Property & Bank

Momentum Tepat Saat MEA Diberlakukan

Ketua DPP REI Eddy Hussy saat diskusi dengan Forwapera
Ketua DPP REI Eddy Hussy saat diskusi dengan Forwapera

PROPERTI-Menghadapi era pasar bebas Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang akan diberlakukan tahun 2015 ini, merupakan momentum  yang tepat bagi industri properti di Indonesia dengan membuka kran kepemilikan properti asing yang hingga saat ini masih berupa wacana.

Jika dilihat dari harganya, properti di Indonesia jauh lebih murah jika dibanding dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand hingga Vietnam. Sementara konsep dan desainnya tak kalah dengan properti yang ada di negara-negara tersebut. Sehingga, tak heran jika properti di Indonesia sangat diminati oleh orang asing. Di beberapa lokasi di Indonesia, sudah banyak warga asing yang memiliki properti dengan cara tidak resmi atau ilegal.

Padahal, jika kepemilikan properti oleh asing dapat diberlakukan, maka pendapatan negara akan berlimpah dari transaksi tersebut. Penerimaan dari pajak tentu akan lebih maksimal apabila transaksi dilakukan secara resmi. “Regulasi kepemilikan properti asing, bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya di bidang properti. Pendorong ini, antara lain berupa penyerapan tenaga kerja dan penggunaan bahan bangunan,” ujar Ketua Umum DPP REI Eddy Hussy dalam sebuah diskusi dengan media di Sentul City, Bogor, beberapa waktu lalu.

REI, lanjut Eddy, mengusulkan adanya pembatasan harga dan jenis properti jika asing dapat membeli properti di Indonesia. Ia mencontohkan, asing hanya diperbolehkan membeli apartemen dengan harga jual minimal Rp10 miliar. Dengan adanya batasan tersebut akan mempertegas segmentasi pasar di mana asing tidak boleh memiliki properti di segmen menengah bawah dan rumah tapak.

“Kemudian, pemerintah harus menerapkan pembatasan persentase kepemilikan. Misalnya pembatasan unit yang boleh dimiliki asing dalam suatu apartemen maksimal sebesar 49% dari total unit tersedia. Dengan demikian, properti yang dapat dimiliki oleh orang asing tidak menganggu ketersediaan rumah buat masyarakat berpenghasilan rendah,” jelas Eddy.

Menurut Eddy, adanya kebutuhan nyata akibat arus investasi yang masuk, interaksi lintas negara, globalisasi dan lain-lain pasti akan menimbulkan kebutuhan akan properti. Saat ini pun transaksi kepemilikan properti oleh asing sudah terjadi namun negara tidak menikmati hasil secara maksimal karena kendala peraturan.

Sumber daya manusia dan para pelaku properti di Indonesia harus siap bersaing dalam MEA mendatang. Mereka dituntut untuk lebih profesional karena akan menghadapi persaingan dan tantangan yang semakin sengit. Untuk itu, REI tengah menyiapkan program sertifikasi profesi bagi sumber daya manusia di industri properti.

Pemberlakuan sertifikasi profesi menjadi perwujudan dari amanat Pasal 13 Undang-undang No 1/ 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman. Regulasi ini mengatur sertifikasi dan kualifikasi keahlian dilakukan terhadap orang dan badan penyelenggara pembangunan perumahan. “Kami sedang mempersiapkan program sertifikasi ini sehingga pengembang lokal terutama di daerah tidak kalah bersaing dengan pengembang asing,” ujar Djoko Slamet Utomo, Wakil Ketua REI Bidang Keorganisasian dan Keanggotaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *