BERITA PROPERTI-Pertengahan Desember 2016 mendatang, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) akan menggelar Musyawarah Nasional (Munas) yang ke-V. Sejumlah permasalahan dan pekerjaan rumah (PR) masih menggelayuti asosiasi pengembang yang mayoritas membangun rumah sederhana itu.
Ketua Umum DPP Apersi, Eddy Ganefo mengatakan, setidaknya ada tiga tugas rumah yang menjadi perhatian utama kepengurusan DPP Apersi mendatang. Pertama, mengawal terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) terkait dengan Paket Kebijakan Ekonomi (PKE) XIII. Sejak dirilis pada 24 Agustus 2016, hingga kini peraturan pemerintah terkait penyederhaaan perizinan untuk pembangunan rumah rakyat belum juga tuntas.
“Kedua, adalah kita harus terus mengawal terlaksananya Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) di bidang perumahan rakyat. Hal ini sangat strategis sebagai upaya untuk mempercepat pembangunan rumah rakyat dan menekan harga jual mengingat dari seluruh biaya pembangunan rumah,” jelas Eddy. Dikatakannya, sekitar 20 persen masuk kategori pungli yang meliputi perizinan, izin lingkungan (Amdal), pertanahan seperti sertifikasi, listrik PLN hingga PDAM.
Menurut Ketua Kadin ini, kalau (pungli) bisa dipangkas, maka akan terjadi efisensi biaya, sehingga bisa menekan biaya produksi. Jika harga tidak dapat turun, maka paling tidak kualitas material bisa lebih baik, misalnya plafon yang pakai triplek bisa diganti gypsum atau keramik dari yang semula KW2, bisa pakai KW1.
“Kalau pengurusan izin bisa lebih cepat, maka iklim investasi lebih terjamin. Di Munas nanti, kita akan diskusikan dengan mendatangkan satu narasumber dari tim Saber Pungli Kementerian Polhukam. Dengan begitu kita akan mendapat penjelasan bagaimana proses untuk melakukan pelaporan, agar pengembang tidak kuatir nantinya semakin dipersulit,” tambah Eddy.
Poin ketiga yang perlu dikawal kepengurusan mendatang, sambung Eddy adalah kepastian ketersediaan sambungan listrik. Saat ini, kata dia, pasokan listrik menjadi hambatan utama bagi pengembang rumah subsidi terutama di daerah-daerah yang tidak ada ketersediaan daya karena akad kredit KPR menjadi terhambat.
Ia mencontohkan pengembang di Kalimantan Selatan yang belum dapat melakukan akad kredit mencapai 3.000 unit rumah. Gagal nya akad kredit dengan pihak bank itu karena rumah-rumah tersebut belum dialiri listrik. Sementara pihak perbankan mensyaratkan untuk akad kredit, salah satunya adalah rumah harus sudah dialiri listrik.
“Jika permasalahan yang ada tidak diselesaikan, maka upaya pemerintah untuk mendorong pasokan rumah rakyat melalui Program Sejuta Rumah akan sulit tercapai kalau tidak mendapat sokongan dari semua instansi terkait dari mulai pemerintah daerah, PLN, BPN dan PDAM,” tukas Eddy.
Dari data sekretariat DPP Apersi, saat ini terdaftar sebanyak 3.096 perusahaan properti di Apersi, dimana yang aktif sebanyak 928 perusahaan. Sekitar 20% diantaranya melakukan pembangunan rumah subsidi di Provinsi Jawa Barat.