Laporan Rafi Rizaldi
Propertynbank: Buku berjudul ”Negeri Ribuan Pelangi: Transformasi Menuju ke Sistem Nilai yang Baik” merupakan kumpulan tulisan Siswono Yudo Husodo, tokoh politikus Indonesia yang juga seorang pengusaha.

Buku yang diluncur pada Juni 2022 ini, berupa catatan perjalanan hidup Lelaki kelahiran Long Iram, Kalimantan Timur, 4 Juli 1943, panjang berkarir di dunia politik.
Sebelum terjun ke dunia politik, Siswono Yudo Husodo, yang meraih gelar insinyur sipil dari ITB pada 1968, adalah seorang pengusaha konstruksi lewat bendera PT Tjipta Bangun Persada. Ia mengaku pilihannya menjadi pengusaha karena terpaksa. Sebagai Sukarnois, ia sadar betul bakal kesulitan bila menjadi pegawai negeri.
“Saya menjadi politisi karena pada 1983 diajak oleh Letjen Sudharmono (Ketua Umum Golkar, 1983-1988) untuk memimpin Departemen Koperasi dan Wiraswasta bersama Eric Samola,” tulis Siswono Yudo Husodo di dalam bukunya.
Buku yang berjumlah 449 halaman tersebut, terinspirasi dari Indah dan pesona pelangi. faktanya Indonesia ini kaya akan keindahan. Lagi pula, negeri kita sebagai negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dengan kondisi iklim yang khas dengan lama musim hujan dan kemarau yang nyaris sama kecuali di beberapa daerah, kaya akan pelangi.
Lewat interaksi dengan para pendidik, pengusaha, teknokrat, birokrat, politisi, dan dengan keluarga, Siswono Yudo Husodo dalam bukunya berupaya mencatat apa pun yang diingat selama ini, terutama sistem nilai yang hampir dilupakan banyak orang.
Mengingat ke depan Indonesia akan semakin berat tantangannya dalam mengisi kemerdekaan. Maka dari itu, sejarah dan sistem nilai bukan sekadar catatan masa lalu, tetapi pemahaman masa lalu untuk dipakai sebagai pembelajaran untuk masa depan.
Buku ini mengajarkan kita sebagai individu yang terus belajar, kita perlu mengambil pelajaran dari pengalaman, membangun pemahaman bersama, dan memiliki pandangan yang mengarah ke masa depan.
Pria yang sempat sempat berjualan bawang putih dari Batu ke Jakarta ini, berpesan untuk selalu mengambil pelajaran dari setiap apa yang kita alami.
”Sebagai learning person, kita harus dapat mengambil pelajaran dari pengalaman, membangun pemahaman bersama (cumulative knowledge), dan menjaga perspektif yang bersifat sebagai cermin ke depan (forward-looking). Suatu kata bijak mengingatkan kita semua akan pentingnya memahami masa lalu. ‘A generation which ignores history has no past and no future’,” sebutnya dalam buku tersebut.
Buku ini diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam bidang kepemimpinan, kewirausahaan, dan pendidikan, serta melestarikan sistem nilai untuk generasi mendatang.