BERITA INFRASTRUKTUR – Dua puluh tujuh tahun lagi, koridor Jakarta-Bandung diprediksi akan dihuni oleh 80 juta penduduk. Tentunya situasi yang bakal muncul pada masa tersebut harus diantisipasi sejak saat ini. Apalagi pemerintah pusat sendiri sudah memproyeksikan konsep pengembangan Jakarta – Bandung menjadi sebuah megapolitan.
Konsep yang tertuang dalam Dokumen Visi Indonesia 2045 itu merupakan bagian dari upaya pemerintah mengembangkan kantong-kantong pertumbuhan ekonomi baru, sekaligus mengantisipasi urbanisasi di Pulau Jawa.
Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan 67 persen penduduk akan tinggal di perkotaan. Mengantisipasi kondisi tersebut, pemerintah harus membangun infrastruktur dan menciptakan sumber pertumbuhan ekonomi baru. Tujuannya agar penduduk tidak menumpuk di satu wilayah.
Pemerintah memprediksikan pertumbuhan megapolitan mengarah timur-selatan, menuju tenggara. Akibatnya, megapolitan Jakarta dan Bandung akan menyatu, yakni; Jakarta-Bandung Megapolitan Urban Area. Salah satu wilayah yang akan masuk dalam megapolitan urban area adalah Bandung Selatan. Daerah ini sangat strategis lantaran dilintasi tol Padaleunyi, tol Soroja, rencana pembangunan jalur kereta cepat, elevated tol road dan sebagainya.
Tak heran jika posisinya yang strategis membuat investasi di Bandung Selatan meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Sejumlah industri tumbuh di daerah ini sebagai penyokong utama pariwisata, antara lain tekstil, properti dan jasa. Kondisi ini menyebabkan Bandung Selatan semakin padat.
“Salah satu indikasi Bandung Selatan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, terlihat dari banyaknya investor yang menanamkan modalnya di daerah ini. Bahkan secara kasat mata (pertumbuhan ekonomi) terlihat dari semakin tingginya volume kendaraan di kawasan itu,” ujar Kepala Bidang Fisik Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Jawa Barat, Slamet Mulyanto S.
Slamet Mulyanto S mengakui keberadaan tol Soroja yang diresmikan akhir tahun lalu dapat meringkas jarak tempuh Bandung Selatan dengan daerah sekitarnya. Selain itu pemerintah menyiapkan sejumlah upaya seperti pelebaran jalan utama menuju Bandung Selatan dari ROW 16 menjadi ROW 20 seperti dalam dokumen yang diterbitkan Dinas Permukiman dan Tata Wilayah Kabupaten Bandung, pembuatan jalan pintas atau jalan penghubung, hingga pengembangan sarana angkutan umum massal.
Dalam dokumen Rencana Kebutuhan Investasi Bandung Raya 2016, pemerintah daerah berencana mengembangkan Fly Over Kopo dan Buah Batu, jalan lintas Ciwidey, jalan lintas cepat Soreang – Ketapang – Baleendah – Majalaya, jalan lintas Majalaya dan jalan lintas Banjaran.
Sementara infrastruktur transportasi yang sedang disiapkan adalah LRT Bandung Raya, yang mana hal tersebut merupakan kesepakatan kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang melintasi 5 wilayah yaitu Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Cimahi, dan Sumedang. LRT Bandung Raya ini pun akan terintergarasi ke dalam 3 koridor yang mengarah ke wilayah Bandung Selatan. Serta akan ada pula transportasi umum metro kapsul Kota Bandung yang telah dicanangkan pemerintah pada bulan Februari 2018 lalu, juga pembangunan jalur kereta api Ciwidey – Rancabuaya.
“Secara umum pengembangan infrastruktur dan sarana transportasi di wilayah Bandung Selatan akan ditingkatkan mengingat potensi pertumbuhan ekonomi kawasan yang sangat tinggi,” kata Slamet Mulyanto S dalam Forum Diskusi “Solusi Kemacetan, Sebagai Antisipasi Pertumbuhan Ekonomi dan Kota ke Bandung Selatan”.
Sementara itu Praktisi Transportasi dari Institut Teknologi Bandung, Ade Sjafruddin, mengatakan peningkatan sistem transportasi Bandung Selatan perlu ditempatkan pada kerangka integrasi pengembangan sistem transportasi berkelanjutan secara menyeluruh. “Langkah-langkah pembangunan sistem transportasi berkelanjutan perlu diwujudkan dengan penyusunan kebijakan yang tepat dari isi regulasi, standar operasi, pemilihan teknologi yang efisien dan peningkatan persepsi dan partisipasi publik melalui kerangkan perencanaan terpadu,” kata dia.
Ia mendorong pemerintah untuk mengintegrasikan sarana angkutan umum seperti yang tertera pada pengembangan jaringan trasnportasi di metropolitan Bandung. “Yang tak kalah pentingnya adalah operasionalisasi transportasi harus disesuaikan dengan paradigma abad 21, yakni melalui pemanfaatan teknologi,” jelasnya. Tak hanya itu, menurutnya transportasi masal berbasis rel dinilai lebih baik karena dapat menampung jumlah penumpang lebih banyak sehingga dapat menjadi “tulang punggung” transportasi.
Melihat dari kondisi wilayah, Ia pun mengungkapkan disparitas antara kawasan utara dan selatan. Kawasan selatan dinilai memiliki potensi berkembang lebih luas, karena wilayah utara terbatas dengan adanya hutan lindung dan area konservasi, sedangkan lahan di wilayah selatan relatif lebih stabil.
Sementara itu Asistant Vice President Agung Podomoro Land, Agung Wirajaya menyambut baik rencana pemerintah daerah mengatasi berbagai persoalan di Bandung Selatan. “Sebagai pelaku usaha, kami mengapresiasi kebijakan pemerintah daerah yang dapat mendorong iklim usaha lebih baik,” katanya. Menurut Agung Wirajaya, perbaikan infrastruktur dan kemudahan regulasi telah menarik banyak kalangan dunia usaha menanamkan investasi di daerah itu.