BAHAN BANGUNAN – Kebijakan Substitusi impor yang diharapkan menjadi langkah pemerintah dalam menekan impor, bisa membantu menekan defisit neraca dagang, selain itu kebijakan yang pro ekspor dengan dukungan sektor keuangan bisa mendorong ekonomi kearah yang lebih positif.
Disisi lain para pelaku usaha di industri keramik dalam negeri masih menantikan kehadiran beleid yang mengatur pelarangan penggunaan barang impor dalam proyek properti dan konstruksi pemerintah. Pasalnya, penerapan aturan tersebut disinyalir dapat memberikan angin segar bagi pelaku industri keramik dalam negeri, demikian diungkapkan Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto.
[irp]
”Penerapan aturan tersebut disinyalir dapat memberikan sejumlah angin segar bagi pelaku industri keramik dalam negeri,”ujarnya dalam keterangan pers yang diterima redaksi.
Asaki, tambah Edy, mengharapkan atensi serius dan langkah konkret dari Pemerintah sesuai Misi Besar Kemenperin untuk Substitusi Import, dimana sesuai data dan statistik angka produk Import keramik dari China, India dan Vietnam menunjukkan trend semakin meningkat dengan defisit perdagangan export import keramik dari tahun ke tahun semakin membesar. Bahkan dari Data BPS menunjukkan besar Defisit sudah mencapai 1,1 Milyard USD untuk kurun waktu 2015-2020.
[irp]
Asaki menilai penerapan Instrumen BMTP/Safeguard sejak thn 2018 dan akan berakhir di Okt 2021 ini tidak cukup Efektif menahan import. Terbukti dari besarnya Defisit Perdagangan Export Import sejak tahun 2018-2020 sebesar 655jt USD. Jauh lebih tinggi dibanding defisit tahun 2015-2018 sebesar 453jt USD.
Edy Suyanto mengungkapkan ada beberapa penyebab SG kurang efektif, diantaranya karena adanya unfair trade seperti Pemberian tax refund export keramik oleh Pemerintah China, penipisan ketebalan keramik yang secara tidak langsung penurunan kualitas produk untuk mengejar efisiensi biaya pengiriman. Kemudian adanya indikasi praktek dumping dimana harga jual keramik import pasca Safeguard justru sedikit lebih rendah dibanding sebelum penerapan SG dan indikasi transhipment dari Malaysia untuk produk-produk dari China dan Vietnam.
[irp]
“Asaki saat ini sedang mengajukan perpanjangan Safeguard yang akan berakhir di Oktober 2021 dengan besaran bea masuk harus lebih besar minimal 35-40% dibanding sebelumnya 19%-23%,” ujarnya.
Adanya Gangguan serbuan produk Import keramik jenis Homogeneus Tiles ini, tentunya menyebabkan idle capacity sebesar 56% untuk industri keramik sejenis domestik.
Untuk mempertahankan momentum pemulihan dan kebangkitan industri keramik pasca penurunan harga gas, Asaki mendesak langkah-langkah konkret perlindungan dan penguatan industri keramik yang segera seperti Pembatasan Pelabuhan Import Tertentu dan Penetapan Minimum Import Price.
[irp]
“Industri Keramik Nasional harus mendapatkan atensi khusus terlebih sebagai industri strategis yang menyerap jumlah tenaga kerja cukuo besar lebih dari 150.000 orang dan dengan TKDN yang tinggi rata-rata diatas 75%,”paparnya.
Asaki optimis mampu bangkit kembali kembali ke masa kejayaan industri keramik di tahun 2013 sebagai Big Five Top Ceramic Manufacturing Countries jika mendapatkan dukungan dan atensi dari Pemerintah. Tahun 2021 Asaki memproyeksikan utilisasi kapasitas produksi berkisar di level 74%-75% meningkat cukup baik dibanding tahun 2020 56% dan tahun 2019 65%.