Propertynbank.com – Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, mengancam akan memberlakukan tarif impor sebesar 100 persen selama masa kepemimpinannya terhadap sejumlah negara, jika rencana penggunaan mata uang BRICS berlaku.
“Kami menuntut komitmen dari negara-negara itu bahwa mereka tidak akan menciptakan Mata Uang BRICS baru, atau mendukung mata uang lain untuk menggantikan Dolar AS yang perkasa atau, mereka akan menghadapi tarif 100%, dan harus siap mengucapkan selamat tinggal pada penjualan ke Ekonomi AS yang luar biasa,” ujar Trump dikutip dari platform Truth Social.
“Gagasan bahwa negara-negara BRICS berusaha untuk menjauh dari Dolar, sementara kita hanya berdiam diri dan mengawasi, sudah berlalu,” tegas Trump.
Baca Juga : Pemerintah Masih Akan Kaji Ulang Kenaikan PPN 12 %, Ini Alasannya
Sebagai informasi, Mata uang BRICS merupakan konsep mata uang bersama yang sedang dirancang oleh negara-negara anggota BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan) dengan tujuan untuk menggantikan dominasi dolar AS dalam ekonomi global.
Selain Rusia, Brasil, India, China, dan Afrika Selatan, kelompok itu kini juga bertambah yang mencakup Mesir, Ethiopia, Iran, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi, menurut situs Kepemimpinan BRICS Rusia 2024.
Mata uang ini dirancang untuk mendukung perdagangan dan investasi antarnegara anggota, sekaligus mengurangi risiko akibat fluktuasi nilai tukar dolar. Hingga saat ini, dolar AS masih menjadi mata uang dominan dalam perdagangan internasional, bahkan digunakan oleh negara-negara yang tidak memiliki hubungan dagang langsung dengan Amerika Serikat.
Dilansir dari tempo, sistem pembayaran baru ini akan beroperasi melalui jaringan bank komersial yang saling terhubung melalui bank sentral BRICS. Berbeda dengan uang fisik, mata uang BRICS dirancang sebagai mata uang digital. Sistem ini akan memanfaatkan teknologi blockchain untuk menyimpan dan mentransfer token digital yang didukung oleh mata uang nasional, memungkinkan pertukaran mata uang yang lebih mudah dan aman tanpa perlu menggunakan dolar dalam transaksi.
Dampak BRICS
Ancaman Trump yang akan menaikan tarif impor 100% jika BRICS tetap membuat mata uang sendiri akan berpotensi menimbulkan efek berantai terhadap perekonomian di Asia. BRICS, khususnya Tiongkok dan India, adalah pasar utama bagi produk Indonesia. Jika mereka terkena tekanan ekonomi, harga internasional komoditas ekspor Indonesia dapat mengalami penurunan.
Baca Juga : Grant Thornton Ungkap 3 Pilar ESG Dalam Bisnis dan Investasi
Selain itu, tarif tinggi kemungkian dapat memperlambat ekonomi negara-negara BRICS, yang merupakan pemain utama dalam perdagangan global. Jika ekonomi mereka melambat, permintaan global terhadap komoditas termasuk ekspor Indonesia seperti batu bara, nikel, dan kelapa sawit berpotensi menurun.
Walaupun dampaknya belum terjamin, tarif yang merupakan pajak atas barang-barang impor ini kemungkinan akan merugikan negara-negara di Asia yang bergantung pada penjualan ke AS untuk meningkatkan perekonomian mereka.
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Novyan Bakrie, berpendapat bahwa situasi ini dapat membuka peluang besar bagi masuknya investasi ke Indonesia. Diperkirakan, langkah tersebut akan mendorong Tiongkok untuk merelokasi pabriknya dan meningkatkan investasinya di kawasan ASEAN.
“Apa nih dampaknya terhadap Indonesia? Nah kita melihat relokasi. Relokasi dari banyak pabrik di China ke Indonesia atau ASEAN itu akan sangat besar. Akan banyak,” kata Anindya, dalam acara Forum Anggota Luar Biasa (ALB) Pra-Rapimnas Kadin 2024.
Baca Juga : Kemenangan Joe Biden Diharapkan Berdampak Positif Bagi Ekonomi Indonesia
Tarif impor 100 persen yang diterapkan AS terhadap BRICS dapat menciptakan tantangan bagi Indonesia, seperti potensi penurunan ekspor dan volatilitas keuangan. Namun, situasi ini juga menawarkan peluang, seperti peningkatan hubungan perdagangan dengan BRICS dan peluang untuk bersaing di pasar AS.
Dengan strategi kebijakan yang tepat, Indonesia dapat memanfaatkan situasi ini untuk memperkuat posisi ekonominya dalam perdagangan global. (Laporan Rafi)