pelatihan dan sertifikasi pengembangan kompetensi lain-lain K3 juga bisa dengan digital learning.
Selanjutnya yakni S= Standarisasi K3, yaitu bagaimana aturan K3 sektoral dilintas sektor dipayungi dengan standar yang sama, standarisasi biaya K3 yang terkuantifikasi dalam bentuk biaya atau range, standar kompetensi, carier path petugas K3 dan safety leadership K3, standar pendidikan K3 maupun tata kelola K3 yang sudah harus terintegrasi dengan semua proses bisnis, tidak di nomorduakan apalagi dikesampingkan.
“Kami juga berharap dengan adanya bincang-bincang K3 lintas sektor, lintas keahlian dan lintas generasi ini juga bisa meningkatkan partisipasi K3 yang lebih baik, makin cinta K3, makin guyub dan gotong royong K3, media makin “galak” menyuarakan K3, dunia pendidikan semakin bergeliat dan industri semakin patuh dan employee menjalankan K3 sebagai satu sistem nilai dan daya saing usaha, tidak lagi sekadar kewajiban pemenuhan regulasi semata,” tuturnya.
Literasi K3 Untuk Media
Sementara itu, Ir.H.Indra Utama, M.PWK Pembina Ikatan Manajer Real Estate Indonesia (IMRE) mengungkapkan, bahwa penerapan K3 juga memiliki peran besar dalam dunia manajemen bangunan. Dalam hal ini, K3 bisa mencegah potensi kebangkrutan atau ancaman sanksi hukum jika tidak diterapkan dengan baik.
Indra mencontohkan, kegagalan dalam uji reksa lift dan eskalator dapat merusak reputasi dan menambah biaya energi. Namun, jika K3 dijalankan dengan baik dan konsisten, hal ini dapat meningkatkan nilai dan daya saing bisnis, membuka peluang untuk repeat order, serta menjadikan perusahaan sebagai role model bagi usaha sejenis lainnya.
Indra Utama yang juga Wakil Ketua Bidang Pendidikan, PWI Jaya mengungkapkan pentingnya literasi khusus bagi media untuk memahami esensi dari K3, sehingga mereka dapat menyuarakan pentingnya penerapan K3 secara lebih efektif dan menyeluruh kepada publik.
“Revisi UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja memang menjadi langkah besar dalam memperkuat perlindungan terhadap tenaga kerja Indonesia, terlebih di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan digitalisasi saat ini,” pungkasnya.