Propertynbank.com – Grant Thornton Indonesia, perusahaan layanan jaminan, pajak, konsultasi, dan solusi proses bisnis, menyelenggarakan Media Talkshow bersama CEO Center of Economic and Law Studies (Celios) sekaligus ekonom, Bhima Yudhistira dan Tagor Sidik Sigiro selaku pembicara.
Johanna Gani, CEO of Grant Thornton dari acara Media Talkshow yang bertema Overcoming Economic and Challenges and integrating ESG into strategic Planning tersebut mengatakan, Grant Thornton Indonesia mengajak untuk menerapkan Environtmen, Social, dan Good Governance (ESG) dalam strategi bisnis.
”Seiring memasuki tahun 2025 ini, kita dihadapkan pada situasi global yang semakin dinamis dan penuh dalam tantangan. Tekanan inflasi global, pengetatan pasar tenaga kerja di negara-negara maju, dan ketegangan geopolitik di berbagai wilayah dunia, terus mempengaruhi stabilitas perekonomian global, termasuk juga Indonesia,” ujar Johanna Gani.
Baca Juga : Grant Thornton : Pertumbuhan Ekonomi 2023 Cukup Positif
Melalui tema yang diusung tahun ini, jelasnya, Grant Thornton berharap dapat menciptakan ruang diskusi yang mendalam terkait tantangan ekonomi yang akan dihadapi tahun depan, sekaligus membahas langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik.
Lebih lanjut Johanna, menambahkan diskusi yang terselenggara tersebut menyoroti pentingnya mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) dalam perencanaan strategis. Pendekatan ini tidak hanya ditujukan untuk menghadapi tantangan ekonomi, tetapi juga diharapkan mampu mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.
ESG, imbuh Johanna, mencakup tiga pilar utama lingkungan (Environmental), sosial (Social), dan tata kelola (Governance). Pilar lingkungan menekankan upaya perusahaan dalam mengurangi dampak negatif terhadap ekosistem, seperti beralih ke energi terbarukan dan mengelola limbah secara bertanggung jawab.
Baca Juga : Meski Melandai, Tren Investasi di Tahun Politik 2024 Diprediksi Masih Positif
Sedangkan di sisi sosial, perusahaan didorong untuk memperhatikan kesejahteraan karyawan, masyarakat sekitar, dan rantai pasok mereka. Sementara itu, tata kelola yang baik menuntut transparansi, akuntabilitas, serta pengambilan keputusan yang etis.
“Prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) semakin menjadi fokus utama bagi dunia bisnis di Indonesia dan global. Banyak perusahaan kini melihat penerapan ESG tidak hanya sebagai kewajiban moral tetapi juga sebagai strategi untuk memastikan keberlanjutan bisnis dan meningkatkan daya saing di pasar global,” ungkap Johanna.
Sementara itu, Bhima Yudhistira mengatakan bahwa gejolak geopolitik di berbagai wilayah di dunia masih terus akan meningkat dan dengan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS banyak yang mengantisipasi perang dagang yang merugikan Indonesia.
Baca Juga : Perekonomian Global 2023 : Tantangan, Resilience Indonesia, dan Kinerja Solid APBN
”Misalnya perang yang terjadi di Timur Tengah dan banyak pihak yang meng underestimate bahwa perang yang terjadi di Timur Tengah akan berpengaruh pada lonjakan harga minyak mentah di dunia. Itu artinya bahwa gejolak geopolitik itu masih akan meningkat, bahkan persepsi geopolitik bukan hanya perang secara langsung tetapi juga perang dagang yang dilakukan AS pada masa kepemimpinan Donald Trump periode sebelumnya,” ungkap Bhima Yudhistira.
Pada kesempatan yang sama, Tagor mengatakan, penerapan ESG di Indonesia masih tertinggal. ”Pasca COVID tahun 2022 secara resmi dicabut oleh pemerintah, terkait penerapan ESG di Indonesia, bisa dibilang kita sedikit tertinggal. Munkgin karena kita dihadapkan dengan COVID 2020, fokus dari pemerintah itu lebih ke penanganan COVID pada saat itu,” pungkas Tagor.