BERITA PROPERTI – Memasuki usia ke 9 tahun, Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Indonesia (LP P3I) atau lebih dikenal dengan nama The HUD Institute, keberadaannya semakin dibutuhkan di industri properti, wabil khusus sektor perumahan. Organisasi nirlaba ini, menjadi wadah berhimpun dan rumah besar pemangku kepentingan Perumahan, Infrastruktur Dasar, Permukiman dan Perkotaan yang dideklarasikan pada tanggal 14 Januari 2011 silam.
Dalam Tasyakuran 9 Tahun Kelahiran The HUD Institute, di Jakarta, Selasa (14/1) kemarin, Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum organisasi mengatakan, lembaga yang dia deklarasikan bersama sejumlah tokoh perumahan, adalah organisasi bersifat nirlaba yang menjadi connecting peoples dan mempertemukan banyak tokoh dari beragam latar belakang seperti akademisi, politisi, birokrat, developer/pengusaha, industriawan realestat-properti, bankir, aktifis NGO, profesional, jurnalis, hingga ke level Menteri dan mantan Menteri.
[irp]
“Watak organisasi nirlaba itu menjadi kohesi dan sekaligus ruh-nya The HUD Institute. Banyak yang mengajak HUD berorientasi bisnis, namun selagi saya menjadi Ketua Umum, HUD Institute tetap loyal dan tabah menjadi nirlaba,” tegas Zulfi Syarif Koto, seperti dikutip dalam sebuah artikel berjudul PAK HUD, “LAKSAMANA” PERUMAHAN RAKYAT, yang ditulis oleh Muhammad Joni, Sekretaris Umum The HUD Institute.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono yang hadir pada Tasyakuran 9 Tahun Kelahiran The HUD Institute menegaskan, peran The HUD Institute Indonesia sangatlah penting dan diharapkan untuk terus berkontribusi dalam penyelenggaraan perumahan yang layak huni dan terjangkau bagi MBR dengan menggunakan seluruh sumber daya yang dimiliki oleh pemerintah dan masyarakat.
“The HUD Institute juga harus bisa membuat dasar-dasar tentang kebijakan perumahan yang lebih adil sehingga diharapkan nantinya masyarakat dapat mengakses perumahan yang lebih terjangkau,” sebagai bagian dari Program Sejuta Rumah Untuk Rakyat. The HUD Institute diharapkan dapat berkembang menjadi lembaga nirlaba yang handal dan terkemuka,” ujar Basuki.
Sementara itu, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa yang juga hadir pada Tasyakuran tersebut, lebih menyoroti progres dan perkembangan terbaru mengenai pemindahan ibukota negara ke Kalimantan. “Yang sangat dibutuhkan saat ini adalah undang-undang perkotaan, guna membangun ibukota negara yang baru,” tegas Suharso, yang juga ikut menjadi Deklarator dan pendiri The HUD Institute.
Oleh karena itu, sambung Menteri Perumahan Rakyat periode 2009 –2011 ini, The HUD bisa memberikan saran dan masukan kepada legislatif dan pemerintah, dalam menyusun undang-undang perkotaan. Karena, ujar Suharso, saat ini hanya ada undang-undang permukiman yang tidak membahas secara detil tentang pengaturan tata letaknya di sebuah kota atau kawasan.
Dewan Pengawas The HUD Institute Soelaeman Soemawinata mengatakan, lembaga ini merupakan komunitas yang menjadi wadah untuk berdiskusi tentang properti, infrastruktur dan perumahan, dari berbagai kalangan. Dirinya berharap The HUD Institute terus memberikan kontribusi kepada pemerintah maupun kalangan swasta.
[irp]
“Kita semua sepakat bahwa tujuan dari lembaga ini adalah untuk berbagi informasi yang penting, walaupun kadangkala terjadi sedikit bantahan-bantahan dan diskusi yang alot. Namun, ujung-ujungnya adalah bermuara kepada kemajuan Indonesia,” ujar Soelaeman Soemawinata, yang juga merupakan Ketua Umum DPP REI periode 2016-2019.
