BERITA PROPERTI- Ikatan Alumni Universitas Sumatera Utara (IKA USU) Jakarta dan Sekitarnya berinisiatif menggelar Diskusi Bedah Isi Perut Tapera pada hari Rabu, 24 Februari 2016 mendatang, di Ruang GBHN, Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta. Berikut adalah 7 (tujuh) alasan IKA USU Membedah keganjian pengaturan Dana Tapera tersebut :
Pertama, kesejahteraan sosial atas papan dijamin dalam konstitusi, yang secara eksplisit menyebutkan hak bertempat tinggal yang diracik setarikan nafas dengan kesejahteraan lahir dan batin [vide Pasal 28H ayat (1) UUD 1945]. Tak bisa dipungkiri, semua orang membutuhkan tempat tinggal. Sudah takdir manusia menghuni rumah sehingga manusia adalah “makhluk bermukim”.
Kedua,kesejahteraan sosial atas papan merupakan kewajiban negara (state obligation) yang dijamin Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, Pasal 40 UU hak Asasi Manunsia (HAM), Pasal 54 ayat (1) UU Perumahan dan Kawan Permukiman (UU PKP) dan konsideran UU PKP yang mengakui hak masyarakat untuk bertempat tinggal dan menghuni rumah yang layak dan terjangkau.
Ketiga, kesejahteraan sosial atas rumah masih belum terpenuhi yang terbukti dengan banyak banyak warga tuna wisma, menempati kolong jempatan, menjadi warga RT 00/RW 00. Kawasan kumuh bergerak cepat yang mengancam pencapaian agenda kota tanpa permukiman kumuh tahun 2025.
Keempat, defisit rumah (backlog) sudah mencapai 15 juta unit rumah, walaupun resminya tetap menggunakan data 13,6 juta. Andai pasokan rumah hanya 200 ribu unit per tahun, butuh waktu 68 tahun mengatasi backlog.
Kelima, Program Sejuta Rumah yang digiatkan Pemerintah berupa subsidi pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dengan suku bunga menjadi 5%, bantuan uang muka (BUM) Rp.4 juta, dan bunga uang muka 1%, namun dikuatirkan tidak memadai karena membutuhkan dana yang tidak sedikit. Alokasi dana perumahan rakyat belum 1% dari total APBN. Pemerintah hanya mampu mengalokasikan sekitar 0,1 persen dari produk domestik brutonya untuk sektor perumahan. Jauh lebih kecil dari Filipina (0,31) dan Thailand (2,21%).
Keenam, pengerahan dana masyarakat menjadi Dana Tapera memiliki keganjilan struktur kelembagaan, sebab dalam BP Tapera maupun Komite Tapera tidak ada unsur pemilik dana (pekerja dan pemberi kerja). Lagi pula penumpukan fungsi dan tugas BP Tapera sebagai pengelola, regulator dan sekaligus pengawas.
Ketujuh, masuknya lembaga komersial Manajer Investasi dalam pemupukan Dana Tapera memicu dana murah menjadi dana mahal. Bandingkan Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang tidak menggunakan Manajer Investasi dan tidak dinormakan dalam UU BPJS.