BERITA PROPERTI – Jelang dua tahun kepengurusan REI di bawah kepemimpinan Ketua Umum Soelaeman Soemawinata dan Sekretaris Jenderal Paulus Totok Lusida, berbagai capaian sudah berhasil diraih asosiasi ini. Dari tujuh pilar utama yang menjadi prioritas kerja kepengurusan periode 2016-2019, praktis hampir seluruhnya sudah dilakukan. Selain beberapa usulan review regulasi yang sedang diperjuangkan.
“Ketujuh pilar yang lahir dari hasil berkeliling ke daerah-daerah tersebut yakni pendidikan dan pelatihan (diklat), pembiayaan dan perbankan, pertanahan, perizinan, perpajakan, infrastruktur dan tata ruang serta hukum dan regulasi,” ujar Soelaeman Soemawinata yang akrab dengan sapaan Eman beberapa waktu lalu.
Pertama, terkait penyelenggaraan diklat. Menurut Eman, saat ini diklat sudah dilakukan secara terorganisir di hampir semua daerah oleh Badan Diklat DPP REI yang dibentuk dengan tugas pokok menyusun materi diklat, menyiapkan tim pengajar dan mengkoordinasikan penyelenggaraan diklat di daerah.
“Permintaan dari daerah untuk melaksanaan diklat cukup luar biasa yang menunjukkan bahwa anggota REI di daerah memang membutuhkan program tersebut. Dengan menggalakkan kembali diklat menunjukkan REI memberikan perhatian besar terhadap sumber daya manusia yang menjalankan bisnis properti,” jelas Eman.
Nantinya, sambung Eman, pengembang yang sudah mengikuti diklat akan disertifikasi oleh REI sendiri karena asosiasi ini telah memiliki Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) di bidang properti yang secara negara sudah disahkan untuk melakukan sertifikasi.
Kedua, mengenai pembiayaan dan perbankan. REI menjadi satu-satunya asosiasi perusahaan properti yang memiliki kerjasama riset dan kajian terkait bisnis properti dengan Bank Indonesia. Relaksasi aturan Loan to Value (LTV) merupakan salah satu kebijakan yang diendorse REI untuk mempercepat pemulihan pasar properti, dan akhirnya mendapat persetujuan dari BI.
Ketiga, di bidang pertanahan. Saat ini, ungkap Eman, REI sangat intens bertemu dan berkomunikasi dengan Kementerian Agraria, Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk menyelesaikan berbagai persoalan pertanahan dan tata ruang di seluruh Indonesia. Sebagian besar daerah saat ini sudah dapat menikmati kemudahan proses sertifikasi tanah oleh BPN. “Kalau ada masalah, sekarang kita bisa selesaikan dengan cepat. Itu garansi dari Pak Menteri Sofyan Djalil,” ungkap Eman.
Keempat, di bidang perizinan. REI menjadi salah satu instansi atau asosiasi yang ikut terlibat menggodok sistem perizinan terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS), dimana Wakil Ketua Umum DPP REI bidang Perizinan, M. Turino Junaedi masuk menjadi salah satu tim Satgas Nasional OSS.
Itu semua menunjukkan REI sudah bekerja dan berkontribusi dalam menyiapkan kemudahan perizinan berusaha, sekaligus bukti keberadaan REI diakui oleh pemerintah.
Kelima, di bidang perpajakan. REI secara intens terus berkomunikasi dengan Ditjen Pajak. Beberapa poin yang diusulkan REI kepada Ditjen Pajak antara lain mengenai penghapusan PPnBM untuk rumah mewah, penghapusan PPh Pasal 22 terkait penjualan barang yang tergolong sangat mewah, serta PPN masukan untuk rumah MBR diterima untuk kemudian direstitusi.
REI pun telah mengusulkan dan memperjuangkan supaya untuk peningkatan mutu rumah MBR dalam skala 20% di atas harga yang ditentukan PMK (Peraturan Menteri Keuangan), yang dikenakan PPh 2,5 persen hanya yang 20%-nya saja.
Kenapa? Karena ungkap Eman, seperti yang sudah disampaikan REI kepada Presiden Jokowi, kendala di setiap daerah berbeda-beda. Di Balikpapan misalnya, rumah MBR dibangun di areal yang kondisi tanahnya terjal, sehingga biaya cut and fill struktur dan grading-nya menjadi lebih mahal, sementara harga jual dibatasi dengan ketentuan PMK. Ini penting diperjuangkan sehingga pengembang punya ruang untuk tetap dapat membangun rumah subsidi berkualitas.
“REI juga sudah mengusulkan supaya dilakukan relaksasi perpajakan untuk membangkitkan sektor properti yakni terkait pajak final supaya tetap diberlakukan karena ada isu pajak nonfinal, kemudian pajak tanah terlantar juga sudah tidak diperlukan lagi diwacanakan, dan pajak-pajak lain terkait properti. Kita pantau dan urusin terus soal pajak-pajak properti ini,” tegas Eman.
Keenam, di bidang infrastruktur dan tata ruang. REI sudah memperjuangkan supaya pemerintah membuat aturan zonasi khusus bagi rumah murah yang diatur dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR).
Selama ini kendala utama pengembangan rumah murah, selain persoalan izin, juga soal rendahnya infrastruktur serta akses ke transportasi publik. Dengan adanya zona khusus rumah MBR maka infrastruktur kawasan mendapat prioritas pemerintah, dan harga tanah bisa terkendali.
Menurut Eman, persoalan tata ruang di daerah banyak sekali. Di Kalimantan Selatan misalnya, banyak kasus pengembang sudah memiliki izin lokasi dan sudah punya site plan, namun saat waktu mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tidak bisa karena peruntukkan berubah. Demikian juga di Kepri, banyak kasus tata ruang yang semua itu akan terus dikawal REI dan dicarikan solusinya sesuai porsi wewenang pusat.
Yang ketujuh adalah pilar hukum dan regulasi properti. REI sudah mengambil peran penting dalam mengawal UU Pertanahan, UU Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), UU Rumah Susun, aturan hunian berimbang dan juga aturan kepemilikan properti bagi orang asing.