NASIONAL – Program Sejuta Rumah dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP), penyaluran dana rumah subsidi melalui FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) yang telah berakhir pada 31 Oktober 2021 lalu, sebesar 19,57 triliun untuk rumah sebanyak 178.728 unit.
Dari jumlah tersebut, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) menyumbang sebanyak 60 persen yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun, kontribusi terbesar datang dari anggota Apersi yang berada di Jawa Barat.
“Ini prestasi dan patut kita syukuri bersama karena kondisi pandemi yang hampir 2 tahun ini ternyata berhasil kita melewatinya. Ini artinya, Apersi berkontribusi besar dalam mengerakkan perekonomian,” ujar Junaidi Abdillah, Ketua Umum DPP Apersi yang menyebutkan pembangunan properti memberikan efek domino bagi perekonomian.
Namun, sambung Junaidi, dibalik kesuksesan Apersi memberikan kontribusi terhadap program rumah rakyat itu, dirinya dan anggota Apersi pada umumnya mulai gelisah, karena ada ganjalan terkait pembangunan rumah subsidi dan juga rumah non subsidi. Ia menegaskan akan ada kondisi stagnasi, bahkan sudah terjadi kemandekan pasokan pembangunan rumah.
“Ini sudah terjadi, dan bisa saja tahun depan akan mandek atau macet tak ada pembangunan karena ada salah satu aturan dari Undang Undang Cipta Kerja (UU CK), peralihan dari Izin Membangun Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) ternyata belum bisa jalan,” sambung Junaidi.
Menurutnya PBG ini, amanat UU CK dan otomatis IMB itu gugur, sayangnya saat ini pemerintah daerah belum siap dan tidak sejalan dengan pusat, “Perda-nya belum ada. Hasilnya banyak anggota kita yang proyeknya tertunda,” tegas Junaidi yang menjelaskan bahwa untuk membuat Perda itu butuh waktu dan jika PBG belum bisa dilakukan maka produksi unit rumah atau pasokan akan terhambat.
Ditambahkan Junaidi, kondisi perekonomian yang sudah membaik dan berjalan kondusif di tengah pandemi sejak awal tahun lalu akan percuma saja. Menurutnya lagi, properti itu menggerakkan perekonomian dan memiliki efek domino yang mendorong sektor lain bergerak.
Program Sejuta Rumah Terganggu
Diakui Junaidi, anggota Apersi banyak yang kebingungan saat ini. Untuk itu Apersi berharap kepada lintas kementerian seperti Kementerian PUPR, Kementerian KLH, Kementerian Depdagri, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Investasi/BKPM yang mengurusi soal ini segera menyelesaikannya.
“Kita sebagai pengembang itu butuh kepastian, kepastian bisnis. Dan menurut saya, bukan hanya pengembang saja yang terganggu bisnisnya, perbankan pun akan terganggu realisasi kredit KPR-nya,” terangnya.
Sementara itu, Darsono, Direktur PT Marga Giri Sentosa yang saat ini sedang memasarkan perumahan Duta Harmoni Tangerang mengakui untuk proyek yang sedang berjalan sebelum terbitnya PBG ini tak terlalu berpengaruh. “Tapi yang berpengaruh untuk proyek baru, izin bangun rumahnya. Izin lokasi tetap bisa tapi percuma saja karena PBG itu saat ini masih belum bisa realisasinya,” terangnya.
Menurut Darsono, Kebanyakan di setiap daerah belum ada Perda soal PBG. “Ini peralihan dari IMB dan ini kan ujungnya pendapatan untuk daerah masing-masing. Jadi peralihan ini ternyata tidak mudah, di tingkat daerah belum siap,” jelas Darsono.
Alhasil, saat ini perusahaannya masih menunggu waktu kapan kondisi PBG ini bisa dijalankan. Darsono berharap ada kejelasan, dan kepastian. Karena menurutnya, bisnis itu butuh kepastian dan musuhnya hanya satu yaitu waktu. “Tentunya tiap perusahaan punya rencana bisnis, apalagi untuk tahun depan, kalau seperti ini kita repot, karena banyak waktu terbuang,” tutup Darsono.