Buku : Buku ini merupakan sebuah hasil laporan pandangan mata dari Pitan Daslana, seorang penulis sekaligus wartawan senior yang bertugas sebagai staf ahli ketua DPD RI untuk urusan hubungan luar negeri, semasa Irman Gusman, Mohammad Saleh, Oesman Sapta Odang dan LaNyalla Mahmud Mattalitti menjadi Ketua DPD RI.
Sebagai jilid ketiga dari serial eksaminasi terhadap vonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap Irman Gusman, yang akhirnya dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Buku ini menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi sebelum, pada saat, dan setelah Irman Gusman ditangkap oleh aparat KPK pada 16 September 2016.
[irp]
Rangkaian informasi dalam buku tersebut termasuk banyak hal baru yang belum pernah diberitakan di media massa tetapi mencakup kejadian-kejadian penting yang menerangkan apa sebabnya Irman Gusman dijatuhkan dari posisi sebagai Ketua DPD RI dan siapa saja yang berkepentingan untuk menjatuhkan dia dari posisi RI-7 itu.
Laporan investigasi dalam buku itu juga mencakup dugaan persekongkolan antara aparat KPK, dan seorang saudagar gula untuk menjerat Irman Gusman dengan tuduhan menerima suap.
Ada pula penjelasan guru besar tentang teror dan intimidasi yang dilakukan oleh aparat KPK terhadap hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ketika suatu perkara korupsi sedang disidangkan.
[irp]
Cara penegakan hukum yang menghalangi keadilan dalam perkara Irman Gusman dijelaskan secara rinci dalam buku setebal 420 halaman, termasuk upaya praperadilan yang digugurkan di tengah jalan. Serta upaya aparat KPK untuk mengintimidasi istri Irman Gusman, yaitu Liestyana Gusman agar membenci dan menjauhi suaminya ketika Irman sedang diperiksa.
Menurut penulis buku, pembohongan publik melalui media massa yang dilakukan untuk mendiskreditkan Irman Gusman dan keluarganya juga diuraikannya secara gamblang dalam buku ini. Buku ini juga berisi rekam jejak Irman Gusman baik di dalam maupun di luar negeri, khususnya untuk menarik investasi asing masuk ke Indonesia.
Peluncuran buku Irman Gusman, yang digelar secara daring dan luring ini juga bersamaan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional, yang digelar oleh Korps Alumi Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), (20/05/2021).
[irp]
Dalam sambutannya, Irman Gusman berharap bukunya menjadi bahan perenungan siapa pun terkait cara penegakan hukum yang merendahkan martabat manusia. “Adanya cara penegakan hukum yang menghalangi keadilan, bahkan sampai intimidasi terhadap keluarga, termasuk adanya pembohongan publik melalui media untuk mendiskreditkan agar semua orang tahu dan belajar,” kata Irman.
Momen Kebangkitan Nasional, Irman mengajak semua kalangan untuk menyikapi multikrisis yang dihadapi negara ini. “Kita alami krisis multidimensi, krisis kesehatan, ekonomi, sosial, kepercayaan hukum, keadilan, kebudayaan, dan krisis identitas. Kita butuh kebersamaan, kekompakan, solidaritas sosial, dan gotong royong mencari solusi terbaik hadapi krisis,” katanya.
[irp]
Irman mengajak untuk bangkit dari cara berpikir yang melemahkan sendi-sendi bangsa dan perlukembali menegakkan komitmen untuk kembali sesuai Pancasila. “Tegakkan HAM, kembalikan ekonomi kepada rakyat. Jangan abaikan hak-hak hidup mereka, jangan tergantung pada asing. Maksimalkan potensi dalam negeri,” ujarnya.
Ketua MPR Bambang Soesatyo yang turut memberikan testimoni, mengapresiasi peluncuran buku tentang, Menyibak Kebenaran: Drama Hukum, Jejak Langkah dan Gagasan Irman Gusman.
Buku tersebut tidak saja menyajikan berbagai gagasan pemikiran dan wawasan kebangsaan dari seorang mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, melainkan juga menjadi saksi ketegaran dan kegigihan beliau dalam memperjuangkan hak-hak hukumnya.