Catatan Khusus The HUD Institute
Terkait dengan tema utama tasyakuran The HUD Institute tahun ini, Zulfi Syarif Koto memberikan memo khusus, terkait Sistem Kesejahteraan Sosial Nasional Bidang Perumahan Rakyat, Permukiman dan Pembangunan Kawasan Perkotaan Sebagai Prioritas Menuju Indonesia Emas 2045. Menurut dia, masalah kesejahteraan sosial di kawasan perkotaan bersifat multidimensi. Karena itu dimensi Perumahan Rakyat, Pemukiman, dengan pemenuhan hak bermukim secara inklusif harus juga menjadi prioritas.
[irp]
“Untuk itu diperlukan paradigma baru dan pendekatan utuh melalui Sistem Penyelenggaraan Perumahan Rakyat. Agar pemenuhan hak bermukim, terutama bagi kelompok sasaran yang rentan secara ekonomi terjamin. The HUD Institute membagi lima kelompok sasaran yang disebut sebagai kelompok rentan, terbatas secara ekonomi serta sering tersisihkan dalam kehidupan di kawasan perkotaan,” ujar Zulfi.
Kelima kelompok itu, sambung Deputi Perumahan Formal, Kementerian Perumahan Rakyat tahun 2010 ini adalah, Masyarakat Berpenghasilan Menengah Bawah (MBMB), Masyarakat Berpenghasilan Rendah – Formal (MBRF), Masyarakat Berpenghasilan Rendah – Non Formal (MBRNF), Keluarga Pra Sejahtera (PS) dan Fakir Miskin (FM).
Guna mewujudkan pemenuhan hak bermukim bagi lima kelompok sasaran di atas, imbuh Zulfi, diperlukan upaya terobosan serta inovasi, baik dari sisi penyediaan, sisi permintaan, dukungan finansial dan termasuk juga berbagai model kemitraan serta pemanfaatan asset dalam penyelenggaraan serta memposisikan perumahan rakyat sebagai Barang Kebutuhan Utama Masyarakat.
“The HUD Institute juga menilai, dalam kondisi keterbatasan fiskal negara, maka model pemberian subsidi tidak dapat selalu diselenggarakan. Karena itu perlu solusi dengan berbagai kebijakan dalam bentuk insentif serta intervensi untuk memastikan sistem penyelenggaraan (Penyediaan & Pembiayaan) perumahan berjalan secara berkelanjutan,” ujar Zulfi.
Dia juga mengingatkan bahwa dalam UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, telah diatur tentang jaminan kesehatan; jaminan kecelakaan kerja; jaminan hari tua; jaminan pensiun; dan jaminan kematian. Tetapi belum ada suatu sistem yang memastikan dan menjamin hak bermukim sesuai amanat konstitusi; sehingga selayaknya perumahan rakyat dan pemukiman bagi kelompok sasaran terjamin ketersediaannya.
[irp]
Berdasarkan kajian, Sistem Penyelenggaraan Perumahan Rakyat menghadapi kendala pada sisi penyediaan terutama yang berkaitan dengan penyediaan lahan; sementara pada sisi masyarakat tidak banyak pilihan yang tersedia untuk mendapatkan tempat bermukim dengan cara memiliki atau sewa atau kombinasi dari keduanya.
Sementara pada aspek finansial masih terkendala pada masalah pembiayaan dan cost of money; selain juga kebutuhan penjaminan yang berkaitan dengan aspek finansial. Dengan demikian, kehadiran Special Mission Vehicle (SMV) dalam bentuk Institusi atau Badan Nasional menjadi pilihan demi perwujudan Sistem Penyelenggaraan Perumahan Rakyat yang dapat memfasilitasi dukungan baik finansial maupun penjaminan dalam penyelenggaraannya serta memastikan pemenuhan hak bermukim terwujud saat menjejaki Indonesia Emas 2045.