[irp]
Bamsoet itu ketika mengikuti peluncuran buku Irman Gusman, mengungkapkan “Buku ini memperkaya referensi kajian hukum. Selain karena masih banyaknya pekerjaan rumah dalam penegakan hukum, tantangan dalam pembangunan hukum nasional juga selalu berkembang secara dinamis. Karenanya, pembenahan sistem hukum harus menjadi upaya yang berkesinambungan, seiring dinamika zaman,” ujar Bamsoet.
Bamsoet menyampaikan, peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke-113 harus dijadikan momentum merefleksi sejauh mana keberhasilan mewujudkan cita-cita penegakan hukum yang berkeadilan.
Sementara Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan buku “Menyibak Kebenaran” milik Irman Gusman bisa menjadi inspirasi untuk penegakan hukum di Tanah Air.
[irp]
Menurutnya, penegakan hukum harus berjalan seiring dengan penegakan hak asasi manusiasesuai amanat konstitusi. Penegakan hukum harus memanusiakan manusia.
“Spiritnya adalah proses penegakan hukum yang berkeadilan dan berperikemanusiaan,” ucap LaNyalla.
Sedikit berbeda dengan yang dikatakan Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 Fahri Hamzah, saat peringatan Hari Kebangkitan Nasional dan peluncuran buku “Menyibak Kebenaran: Drama Hukum, Jejak Langkah, dan Gagasan Irman Gusman.”
[irp]
Fahri meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi kepercayaan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memperbaiki dan menuntaskan segala persoalan penyelewengan penegakkan hukum di institusi tersebut.
Fahri menduga, pernyataan Presiden Jokowi terkait 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai bagian dari peralihan status menjadi ASN tersebut atas keluhan sejumlah kelompok.
“Saya mohon kepada Presiden Jokowi beri kepercayaan kepada KPK, beri kepercayaan kepada pemimpinnya sekarang, mereka juga anak bangsa yang punya hati nurani, mereka juga ingin memperbaiki keadaan,” kata Fahri.
[irp]
Fahri mengatakan, segelintir pegawai KPK yang telah dinonaktifkan tersebut belum bisa menerima fakta bahwa institusi pemberantasan korupsi itu telah melakukan koreksi yang serius terhadap jalannya penegakkan hukum.
“Sehingga ada orang yang merasa bahwa kalau bukan karena sekian orang harus berada di lembaga itu seolah-oleh lembaga itu yang punya ribuan pegawai yang punya anggaran dan jaringan yang besar seolah-olah tidak ada gunanya,” tegas Fahri.
Fahri menegaskan, babak akhir dari koreksi penegakan hukum di KPK harus diteruskan dan tidak boleh kembali ke belakang. Untuk itu, Fahri meminta agar KPK dapat membenahi diri dari internal.
[irp]
“Daripada kita bongkar semua mal praktek masa lalu yang bisa merusak, maka biarkan mereka dari dalam melakukan perbaikan. Terlalu banyak masalah kalau kita bongkar,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu.
Sebab, lanjut Fahri, terlalu banyak pelanggaran hukum yang selama ini dilakukan oleh KPK. Dimana, penegakkan hukum hanya dijadikan sebagai alat untuk balas dendam.
“DPR pada masa yang lalu pernah membuat Pansus, saya punya laporan Pansus 1000 halaman begitu banyak kejanggalan yang terjadi. Maka biarkanlah institusi itu bekerja, biarkanlah lembaga itu mengintegrasikan sistem hukum kita,” kata Fahri.
[irp]
Dalam kesempatan tersebut Fahri Hamzah, meyakini, Irman sebagai salah satu dari sekian orang yang dijerat hukum karena korban konspirasi politik. “Saya meyakinkan pada diri saya bahwa beliau (irman Gusman-Red) adalah korban konspirasi politik yang menggunakan KPK sebagai alat pemidanaan. Kasus-kasus seperti Pak Irman ini banyak. Saya merasa terganggu dengan penyimpangan ini, maka saya mencoba menelusuri penyimpangan yang terjadi di dalamnya,” ujarnya.